Bukan Salah Mereka
Tangga eskalator tak hentinya berputar mengantarkan sejumlah manusia dari lantai satu ke lantai berikut di atasnya. Begitu juga sebaliknya.
Ada yang berkelompok ada yang sendiri saja. Ada yang sedang bersenda gurau, tapi ada juga yang diam tak bergeming di barisan pinggir seorang diri tentunya.
Sebagian bergandengan tangan karena sepertinya mereka adalah pasangan yang sedang berkencan atau sekedar jalan-jalan. Tapi, ada juga yang menggenggam tangannya sendiri karena dapat dipastikan dia datang tanpa teman.
Hembusan AC central menyejukkan udara yang mulai panas di area JM Mall yang selalu lebih padat pengunjung saat weekend.
Seorang wanita muda mematung tak bergeming ditempatnya. Raut wajahnya seperti adonan gado-gado alias campur aduk macam-macam isinya, tapi tetap cantik dan sedap dipandang mata, juga nikmat pastinya buat yang memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan dirinya.
Matanya menerawang jauh, mengikuti langkah kaki seseorang yang membawa punggungnya semakin tak terlihat dan lambat laun menghilang. Tangannya basah, berkeringat dingin menjadi pelengkap bibirnya yang mulai gemetar.
Hatinya yang sempat menghangat beberapa bulan terakhir ini seketika menjadi dingin lagi. Bagai daging beku yang sedang diiris tipis-tipis oleh tajamnya pisau. Benar-benar menghancurkannya menjadi helaian yang tak tak dapat lagi bersatu.
Kondisi psikis seseorang yang sudah lazim jika tiba-tiba akan menimbulkan genangan air bening di pelupuk matanya. Mata birunya yang sangat mempesona itu jadi berkaca-kaca.
B*jingan.....!!!
"Mama...." seru suara kanak-kanak yang sedang menarik-narik ujung dress branded limited edition yang dikenakan wanita yang dia panggil mama.
"Mama, kamu baik-baik saja?" panggilan itu berulang karena wanita yang dia panggil mama itu tak menyahut juga.
Wanita cantik itu memalingkan wajahnya ke kiri, mencoba mengkondisikan emosinya sebelum menjawab panggilan si gadis mungil cantik jelita yang sedari tadi memanggil namanya.
"Mama baik-baik saja..." dia berbohong. Jemarinya yang putih ramping merogoh benda kotak pipih yang dia simpan di dalam tas kulit buaya favoritnya.
"Ma, boleh aku ke sana?" gadis kecil itu menunjuk satu gerai alat musik yang tak jauh dari tempatnya berada sekarang.
Wanita itu mengangguk dan mengibaskan tangannya pertanda ijin sudah dia berikan. Si gadis kecil segera berjalan, setengah berlari kemudian melambat begitu sampai di depan pintu gerai yang ditunjuknya tadi.
Langkahnya perlahan menyusuri barisan alat musik yang berjajar rapi di rak pajangan. Matanya yang indah berbinar takjub memperhatikan pemilik gerai yang sedang menyetel senar sebuah gitar sambil memetiknya sesekali sampai dirasa pas seperti yang dia inginkan.
"Kamu mau membelinya?" celetuk seseorang yang ternyata sudah dari tadi berada di sampingnya.
Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tidak..." jawabnya tanpa menolehkan wajahnya.
"Lalu kenapa kamu menatapnya seperti ingin melahapnya saja?" tanyanya lagi.
"Aku hanya sedang teringat seseorang. Kakak yang pandai memetik senar gitarnya..." Gadis itu tersenyum dan menolehkan wajahnya.
Cantik sekali....gleg....
Seorang pria kecil berusia 10 tahun itu langsung meneguk liurnya terpesona. Seperti baru saja melihat peri cantik tak bersayap yang sedang mengumbar senyuman ke arahnya.
"Sepertinya wajahmu tak asing..?" gadis itu mendekatkan wajahnya.
Matanya yang ternyata berwarna biru itu menelusuri seluruh permukaan wajah lawan bicaranya.
"Mungkin kamu salah orang. Aku hanya berkunjung, bukan asli orang sini." bantahnya sambil menarik diri agak mundur. Terus terang dia jadi agak grogi.
"Tapi mirip....??" dia mengerjapkan matanya mencoba meyakinkan dirinya.
Kaki mungilnya maju satu langkah ke depan. Dia mendongakkan wajahnya yang cantik turunan Ibunya yang disempurnakan wajah tampan Ayahnya. Perpaduan khas Indo - Eropa.
Matanya yang biru menatap lekat pria kecil yang tingginya jauh di atas kepalanya. Rasa ingin tahu anak kecil berusia 5 tahun ini ternyata luar biasa.
"Kamu salah orang...."
"Auuuchhhhhh......" gadis kecil itu menggosok dahinya yang baru saja kena sentilan maut ibu jari dan telunjuk lawan bicaranya.
"Aku bisa memainkannya kalau kamu bersedia mendengarkan"
"Oiya..?" matanya berbinar penuh semangat.
"Tapi mungkin kamu akan langsung jatuh cinta jika mendengar suara petikan gitarku. Apa kamu bersedia?" pria kecil ini rupanya kerasukan jin entah setan jenis apa sampai bisa membahas suatu kata yang dia sendiri mungkin tak paham apa artinya.
"Alexa apa yang kamu lakukan?" seorang wanita muda yang sesaat tadi sedang menelpon berdiri terpaku diantara kerumunan di depan gerai dan memanggil gadis kecil itu supaya kembali padanya.
"Tunggu sebentar mama...." teriak gadis kecil yang ternyata bernama Alexa. Dia menggapai pergelangan tangan pria kecil yang sedang bersamanya.
"Maaf aku harus pergi, mungkin lain kali kamu bisa memainkannya untukku." Alexa berkata terburu-buru.
Dia sudah hafal betul mamanya bukan orang yang sabaran jika harus menunggu. Alexa membalikkan tubuhnya dan melangkah menjauh. Di ambang pintu dia kembali membalikkan badannya dan menatap pria kecil yang masih diam tak bergeming ditempatnya.
"Boleh aku tahu namamu?" senyum itu mengembang menghiasi wajahnya yang cantik jelita.
"Surya Adji Mahendra....." dia setengah berteriak untuk memastikan sederet namanya sampai ditelinga Alexa yang sedang melambaikan tangannya.
"Jangan lupa memainkannya untukku saat kita bertemu lagi nanti kak Surya...." suara ceria itu menghilang diantara kerumunan. Seiring tubuh mungilnya yang tak lagi kelihatan.
Surya menatap gitar yang disodorkan si empunya gerai padanya. Gitar itu secara khusus dipesan oleh pamannya untuk ulang tahunnya yang ke 10 tahun ini.
"Pamanmu sudah menunggu di ruangannya tuan muda. Sudah tahu tempatnya kan?"
Surya mengangguk dan segera meninggalkan gerai. Matanya menatap berkeliling mencari sosok mungil yang sesaat tadi mencuri perhatiannya.
Dia menyentuh perlahan gitar yang saat ini dia sandang di badannya.
Kapan lain kali itu akan datang? apa benar kamu akan bersedia mendengarkannya saat aku mainkan?
*****
Takdir adalah kuasa Tuhan. Apapun itu, kelahiran seorang bayi mungil, kematian seseorang yang tak mengenal batasan usia, rejeki si kaya maupun si miskin, nasib baik dan buruk dan tentu juga jodoh.
Hanya Tuhan yang memiliki power tak terbatas untuk menentukan siapa jodoh kita. Tak ada seorangpun makhluk ciptaannya yang bisa merubah, tanpa kecuali termasuk manusia.
Saat takdir sudah mempertemukan siapa jodoh kita, semuanya akan mengalir begitu saja. Tak mengenal waktu, usia, derajat, masa lalu dan batasan apapun juga.
"Surya Adji Mahendra..." Alexa bergumam sendirian di kamarnya yang luas. Dia duduk goyang-goyang kaki sambil memainkan pensilnya di atas sebuah kertas yang terjilid rapi di meja belajarnya.
Dia tersenyum puas melihat hasil tulisannya yang besar-besar seperti biji semangka. Setiap hurufnya memenuhi garis yang seharusnya tertulis rapi setengah bagian saja. Harap maklum dia baru berusia 5 tahun dan masih duduk di bangku TK.
"Selesai...., aku tidak takut lupa namamu jika suatu hari nanti kita kembali bertemu." gumamnya sambil menyimpan jilidan kertas berwarna merah muda itu di laci meja belajarnya.
*****
Hiiiii, ketemu lagi👋
Yang sudah baca novel ku sebelumnya ✨"Main Hati" ✨tentu sudah pernah ketemu ya dengan part ini. Dibaca ulang dulu nggak apa-apa ya? sekira hangat kembali 😁
Tolong abaikan setting waktu di novel yang terdahulu, soalnya kalau diteruskan ini mah sudah jauh banget ke depan tahunnya😅
Kita culik saja karakter dan alur cerita pendukungnya ya, semoga berkenan melanjutkan membaca 😊🙏
*****
salam hangat dari author,
sehat selalu yaaa semuanya😇
Yuksss yang sudah sampai bawah, Jangan lupa tinggalkan jejak like atau comment jika ada waktu luang, dan terimakasih untuk semua supportnya buat readers semua🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Candra ponsel
first read
2022-12-20
0
Follow ig : tinatina3627
like and favorite kak jika berkenan mapir juga ke karyaku kak
2022-03-20
0
Ufuk Timur
baru mulai membaca kak🤗🤗
2021-12-31
1