Merawat David

Arumi tergesa-gesa merapikan semua baju dalam almarinya lalu dimasukkan ke dalam koper. Setelah selesai dengan bajunya sendiri, kini ia beralih ke baju-baju milik Aqeel.

"Bun. Bunda yakin mau pergi sekarang juga?" tanya Aqeel.

"Iya. Lebih cepat lebih baik. Kau tidak ingin kembali?" Arumi melemparkan pertanyaan pada Aqeel. Meskipun ia berbincang dengan Aqeel, tetapi tubuhnya tak henti bergerak kesana kemari mengemas baju Aqeel dan tak sedikitpun menoleh padanya.

"Bukan begitu, Bun." Aqeel mendekati Arumi. Ia sangat tahu dengan sifat bundanya, tergesa-gesa dalam mengambil langkah tanpa memikirkan resiko kedepannya.

Aqeel memegang tangan Arumi, lalu menghentikan pekerjaannya sembari berkata, "Aqeel tahu, Aqeel salah, tetapi bagaimana dengan tujuan awal Bunda saat berniat untuk pergi kesini? Apa Bunda ingin menyia-nyiakan pengorbanan Bunda?"

Arumi sedetik kemudian termenung. Memikirkan ucapan Aqeel. Ia sudah sejauh ini melangkah dan tinggal selangkah lagi untuk bisa mencapai impiannya. Jika ia berhenti semua akan sia-sia.

"Rum, aku sudah berbicara dengan pimpinan perusahaan, sepertinya mereka kurang setuju dengan keputusanmu," ucap Lulu membuyarkan lamunan Arumi.

Belum sempat Arumi menyahuti ucapan Lulu, nomor yang sangat ia kenal, tertera di layar ponselnya memanggil.

Arumi tampak enggan untuk menjawab panggilan, tetapi menghindarinya hanya akan menambah masalah. Perlahan dirinya menggeser tombol hijau.

"Apa kau sudah gila? Kita hanya perlu bersabar sedikit lagi untuk mendapatkan tanda tangan kontrak itu, dan sekarang kau memutuskan kembali dengan tangan kosong? Lelucon macam apa ini!" Seru suara dari seberang membuat Arumi menjauhkan ponselnya dari daun telinganya. Suara itu seperti petasan yang baru saja meledak.

"Pak, maafkan saya. Tapi saya ingin menyerah. Pimpinan rumah sakit juga sepertinya tidak mudah untuk menorehkan tinta di kertas itu," jawab Arumi melawan.

"Begini saja, Rum. Dapatkan tanda tangan itu, maka gajimu akan saya naikkan tiga kali lipat beserta bonus dan kenaikan jabatan. Bagaimana, apa kau setuju?"

"Tapi, Pak ...."

"Pilihanmu hanya ada dua. Menerima tawaran saya tadi atau setelah sampai disini kau serahkan surat pengunduran diri mu! Saya tidak suka dengan karyawan yang bertele-tele!" kesal suara di seberang memotong ucapan Arumi. Dia pun memutuskan sambungan telepon secara sepihak.

"Hallo, Pak. Hallo, Pak Ardian! Yakk ...." Arumi membanting ponselnya saat suara dari seberang sudah tak terdengar lagi.

"Aku bahkan belum selesai bicara," kesal Arumi berdecak pelan.

"Apa kau sudah punya uang banyak sehingga berani membanting ponsel kesayanganmu hmm?" tanya Lulu sembari memungut ponsel Arumi.

Arumi segara tersadar dari kemarahannya. Ia menjerit histeris saat mengetahui layar kaca ponsel itu pecah.

Hiks ... Hiks ... Hiks

"Lulu ponsel ku," keluh Arumi sembari memeluk ponselnya yang sudah retak tak beraturan.

"Sudah kuduga. Wanita memang begitu labil," timpal Aqeel lantas keluar dari kamar karena tak ingin menyaksikan drama yang tak bermutu itu.

Arumi dan Lulu hanya bisa melototkan matanya saat mendengar ucapan Aqeel. Namun, Lulu tersadar dan ingin tahu kenapa Arumi bisa-bisanya melakukan hal konyol membanting ponsel miliknya. Setahunya, ponsel itu bahkan belum lunas cicilan kreditnya.

"Bunda, piara ... piara. Jadi kenapa kau membanting ponsel mu. Bukankah ponsel itu belum lunas cicilannya?"

"Iya aku tahu. Hanya saja tadi aku sedang kesal. Pak Ardian menawarkan gaji tiga kali lipat, bonus dan kenaikan jabatan kalau aku berhasil mendapatkan tanda tangan si David. Tapi, jika tidak aku disuruh mengundurkan diri," jelas Arumi yang masih memperhatikan ponsel kesayangannya.

"Dodol. Lalu apa masalahmu? Bukankah itu tawaran bagus?"

"Yaaah bagus sekali. Tapi aku tadi diliputi esmosi, jadi tidak bisa berpikir jernih," sesal Arumi.

"Sebelum pergi, lebih baik coba sekali lagi," ucap Lulu membesarkan hati Arumi yang tampak menyesal.

"Kau benar, Lu. Aku akan mencoba sekali lagi. Bila berhasil, kita bisa pergi dari sini dengan tenang," ujar Arumi bergegas mempoles wajahnya dengan tampang jelek khasnya, lalu beranjak pergi ke rumah sakit.

***

Suasana rumah sakit masih sama, tidak ada yang berubah sedikitpun. Arumi yang sudah memiliki akses untuk pergi ke ruang direktur, tidak perlu bersusah payah lagi untuk meminta izin pada resepsionis.

Sesampainya di lantai atas, Arumi merapikan pakaiannya lebih dulu. Sebenarnya Arumi ingin menunjukkan pada David, meskipun ia jelek dan culun tapi, Arumi bisa menjadi wanita modis yang tak pernah David duga.

Kali ini ia menggunakan kemeja lengan pendek, berwarna merah maron dengan tali yang dibentuk pita dibawah lehernya. Penampilannya semakin nampak elegan dengan kalung yang melingkari lehernya. Tak lupa juga ia memadukannya dengan rok berwana hitam selutut.

"Dia pasti tidak akan berkomentar dengan tampilan ku kali ini. Kalau urusan tompel, maaf saja. Aku belum bisa melepaskannya," gumam Arumi sepelan mungkin.

Baru saja ia ingin masuk ke dalam ruangan David, sekretaris yang berjaga di meja menghentikan langkah Arumi.

"Maaf Bu. Pak David nya sedang tidak ada di ruangan."

"Apa ada operasi?"

"Tidak, Bu. Saya lihat tadi dia diantar dokter Fauzan pulang."

"Em. Maaf, saya ada urusan penting dengan pak David, apa boleh saya meminta alamat beliau?"

"Anda bisa meminta pada dokter Fauzan, karena kami tidak tahu alamat beliau."

"Baiklah, terimakasih." Arumi tersenyum tipis. Dalam benaknya ia merasa heran Rumah sakit sebesar ini tidak tahu alamat direkturnya? Aneh.

Saat Arumi membalikkan badan, beruntung sekali ia berpapasan dengan Fauzan.

"Kau tompel besar. Kebetulan sekali kita bertemu, kau mencari manusia kulkas dua pintukan?" tanya Fauzan tanpa basa-basi. Tadi setelah ia mengantarkan David ke apartemen. David meminta dirinya untuk mengambilkan berkas.

"Bisakah kau tidak memanggil ku seperti itu!" Kesal Arumi.

"Ah sudahlah jangan banyak mengeluh. Kalau kau mau menemuinya, dia ada di apartemen. Sekalian aku titip berkas ini," Fauzan melimpahkan tugasnya pada Arumi. Tak ingin mendengar kata penolakan, Fauzan bergegas pergi setelah menyebutkan alamat apartemen David.

Arumi yang juga memiliki kepentingan akhirnya memutuskan untuk pergi ke apartemen David. Tiga puluh menit perjalanan akhirnya ia sampai di apartemen itu. Bunyi bel serta ketukan beruntun Arumi layangkan agar penghuninya keluar.

"Siapa itu!" Kesal David ia berjalan perlahan-lahan, rasa pusing yang menyerang kepalanya membuat ia tak berdaya. Ia pun berjalan seperti zombie untuk membuka pintu. Matanya membulat ketika ia tahu yang datang Arumi.

"Kau kenapa di sini?" tanya David dengan suara lemas.

Arumi yang masih terkejut melihat keadaan David tidak menanggapi pertanyaan itu.

"Tompel besar," pekik David menyadarkan Arumi.

"Bapak sakit atau hanya pura-pura sakit?"

"Terserah apa katamu!" Mata David terasa berkunang-kunang ia merasakan mungkin sebentar lagi akan jatuh pingsan.

"Kalau sakit mana mungkin bisa marah-marah, nada suara tinggi pula." Jawab Arumi polos. Namun, pada saat itu juga tubuh David jatuh tepat di tubuh Arumi. Beruntung Arumi tidak oleng.

Arumi memeriksa keadaan David. Dia merasakan suhu tubuh David begitu panas. Dengan tertatih Arumi membawa tubuh David masuk kedalam kamar dan merebahkan di atas ranjang. Arumi menyelimuti tubuh David hingga sebatas leher. Setelah itu ia bergegas untuk mencari kotak obat.

Arumi menemukan termometer digital lalu ia gunakan untuk memeriksa suhu tubuh David, 39⁰c.

"Astaga, dokter macam apa dia. Bisa-bisanya panas tinggi bukannya dirawat." Arumi ingin menelpon ambulan untuk membawa David ke rumah sakit. Namun, baru mengeluarkan ponselnya tangan David menarik Arumi.

"Jangan bawa aku ke rumah sakit," ucapnya sebelum ia memejamkan matanya kembali.

Mendengar kalimat itu Arumi paham, karena dirinya juga tipe orang yang tidak ingin masuk rumah sakit dengan mudah. Selama masih bisa dirawat di rumah ia akan melakukannya.

Arumi mengambil kain dan air dingin untuk mengompres david, dan menggerus obat Paracetamol untuk ia minuman pada David.

"Pak minum obat dulu," ucap Arumi namun tidak ada tanggapan dari David, hanya saja mulutnya terbuka beberapa centi.

"Mungkin ini akan sedikit pahit karena saya menggerus obat itu." Ujar Arumi sembari memasukkan obat yang ia campuran dengan sedikit air putih hangat.

David begitu patuh dengan apa yang Arumi ucapkan, dan Arumi dengan telaten merawat David. Waktu terus berjalan hingga sore tiba. Arumi merasa jika David harus makan. Ia pun pergi ke pantry untuk membuat bubur.

Beruntung disana ia menemukan beras. Mungkin juga Arumi sudah menebak, orang seperti David tidak mungkin memiliki banyak stok bahan-bahan masakan.

Arumi mencuci beras dibawah air yang mengalir, lalu ia masukkan kedalam Magicom beserta bumbu-bumbu agar membuat bubur itu ada rasanya.

Sembari menunggu bubur matang, Arumi kembali ke kamar David untuk memeriksa keadaannya.

"Kenapa panas nya belum turun?" Gumam Arumi, merasa heran. Ia pun segera membasahi kembali kain yang digunakan untuk mengompres agar terjaga suhu dinginnya.

'Kau terlihat tampan jika seperti ini.' batin Arumi yang kini mencuri pandang pada David. Namun, ia segera menghilang pemikiran itu. Arumi takut jika semua tidak akan berjalan seindah drama korea yang selama ini ia tonton.

Magicom yang tadi digunakan untuk memasak telah berbunyi. Arumi bergegas untuk mengambilkan semangkok bubur untuk David.

"Pak, Anda makan dulu. Setelah itu Anda minum obat lagi. Buka mulut, Anda." Pinta Arumi.

Pelan tapi pasti, David mengikuti kata Arumi. Beberapa suap bubur itu masuk kedalam mulut David.

"Sekarang minum obat lagi." Perintah Arumi.

Entah sudah berapa lama Arumi berada di apartemen David dan mengurusnya. Rasa lelah bercampur dengan rasa kantuk, akhirnya Arumi tertidur di kasur David.

Terpopuler

Comments

Mazree Gati

Mazree Gati

pantas saja banyak yg rela makukan apa saja demi karir dan uang kaya authorrr

2025-02-26

0

Beci Luna

Beci Luna

istri Davud sdh pisah alias cerai ya...atau meninggal..he..he..

2022-06-24

0

Margareth Gareth

Margareth Gareth

Kog yg di bahas cuma David sma Arumi... istrinya kemna, kbohongan blm juga trungkap, jgn trlalu brtele tele...

2022-05-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!