Jarum suntik itu menembus kulit Aqeel dan juga David. Setitik darah mereka korbankan untuk membuktikan apakah mereka memang memiliki ikatan yang disebut sebagai seorang ayah dan anak.
David memandang wajah Aqeel lembut. Meskipun permintaan Aqeel terdengar konyol untuk melakukan test DNA yang sudah pasti hasilnya bisa ditebak, pasti negatif dan mereka tidak ada hubungan sama sekali. Namun, jauh dalam lubuk hati David, ia sendiri juga berharap jika Aqeel adalah darah dagingnya.
'Kau konyol, Vid. Berharap jika Aqeel anakmu! Bukankah kau hanya berhubungan dengan Alena saja? Jika benar dia adalah darah daging mu, apa yang akan kau lakukan? Menikahi si tompel besar atau sahabat si tompel besar?' Beribu pemikiran kini silih masuk menjejali pikiran David. Sebelum melakukan test DNA, ia sama sekai tidak memikirkan sebab dan akibatnya. Dirinya hanya ingin mengabulkan permintaan anak kecil yang sangat ia sayangi.
"Kami sudah mengambil darah Pak David dan juga anak ini, selanjutnya kami akan melakukan uji coba di laboratorium. Mungkin hasilnya satu minggu akan keluar," jelas petugas laboratorium.
"Baik, tapi saya berharap hasilnya akan lebih cepat keluar," ujar David seperti memerintah, dan petugas itu mengangguk kemudian berpamitan undur diri.
Netra David beralih kepada Aqeel. "Apa itu sakit?" tanya David sembari memegang lengan Aqeel, memeriksa bekas tusukan jarum.
"Tidak. Aku ini lelaki, hanya begini saja tidak ada apa-apanya."
David mengacak puncak kepala Aqeel gemas. "Siapa yang mengajarimu?"
"Tentu saja bunda Arumi!" jawab Aqeel singkat. "Urusanku sudah selesai, aku ingin pamit pulang," imbuh Aqeel dingin. Ia masih ingin menjaga jarak pada David.
David tidak ingin segara berpisah dengan Aqeel. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan anak itu. Rasa rindu menghinggapi hatinya.
"Kau suka ilmu kedokteran?" tanya David yang mendapatkan anggukan dari Aqeel.
"Bagaimana jika kau membantuku untuk memeriksa pasien? Kebetulan sebentar lagi jam praktekku," tawar David dengan senyum menggoda.
"Benarkah?" Mata Aqeel berbinar saat mendapatkan tawaran itu. Sejak dulu ia ingin menjadi layaknya dokter memeriksa pasien. Namun, karena umurnya yang masih kecil tidak ada yang mempercayai kecuali jika dalam keadaan terdesak dan saat mempromosikan produk yang dijual Arumi.
***
"Aqeel, di mana kau, Nak?" Seru Arumi cemas. Ia sudah memutari setiap sudut apartemen, tetapi tak juga menemukan bocah itu.
"Hei, Lulu. Bangunlah," ujar Arumi terpaksa membangunkan sahabatnya.
Lulu menggeliat kecil saat merasakan tepukan lembut di pipinya. Namun, rasa kantuk mengalahkan kesadarannya. Ia pun kembali bergelung di bawah selimut.
"Astaga. Bangun, Lu," tandas Arumi sedikit memberikan tenaga pada tepukan di pipu Lulu.
"Aku masih mengantuk, Rum. Kau dari mana saja? Aku lelah mencari mu," sahut Lulu masih dengan mata terpejam. Ia menepis kasar tangan Arumi dari pipinya.
"Itu tidak penting. Di mana Aqeel?"
"Di kamar."
"Tidak ada," jawab Arumi.
"Jangan bercanda, Rum. Aku mengantuk sekali, bairkan aku tidur," pinta Lulu dengan nada memohon. Semalam ia sibuk memikirkan Arumi hingga tak bisa tidur. Baru saat pukul tiga dini hari matanya bisa terpejam, lalu setengah enam bangun dan pergi ke rumah sakit.
"Aku serius, Lu. Ayo bantu aku mencari Aqeel," ucap Arumi menarik paksa tangan Lulu agar mau bangkit dari tidurnya.
"Apah?" Teriak Lulu sontak membuka matanya dengan sempurna.
Arumi mengusap-usap telinganya. Suara Lulu seperti toa rusak siap memecahkan gendang telinganya.
"Kau lihat saja sendiri," balas Arumi kesal.
Sontak Lulu berlari menuju kamar Aqeel. Ia tidak percaya dengan ucapan Arumi bila tidak melihatnya sendiri.
"Astaga, Rum. Aqeel hilang," teriak Lulu histeris. Ia masih ingat tadi meninggalkan Aqeel di sini sebelum tidur.
"Aku juga sudah mengatakannya sejak tadi, Lu," gemas Arumi saat melihat Lulu berjalan mondar-mandir di kamar Aqeel.
"Ayo, kita cari," usul Lulu merasa bersalah karena sudah ceroboh dalam menjaga Aqeel. Lulu meremas jemarinya sendiri, ia takut terjadi sesuatu dengan anak itu.
Arumi menahan napas sebentar sebelum menghembuskannya lagi. Berusaha meredam emosinya agar tidak meledak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Lulu. "Sejak tadi aku sudah menyuruhmu, Lulu," jawab Arumi dengan mengatupkan gigi-giginya. Ia tak habis pikir. Disaat genting seperti ini otak Lulu justru malah lola.
"Ya sudah. Aku mencari ke arah barat dan selatan, kau cari ke arah timur dan utara," perintah Lulu lantas berlari keluar apartemen.
"Iya," sahut Arumi setuju. Namun, sebelum Arumi keluar kamar, ia justru teringat pada David. Kemarin laki-laki itu ngotot sekali untuk bermain dengan Aqeel, ia takut bila dia berbuat nekat dan menculik paksa. Tanpa berpikir dua kali, dirinya langsung saja menghubungi David.
"Di mana Aqeel?" tanya Arumi langsung to the point saat David sudah mengangkat teleponnya.
"Dia ada bersamaku," jawab David tenang.
Klik. Sambungan telepon langsung terputus. Arumi bergegas pergi mencari taxi untuk ke rumah sakit. Beruntung jalanan tidak sepadat biasanya, hanya dengan beberapa menit, Arumi akhirnya sampai di rumah sakit AB.
Dengan sedikit berlari, Arumi melangkah tergesa menuju ruangan David yang sudah ia hafal letaknya di luar kepala.
Arumi mendorong kasar pintu ruangan David. Wajahnya merah padam, sosok yang ia cari tidak ada.
"Kemana mereka pergi?" tanya Arumi, ia pun melangkah meninggalkan ruangan David, lalu menuju meja sekertaris nya. Begitulah Arumi jika sudah emosi yang menguasai dirinya otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Harusnya tadi ia bertanya terlebih dahulu namun, ia justru langsung masuk ke ruangan David.
"Ada yang bisa saya bantu Bu?" tanya sang sekertaris seperti memandang rendah Arumi, namun Arumi tak menghiraukan itu. Lebih cepat ia tahu keberadaan David dan Aqeel itu akan lebih baik.
"Pak David kemana ya?"
"Pak David hari ini ada jam praktek di lantai bawah klinik umum."
"Baik terimakasih," ucap Arumi tanpa membuang waktu ia bergegas menuju tempat yang diberitahukan sekertaris David.
Arumi melihat pintu di mana tertulis klinik umum, dan sepertinya sepi tidak ada pengunjung. Arumi tanpa mengetuk pintu, ia langsung memutar kenop dan mendorong pintu itu.
Bibir Arumi sedikit terbuka hendak melabrak David. Namun, belum sempat ia meneriaki Aqeel untuk pulang, netranya justru menangkap sosok David yang sedang memeriksa pasien dengan Aqeel berdiri tepat di sampingnya. Hal ini membuat kemarahan Arumi runtuh. Ia tersentuh dengan kekompakan keduanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Langit Senja
auto syok dong si Lulu😭😭
2021-10-06
0
Lulaby
David-Aqeel sweet banget sih😍😍
2021-10-04
0