Tanpa menunggu jawaban dari sang empunya rumah, pria bertulang lunak itu memberikan kode kepada asistennya untuk memasukkan segalanya barang-barang bawaannya.
"Mari Nona, ikut saya," ucap salah satu asisten Pria itu.
"Ba-baik," ucap Arumi terbatabata.
Pria bertualang lunak itu masuk bersama asistennya, dan ia hendak melangkah masuk juga tapi Dinda tiba-tiba saja menarik tangannya dan mulai membisikkan sesuatu.
"Mereka bilang orang suruhan Aril, bukannya pria yang akan menikahi kamu bernama Tuan Al?" tanya Dinda.
"Aril itu sekertarisnya, ayo masuk."
Arumi melangkah masuk mendahului Dinda yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Setelah beberapa saat barulah Dinda menyusul Arumi.
~
Setelah selesai mandi, Arumi langsung di dudukkan di depan cermin besar yang pria tulang lunak itu bawa sendiri. Nampak sekali jika mereka adalah orang yang profesional dalam bidang ini.
Hanya dengan waktu satu jam, Arumi sudah selesai dengan make up dan juga kebaya putih yang membalut tubuhnya. Perlahan ia membuka matanya yang sejak tadi terpejam saat sang MUA memoles bagian kelopak matanya.
Senyum getir menghiasi wajahnya, ia tidak menyangka jika ia juga bisa terlihat seanggun ini, untuk sebuah pernikahan yang tidak ia inginkan. Hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia malah membuat dadanya semakin sesak, berkecamuk.
Ayah ... ibu, anak mu sebentar lagi akan menikah, aku tak mengharapkan restu dari kalian, karena aku pun tak menginginkan pernikahan ini. Doa akan aku kuat menjalani semua ini sebagai bakti ku untuk ayah dan ibu, batin Arumi.
"So beautiful, Nona salah satu pengantin tercantik yang pernah saya rias, jika Tuan Aril tidak berpesan untuk merahasiakan ini semua, saya pasti sudah memotret Nona untuk di jadikan icon rumah rias saya," ucap pria bertulang lunak itu.
Arumi hanya tersenyum kepada pria itu. Ia tahu mereka sudah di bayar dengan mahal untuk hari ini dan juga untuk menutup mata dan mulut mereka. Dinda yang duduk di samping Arumi, bisa melihat kesedihan di wajah Arumi.
Dinda menggenggam tangan sang sahabat. Mungkin kesedihan itu tidak akan berkurang, namun setidaknya Arumi tidak sendiri menjalani semua ini.
"Are you okey?" tanya Dinda.
"Ya, pastinya." Arumi terseyum kepada Dinda namun matanya berkaca-kaca.
~
Setelah semuanya selesai dan Pria bertulang lunak beserta asistennya pulang. Arumi berjalan keluar rumah. Ia menoleh ke kanan kiri mencoba melihat situasi. Untung saja, rumahnya dan rumah para tentangga berjarak cukup jauh. Ia merasa semua sudah aman, ia langsung berjalan masuk kedalam sebuah mobil yang pintunya sudah di buka oleh supir suruhan Aril.
Tak lama, Dinda juga ikut masuk dan duduk di sisi kirinya. Sang supir ikut masuk dan langsung tancap gas meninggalkan halaman rumah Arumi.
"Rumi, kamu baik-baik saja?" tanya Dinda lagi.
Arumi menoleh kepada Dinda yang menatapnya dengan tatapan sendu, ia melemparkan senyum sejuta watt kepada sang sahabat. Cukup sudah beban yang ia bagi kepada Dinda, hari ini ia sudah menyerahkan semuanya kepada takdir yang bertugas mengatur semuanya.
"Aku baik-baik saja, kamu jangan menatapku seperti itu," ucap Arumi pada Dinda.
...***...
Aril membuka pintu kamar Alfaro dengan perlahan, saat sampai di dalam padanganya langsung tertuju kepada Al yang sedang berdiri sambil berpangku tangan, di depan jendela kamar yang sedang terbuka.
Alfaro melirik kebelakang saat suara langkah kaki seseorang semakin mendekatinya. Saat menyadari jika itu adalah Aril, ia kembali menatap ke luar jendela yang mengarah langsung ke area taman belakang Mansion mewah itu.
Taman yang dulu di penuhi bunga-bunga berwarna warni. Kini semua telah layu, kering seiring sang pemilik yang tak ada lagi di sana. Aril mengambil posisi berdiri di samping Al, ia melirik tangan kiri Alfaro yang masih terbalut perban. Mengingat kejadian malam tadi, ia masih tak menyangka jika sang bos akan tetap melanjutkan pernikahan ini.
"Apa Tuan benar-benar sudah siap?" tanya Aril.
"Jawaban apa yang kamu inginkan keluar dari mulut ku ... penikahan ini aku lakukan hanya untuk mendapatkan mainan yang aku inginkan, jika aku bosan aku bisa mengakhirinya kapan saja," tutur Alfaro dengan padangan yang tetap fokus melihat kedepan.
Aril menghela nafas yang cukup berat. ternyata bosnya benar-benar sudah tidak waras. Sungguh, dalam hati Aril berteriak, memohon kepada Tuhan untuk mengembalikan sosok Alfaro yang ia kenal dulu.
"Baiklah Tuan, Penghulu sudah datang dan Nona sudah dalam perjalanan. Anda bisa turun sekarang."
Alfaro memutar tubuhnya dan berjalan keluar dari kamarnya dengan Aril yang mengikuti dari belakang. Dari ujung tangga, Alfaro bisa melihat sang penghulu sudah duduk untuk menunggunya.
Tak ada dekorasi apapun, semuanya terasa dan terlihat biasa-biasa saja, tak ada suasana sakral untuk sepasang pengantin yang akan mengikat janji di hadapan Tuhan. Hanya lima orang pekerja di mansion itu yang berpenampilan berbeda dengan pakain batik khas Nusantara yang menjadi saksi pernikahan itu tentu saja mata dan mulut mereka juga sudah di tutup dengan segepok uang.
Bertepatan dengan Alfaro yang duduk di hadapan sang penghulu, suara mobil yang membawa Arumi dan juga Dinda terdengar berhenti di halaman mansion.
Pintu utama terbuka, semua orang yang berada di dalam menoleh kearah pintu, termaksud Alfaro. Dengan di dampingi Dinda Arumi berjalan dengan perlahan. Mata mereka saling bertemu, memadang satu sama lain, tanpa senyum yang terukir di wajah mereka. Tak ada pancaran kebahagiaan dari keduanya seperti pasangan pengantin pada umumnya.
Arumi duduk di samping Alfaro. Meski semua hanya penikahan di atas kertas, ia tetap merasa gugup, perlahan ia menarik nafas kemudian menghembuskannya. Ia melirik ke samping, dimana sang calon suami berada. Tak ada ucapan apapun yang keluar dari mulut Alfaro bahkan saat ia sudah berada di sampingnya. Ia menundukkan kepalanya, mencoba memahami takdir yang membawanya sampai ke titik ini.
Ya, benar semua hanyalah kepalsuan semata. Arumi tersenyum getir. Penikahan yang ia impikan sekali seumur hidup harus di pemaikan oleh takdir yang membawanya sebagai anak yatim piatu yang malang. Tak ada saudara dan keluarga, ia hanyalah anak sebatang kara yang menggantungkan hidupnya di pernikahan ini.
Setelah beberapa saat semua terdiam dalam keheningan. Alfaro menjabat tangan sang penghulu, lafas yang keluar dari mulutnya terdengar sangat lancar, hingga suara sah menggema di setiap sudut ruangan itu.
setetes cairan bening keluar dari sudut matanya. Ia ingin menangis sekuat mungkin, namun ia menahan semuanya, dan membuat dadanya terasa amat sesak.
"Nona cium tangan suami anda," pinta sang penghulu pada Arumi.
Arumi menyeka air matanya, menegapkan kepala lalu menoleh kepada pria yang saat ini sudah reami mempersuntingnya. Ia mencium punggung tangan sang suami dengan di saksikan oleh semua orang yang ada di sana.
Entah sudah berapa lembar tisu yang di gunakan Dinda untuk menyeka air matanya. Ia menangis karena kasihan dengan sang sahabat. Aril yang duduk di belakang Alfaro hanya memadangi punggung sang bos. Dua tahun yang lalu ia juga dalam posisi yang sama namun bedanya suasana dua tahun yang lalu di penuhi dengan kebahagiaan, tidak seperti sekarang.
Bersambung 💓
Jangan lupa+like+komen+vote ya readers.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Erni Cahaya Nst
lanjuut dek
2022-12-26
1
💓yin & yang💓
sabar ya arumi, sebuah awal yg penuh kesedihan akan berakhir dgn kebahagiaan yg berlipat
2022-08-24
0
Alya 11
Alfaro kejam
2021-12-30
0