...Sejak bertekad untuk merubah hidup, saat itu juga Allah sedang berbisik padamu jika sejatinya hidup tidak selalu tentang kesedihan. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui....
.......
Pagi yang cerah, secerah senyuman malaikat kecilnya. Sudah dua tahun ia merantau mengadu nasib di negeri orang. Selama itu pula kebaikan perlahan mendekat. Wanita berusia dua puluh tujuh tahun ini mendapatkan berkah luar biasa yang Allah datangkan padanya.
Sedari membuka mata beberapa jam lalu, Riana tidak sedikit pun melepaskan pandangan dari kertas putih bersama pensil menari di sana. Ia tahu langit mulai beranjak siang. Bahkan cahaya sang surya pun mulai menghangatinya. Selesai salat subuh tadi, ia tidak sedikit pun beranjak.
“Mamah.”
Hingga panggilan dari gadis kecil menyadarkan. Ia menatap lurus ke depan melihat sang putri tengah mengucek matanya gemas. Wajah mengantuk itu membuat ia melebarkan senyum. Hanya Kaila, hanya sang anak yang bisa mengganggu pekerjaannya.
“Sayang, kamu sudah bangun? Maaf, Mamah belum buat sarapan. Kita buat sama-sama. Kamu mau?” Bola mata kecil itu berbinar seraya mengangguk senang. Riana menggendong dan membawanya menuju dapur.
Ditemani dengan candaan acara masak-masak mereka pun selesai. Hanya dua telur goreng dan roti sebagai pengganjal perut sudah cukup bagi ibu serta anak ini. Dibandingkan hari-hari itu, mereka hanya sarapan dengan air putih setiap harinya.
“Alhamdulillah sekarang Mamah sudah punya pekerjaan layak. Kaila harus sabar yah, Mamah tinggal," ucapnya mengusap kepala sang anak sayang.
Seakan mengerti gadis kecil bernama Kaila itu mengangguk-anggukan kepala. Riana semakin menyayangi buah hatinya. Meskipun dari suami yang tidak pernah ia cintai. Bukankah anak amanah dari Allah yang harus kita jaga seumur hidup? Itulah yang selalu ia tanamkan dalam diri. Bersama Kaila hidupnya lebih berwarna. Anak itu menambah kekuatan baginya.
Selesai sarapan dan membersihkan diri dan sang anak, mereka pun kembali menjalankan aktivitas. Tidak jauh dari apartemen, Riana mengantarkan Kaila ke taman kanak-kanak. Ia tidak mempunyai sanak saudara di negara ini dan harus berbaur dengan masyarakat sekitar. Dua tahun hidup di sana ia mengerti dengan lingkungannya.
“Kalau begitu Mamah pergi dulu yah, kamu baik-baik sama Ibu Sarah,” nasehatnya lagi.
“Iya Mah. Mamah yang semangat kerjanya,” balas Kaila disertai senyum lebar.
“Anak pintar, anak sholehah.” Riana mengecup hangat dahi sang putri dan setelah itu beralih pada wanita di belakang Kaila.
“Mau sampai kapan kamu seperti ini? Ingat Kaila butuh figure seorang ayah.” Suara tegas itu menyapa.
Sarah, wanita berdarah Negara Asia Tenggara itu pun mengetahui bagaimana kondisinya.
Riana tertawa kikuk mendengar kata-kata itu lagi.
“Apa sih Mbak? Sudah yah aku pergi kerja dulu. Aku titip Kaila. Assalamu’alaikum.” Ia melarikan diri dari hadapan mereka.
Sarah menghela napas memandangi kepergiannya.
“Mau sampai kapan anak itu seperti ini terus?” gumamnya, Sarah wanita muslimah yang bekerja di TK tersebut.
Satu jam berselang, Riana tiba di gedung art collection. Ia bergegas mencapai lantai enam untuk bertemu kembali dengan sang pemimpin perusahaan. Lift yang membawanya pun tiba di lantai tujuan.
Dengan penuh keyakinan dan percaya diri, Riana mencapai gagang pintu ruangan dan membukanya perlahan. Di sana Kim YeonJin bersama sang sekertaris menyambut kedatangannya.
Kedua mata mereka saling bertubrukan dan Riana kembali menundukkan pandangan. Ia bergegas duduk di salah satu sofa tunggal di sana. Tangannya membuka perlahan dokumen yang ia bawa. Kertas demi kertas disodorkan kehadapan Kim YeonJin.
“Itu beberapa contoh rancangan bangunan yang saya punya. Jika ada yang kurang Anda bisa membicarakannya," jelas Riana.
Bola mata kecil sang CEO bergulir menatap gambaran tertuang dalam kertas. Berkali-kali kepala bermahkota kan surai hitam pekat itu mengangguk. Senyum menawan menjadi kemenangan bagi Riana, lega usahanya semalaman tidak sia-sia.
“Baik. Semua rancangan mu bagus, tetapi bisakah Anda menjelaskan pada saya satu persatu?” Pintanya dan dengan senang hati Riana mengiyakan lalu mengambil alih kembali kertas-kertas miliknya.
Bibir dengan lipstik pink lembut itu berceloteh ringan menjelaskan gambaran bangunan dirancangnya. YeonJin tidak sedikit pun mengalihkan tatapan dari wanita itu. Pria yang berdiri di sampingnya pun menyadari gelagat tersebut. Di dalam ruangan berbentuk kotak ini hanya ada suara halus mengalun bak nyanyian merdu. Suaranya mampu mendamaikan, bahkan sedari tadi Choi Jimin menguap seakan tengah dibacakan dongeng sebelum tidur.
“Kalau yang satu ini saya rancang menjadi dua lantai. Kenapa? Jadi satu lantai bisa diisi dengan berbagai tempat, misalnya tempat makan, tempat mengobrol, atau bisa juga sebagai tempat sovenier. Karena saya yakin tidak semua pengunjung yang melihat lukisan itu orang dewasa saja. Pasti ada anak-anak hingga remaja. Kita jadikan bangunan galeri art collection ini sebagai wadah kekeluargaan," ungkapnya mengakhiri penjelasan mengenai lima rancangan yang sudah ia buat.
YeonJin menganggukkan kepala lagi. Ia senang, sungguh. Penjelasan Riana begitu detail dan jelas. Ia semakin ingin segera bekerjasama dengannya. Tentu, untuk kepentingan sendiri.
“Sungguh arsitektur yang berbakat. Saya memilih rancangan yang terakhir kita jadikan bangunan itu sebagai wadah membentuk persaudaraan dan keuangan."
Suara tawa seketika menggelegar, mengejutkan. Riana merasakan canggung luar biasa. Apa ia harus ikut tertawa atau tidak? Hingga akhirnya ia hanya membentuk bulan sabit setengah jadi dibibir nya.
Hal itu pun membuat Jimin tercengang. Atasannya ini kembali menjadi seorang maniak. Tidak peduli di mana dan dengan siapa ia berhadapan, jika jiwa bisnisnya sudah keluar maka kebahagiaan tidak bisa ditahan lagi. Tanda tangan kontrak kerja pun terjadi secepat kilat menyambar.
...***...
Jam istirahat berlangsung. Riana, hanya mematung di depan kantin. Ia tidak tahu apakah makanan itu bisa dimakannya atau tidak. Ia belum mengetahui seperti apa masakan yang disajikan di sana.
Apa itu halal? Pikirnya berkecamuk.
Banyak pertanyaan juga dalam diam dan hanya memandang orang-orang sekitar. Mereka pun menatap Riana dengan bingung. Ia hanya bisa menyunggingkan senyum canggung sebagai balasan.
Tidak jauh dari keberadaannya seorang pria berjas cokelat lembut menghentikan langkah. Kedua alis tegasnya bertautan dan berjalan mendekatinya. Kembali, hal itu lantas memberikan tanda tanya besar bagi Jimin.
“Riana-ssi? Anda tidak makan?”
Pertanyaan barusan mengejutkan. Riana menoleh mendapati sang atasan.
“Eh? Kim YeonJin-ssi… em, saya ragu,” cicitnya takut-takut.
“Ne? Ragu? Memangnya kenapa?” tanya Yeon Jin, heran.
“Saya hanya bisa makan makanan halal. Em… yang tidak mengandung babi,” ungkapnya kemudian.
YeonJin melebarkan senyum, mengerti dengan kepercayaan yang dianut wanita ini.
“Ah! Iya saya mengerti. Baiklah, karena Anda baru bekerja di sini... maka saya akan melayani Anda dengan baik. Sebagai tanda jadi kerjasama kita. Ayo, mari ikut saya," ajaknya.
Riana tidak mengerti dan hanya mengikuti ke mana langkah pria itu pergi.
Riana tidak tahu jika YeonJin membawanya ke restoran halal. Ia senang bisa diperlakukan baik seperti ini. Begitu banyak makanan yang dipesankan atasan itu untuknya. Tidak masalah bagi pria berumur tiga puluh tahun ini. Uangnya banyak, membeli makanan segitu mudah baginya.
“Sa-saya tidak tahu harus berkata apa. Terima kasih banyak." Riana berubah gugup sampai tidak bisa berkata-kata.
“Eung, tidak masalah. Makanlah, kamu pasti lapar. Tenang saja ini halal, kamu lihat sendiri kan labelnya tadi di pintu masuk?” Wanita itu mengangguk singkat dan mulai menikmati makan siangnya.
“Bismillah.”
Hal tersebut tidak lepas dari perhatian kedua pria itu. Wanita sederhana dengan bakat istimewa telah datang. Mereka dipertemukan oleh sebuah dokumen.
Riana tidak menyangka kesukaannya pada bidang seni arsitektur menghantarkannya pada kerjasama luar biasa seperti sekarang.
“Apa kamu berasal dari Indonesia?” Pertanyaan spontan dari Jimin menghentikan aksinya. Riana pun menoleh singkat.
“Iya, saya dari Indonesia.” Hanya itu yang ia katakan.
“Tidak usah terlalu formal kita sedang tidak di kantor," lanjut YeonJin ikut bergabung.
“Ah, iya. Terima kasih atas makan siangnya," balas Riana lagi.
Mereka pun menikmati makan siang dengan hidangan istimewa. Jimin tidak menyangka sahabat sekaligus atasannya ini bisa membelikan banyak makanan untuk Riana. Sedari tadi netra jelaganya terus memperhatikan pria itu. Ada sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Tatapan kagum? Mungkin lebih tepatnya seperti itu.
Setelah selesai, mereka kembali pada pekerjaan masing-masing. Riana mulai menjalankan tugas pertamanya. Ia bertemu dengan beberapa orang pekerja konstruksi untuk membangun gedung hasil rancangannya.
Kedatangan wanita muda berhijab di sana membuat semua orang menatapnya heran. Benarkah dia yang akan bekerjasama dengan mereka? Kira-kira seperti itulah tatapan orang yang melihatnya. Bagi Riana itu biasa. Diremehkan dan tidak dihargai, tidak asing lagi baginya. Bahkan hal itu kecil untuk ia hadapi ketimbang rasa sakit yang bersemayam dalam hati.
Tidak ada yang tahu seperti apa masa lalu seorang Riana. Hanya ia dan Allah saja sebagai saksi masa kelam itu. Ia ingin mengubur kepedihan menjadi kebahagiaan. Ia tidak mau mengungkitnya dan menjadi boomerang. Ia cukup bahagia hidup bersama sang buah hati, Kaila. Kekuatan yang tidak akan ia dapatkan dari siapa pun.
“Baiklah mulai sekarang kita harus bekerjasama dengan baik. Anggap saja saya sama seperti kalian. Em, bisakah kalian memperlihatkan bahan-bahannya kepada saya?” pinta Riana setelah menjelaskan seperti apa rancangan yang ia bawa.
Seorang pria muda bername tag Lee Jung Hoon menjadi pemandunya hari ini. Mereka pun melihat-lihat bahan-bahan yang sudah disiapkan di sana. Riana mengangguk-anggukkan kepala saat pria itu menjelaskan bahan demi bahan yang dikunjunginya.
“Baik. Bahan-bahannya cukup lengkap. Nanti saya kabari lagi tentang pembangunannya.” Setelah itu Riana pun pergi kembali ke ruangannya.
...***...
Di lantai enam tepatnya di ruangan CEO, sedari pulang makan siang tadi pria itu tersenyum sendiri dengan cahaya dari layar laptop menyorotinya. Jimin yang kembali ke ruangan terkejut melihat senyuman itu tidak pernah pudar. Apa Kim YeonJin sudah gila? Itu tidak boleh terjadi.
“Hyung gila yah?”
Pertanyaan tadi meluncur bebas dari bibirnya hingga membuat kotak tisu mendarat di kepala bersurai cokelat lembutnya.
“Sakit hyung,” cicit Jimin mengaduh.
“Kamu mengatakan hal bodoh,” balas YeonJin acuh tak acuh.
“Terus kenapa Hyung senyum-senyum sendiri seperti itu? Menakutkan sekali," ucap Jimin kesal dan sang atasan segera membalikan laptop padanya.
“Lihat! Pemasukan kita bertambah Aku senang sekali.” Itulah alasannya dan kembali suara tawa penuh kegembiraan menggelegar di sana.
Jimin memutar bola mata, jengah dan menghela napas kasar.
"Dasar maniak uang. Aku pikir Hyung sedang jatuh cinta," katanya frontal.
Tatapan serius itu mengarah padanya, lagi. YeonJin tidak mengerti, dan seketika dahi lebarnya mengerut dalam.
“Kenapa kamu bisa berkata seperti itu? Pada siapa aku jatuh cinta?” tanyanya tidak mengerti.
“Ha-habisnya gelagat Hyung memperlihatkannya. Iya... wanita itu, arsitek baru kita, Riana.”
Seketika itu juga bola mata kecil YeonJin melebar, tidak percaya Jimin berkata demikian dengan lancarnya.
Bahkan sang sekertaris sendiri tahu bagaimana susahnya Kim YeonJin jatuh cinta pada seorang wanita, meskipun setahun belakangan ini banyak wanita cantik bertubuh ideal mendekatinya terus menerus. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang menarik perhatian. Hanya ada satu wanita yang menjadi rahasia mereka.
“Riana?" YeonJin tertawa kembali. "Aku hanya kagum saja. Ada juga wanita menjadi seorang arsitek. Em… bagus juga menambah pemandangan di kantor kita. Pekerja di sini kan kebanyakan pria.”
Sekarang giliran Jimin ikut tertawa, senang. “Aku pikir Hyung beneran jatuh cinta.”
“Dasar konyol.” Mereka pun tertawa bersama dengan pemikiran yang melintas begitu saja dalam pikiran Jimin.
Ia tidak menyangka sang atasan sekaligus orang terdekatnya tidak seperti yang diharapkan. Jatuh cinta tidak mudah bagi seorang Kim YeonJin. Alasannya, ia terlalu takut dan masa lalu menjadi gambaran untuk dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Cucu Saodah
belom aja jimin tenang. udah ada tanda terpana pada pandangan pertama.... cii ciri orang tiba tiba sering senyum2 dan tertawa apalagi lebih bersemangat itu hatinya lagi kena racun panah asmara. bener ga pak yeonjin?
2022-05-26
0
ana @ moli
mulai baca
2022-01-25
1
Nur hikmah
seru kyy lbh seru drpd vvarsha...mntap thor...
2021-11-16
0