Kerjasama

"Baik pak. Keadaan Anda semakin membaik sejak operasi kemarin. Namun, Anda masih perlu dua kali kontrol untuk membuka jaitan luar. Satu minggu lagi datang kemari lagi," jelas David pada pasien.

"Hindari makanan yang cepat saji ya, Pak. Makan makanan yang bernutrisi banyak mengandung protein dan biji-bijian. Usahakan untuk melakukan pergerakan agar jahitan cepat kering," ujar Aqeel menambahkan beberapa peringatan untuk pasien.

Pasien yang bernama pak Wanto itu tersenyum geli. Anak kecil seperti Aqeel justru seperti menasehati dirinya. "Dok, apakah dia sedang bermain-main dokter-dokteran?"

"Tidak. Dia adalah calon dokter termuda yang akan dimiliki negara ini," jawab David dengan bangganya.

Aqeel tersenyum puas, setelah sekian lama ada yang mengakui kehebatannya selain Arumi dan Lulu.

"Dokter David, jangan bercanda. Saya rasa dokter ingin menyenangkan anak. Ingat Dok anak jangan terlalu dimanja," peringat pak Wanto.

"Apa?" Sahut Aqeel kesal, mendengar ucapan pak Wanto. Selama ini dia hidup dengan mandiri dan kini dia mendengar kata dimanja.

David memegang tangan Aqeel meredakan amarahnya sembari berkata, "Bapak bisa lihat di YouTube. Beberapa hari ini videonya tranding di nomor satu." David memberikan jeda pada kalimatnya. "Baik, Pak. Jangan lupa apa yang dikasih tahu anak saya tadi diikuti, dan jangan lupa untuk meminum obat yang sudah saya resepkan. Kurangi makan manis juga, karena gula darah Anda agak tinggi."

Pak Wanto terdiam mendengar ucapan David. Ia pun pamit undur diri setelah mengucapkan terimakasih dengan nada ketus.

"Kelak kau harus menjaga emosimu di depan pasien, dokter mudaku." Tutur David Dengan lembut memegang pundak Aqeel. Anak itu pun mengangguk menuruti ucapan David.

"Baiklah, karena itu adalah pasien terakhir kita. Ayo, kita harus merayakan kesuksesan kita," ajak David sembari menggenggam tangan mungil Aqeel.

"Merayakan?"

"Iya, kita makan besar hari ini. Kita berdua, mau?"

"Oke," jawab Aqeel tanpa ragu. Aqeel membalas genggaman itu dengan menautkan jemari-jemari mungilnya pada sela-sela jemari David. Kesibukannya memerisa pasien bersama David membuatnya lupa bila ia pergi tanpa pamit.

Baru saja mereka ingin melangkahkan pergi. Arumi sudah menatap dua orang itu dengan tatapan membunuh. Sejak tadi memang iya menunggu hingga jam praktek David selesai.

"Bunda," panggil Aqeel dengan suara lirih.

"Anak pintar. Apa kau ingin membuat bunda mu gila?" Ketus Arumi sembari melangkahkan kaki menuju Aqeel dan David.

Aqeel sudah ingin membuka mulut untuk meminta maaf namun tubuh Arumi berjongkok dan menyamakan tingginya dengan Aqeel. Arumi sontak memeluk Aqeel seperti sudah berpisah selama seribu tahun lamanya.

David yang melihat itu, merasa sangat bersalah. Karena ia lah yang sejak tadi menahan Aqeel agar tidak pergi.

Sementara itu Alena, bergegas untuk menemui Rina di kediaman Hermawan. Hanya dalam dua puluh menit perjalanan, Alena kini sudah berada di beranda rumah. Ia pun tanpa mengetuk pintu langsung masuk ke dalam rumah dua tingkat itu.

"Mah ... Mamah Rina!" Panggil Alena dengan suara khas cempreng miliknya.

"Apa kau tidak tahu sopan santun setelah menyandang nama Baskoro. Masuk rumah bukannya salam!" Seru Rina yang baru saja keluar dari kamar setelah mendengar teriakkan Alena.

"Mah ini gawat."

"Ada apa?" Rina penasaran, Alena tidak pernah sepanik ini. Hidupnya juga damai dengan harta yang berlimpah.

"Mamah lihat ini." Alena menunjukkan video YouTube yang tadi sempat ia download.

"Memang kenapa, itu hanya anak kecil." Jawab Rina santai.

"Mamah lihat. Ini seperti David kecil, aku pernah melihat fotonya, dan yang paling gawat mereka berdua sudah melakukan test DNA. Mah, jika benar dia anak David berarti selama ini Arumi mengandung anak nya." Jelas Alena tanpa jeda.

"Apa hasil test DNA itu sudah keluar? Lalu dari mana kau tahu jika mereka melakukan test DNA?"

"Tadi aku pergi kerumah sakit, lalu aku mendengar sendiri jika David dan anak itu ingin melakukan test DNA."

"Sayang kau harus tenang. Hasilnya belum keluar bukan? Kita bisa mengendalikan ini semua."

"Maksud Mamah?" tanya Alena penasaran. Rina hanya tersenyum sembari membelai rambut Alena.

***

Beberapa hari telah berlalu. Alena duduk gusar di kursi tunggu menunggu Tomy membawakan hasil test DNA David.

Setelah waktu itu ia berkeluh kesah dengan Rina. Akhirnya mamanya mencarikan orang dalam untuk bekerjasama.

Orang itu ialah Tomy, salah satu petugas laboratorium. Hari ini dia mengabarkan bila hasil test itu sudah keluar. Tak mau David lebih dulu membaca hasilnya, Alena pun sudah sejak enam pagi sampai di rumah sakit.

Tomy menoleh ke sekeliling, memeriksa dengan seksama jika tidak ada orang yang melihat aksinya. Ia pun dengan cepat memberikan hasil itu pada Alena.

"Jangan lupa kau transfer upahku," ujar Tomy menyeringai licik.

"Jangan khawatir. Aku akan segera membereskannya." Alena dengan cepat membaca hasil tes DNA tersebut.

Mata Alena membalak lebar. Ia meremas hasil tes tersebut dengan sekuat tenaganya. Ternyata feelingnya benar. Semula dirinya menerka bila Aqeel adalah anak David.

"Hei, kenapa kau remas kertas itu?" tanya Tomy panik. Ia sama sekali tidak mempunyai salinan hasilnya.

Alena menatap Tomy tajam. Menyuruhnya diam melalui sorot matanya.

Tangannya mencari benda pipi yang sejak tadi ia masukkan kedalam tas. Ia pun mencari nomor mamah Rina. Tak lama panggilan itu diangkat.

"Mah, bagaimana ini?" tanya Alena langsung tanpa memberikan salam terlebih dahulu.

Di seberang sana Rina sudah paham akan maksud pertanyaan Alena. Rina tampak berpikir sebentar. Dirinya juga tak ingin masa lalu itu terbongkar.

"Bagaimana kalau kita tukar saja hasil tes itu." Ujar Rina seraya tersenyum lebar.

"Ah ya. Ide yang bagus," jawab Alena setuju. Ia pun menoleh kan kepalanya menghadap Tommy, dan mematikan sambungan.

"Aku mau kau tukar hasil tes itu," titah Alena dengan nada tak ingin ada penolakan.

Wajah Tomy pucat pasi. Jika bukan bayaran mahal yang Alena tawarkan pun ia tak akan berani untuk mencuri hasil test itu.

"Aku sudah membayarmu mahal. Kau selesaikan tugasmu dengan baik," sambung Alena dingin.

Tomy hanya bisa pasrah. Ia pun mengangguk lemah. "Baik."

Alena tersenyum senang. Ia pun bergegas pergi sebelum ada yang mengetahui keberadaannya.

Sembari berjalan keluar rumah sakit, Alena menelpon Diki.

"Segera kirimkan alamat orang yang aku cari kemarin. Sekarang juga." Perintah Alena menekankan kata terakhir. Ia pun langsung mematikan sambungan.

Tak butuh waktu lama, senyum Alena mengembangkan setelah membaca pesan yang dikirimkan Diki.

Jalan yang terkenal padat merayap di Jakarta Utara itu ditempuh Alena dengan mudahnya. Sepertinya yang Kuasa memberikan kemudahan dalam setiap urusannya, dan kini kaki Alena sudah berada tepat di depan pintu apartemen Arumi.

Ketukan pintu beruntung itu terdengar dengan jelas di telinga Arumi. Ia yang sejak tadi sibuk dengan kerjaannya mau tidak mau harus bangkit dan membuka pintu.

"Siapa?" Teriak Arumi berjalan mendekati pintu dan membukanya.

Mata Arumi membulat dengan sempurna saat mengetahui Alena lah yang sejak tadi mengetuk pintu.

"Maaf Anda siapa?" tanya Arumi berpura-pura biasa saja, dan untungnya ia selalu berpenampilan culun dan memakai tompel.

Alena mendekati tubuh Arumi, jemarinya sudah gemas untuk mencabut tompel dan kacamatanya. Benar saja sebelum Arumi melakukan perlawanan Alena sudah berhasil membuat penampilan Arumi seperti dirinya.

Terpopuler

Comments

Langit Senja

Langit Senja

licik bet dah Alena.

2021-10-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!