Kemarahan Arumi

Lampu ibu kota Jakarta, sudah mulai menyala. Langit mulai berganti warna dengan hitam. Malam yang panjang dilalui David, memikirkan seorang bocah yang memiliki wajah mirip dengan dirinya saat berusia enam tahun.

Mata David tidak bisa terpejam hingga pagi menjelang. Harusnya semalam ia bisa tidur nyenyak tapi, apalah daya. Penolakan yang dilakukan Aqeel bersama dengan ibunya, terus memenuhi benak David. Ia ingat dengan jelas saat ia memaksa mengantarkan Aqeel pulang, anak itu menggigit pundaknya hingga ia melepaskan Aqeel dari gendongan.

"Selamat pagi, pak David." Sapa Arumi, ia masih sedikit kesal dengan David karena kejadian kemarin, David pergi tanpa memberitahu terlebih dahulu. Namun, mengingat kontrak kerjasama yang belum mendapatkan tanda tangan, ia sekali lagi akan mencoba membujuk David.

David tersentak dari lamunannya, ia menatap si tompel jelek dengan pandangan tajam, cukup membuat Arumi bisa langsung masuk neraka. 'Ah, aku bisa memanfaatkan dia untuk dekat dengan Aqeel. Bukankah dia juga ibunya.' pikir David.

"Arumi namamu bukan?"

"Benar, Pak." Jawab Arumi.

"Setelah ini kau ada acara?"

"Saya masih menunggu tanda tangan dari pak David. Jika boleh, saya ingin segera mendapatkan nya." Jawab Arumi jujur, karena berlama-lama dengan David bisa membuat urat nadinya putus.

"Hari ini saya ada operasi, kau bisa menemani saya?"

"Apa?"

"Saya rasa kau tidak tuli? Apa perlu saya merekomendasikan dokter THT?" David berdiri dari tempat duduknya dalam pikiran David, ia mengutuki kebodohannya, bukankah ia ingin berdamai dan memanfaatkan Arumi? Tapi ucapan dan sikapnya tidak bisa berkompromi.

Arumi tersenyum kecut, mendengar ucapan dari David. Ia pun dengan gontai mengikuti langkah David.

Ruang operasi itu terletak dilantai tiga. Arumi dan David yang berada dilantai atas turun menggunakan lift. Siapa sang lift milik direktur utama bisa mengalami kemacetan.

"Astaga, Pak. Ini kenapa?" tanya Arumi yang mulai panik. Jarinya tak henti menekan tombol keluar.

David yang jengah melihat sikap Arumi, ia pun segera menarik tangan Arumi. Karena dadakan Arumi yang tidak siap tubuhnya tak seimbang, hingga terjatuh berdempetan dengan tubuh David. Untuk sepersekian detik mata mereka bertemu.

'Mata ini kenapa begitu mirip dengan dia?' Batin Arumi.

'Kenapa bau itu tercium lagi pada wanita jelek ini. Kau pasti sudah gila, Vid!' David mengutuki dirinya dalam batin. Namun, karena suasana dan kerinduan dengan bau itu David kian mengikis jarak antara ia dan Arumi.

Bibir ranum milik Arumi juga sangat menggoda, meskipun tompel itu membuat wajahnya terlihat sangat jelek tapi, jika dilihat dari jarak dekat dia hampir mirip dengan istrinya, Alena.

Ting ... Bunyi lift terbuka memutuskan pandangan Arumi dan David beserta niat David yang tadi ingin mencium bibir Arumi.

Mereka pun saling melangkahkan kaki, menuju ruang operasi dengan tergesa-gesa.

"Kau tunggu disini, sampai saya selesai." Perintah David sebelum masuk ruang operasi.

Arumi hanya bisa mengangguk, ia berdoa semoga saja ini bukan keisengan si tuan konyol.

***

Arumi berjalan uring-uringan menuju apartemennya. Tujuh jam menunggu David, lelaki itu justru meninggalkan ruang operasi tanpa memberitahu dirinya. Akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali pulang.

Arumi menahan napas sebentar. Netranya tak sengaja beradu pandang dengan sosok yang sejak tadi ia tunggu saat pintu apartemen terbuka lebar.

"Kau?" Desisnya geram. Bukan hanya karena dia telah mempermainkannya. Namun, ia juga sudah berani mendekati anaknya.

"Hai," sapa David sedikit salah tingkah. Saat tadi ingin melakukan operasi ia mendapatkan telepon dari akun fake milik Aqeel, dan membuat David meninggalkan operasi begitu saja.

Aqeel meminta untuk bertemu. David yang penasaran karena kemarin, Aqeel menolak ajakannya mentah-mentah kini justru menghubungi dirinya.

"Pergi kau dari sini," ujar Arumi tegas. Ia merasa was-was dengan kedatangan David di apartemennya. Bukan hanya itu, Aqeel pun seperti nyaman bersama David. Sosok David yang selalu mengingatkan pada malam kelam beberapa tahun silam. Bila dugaannya benar, ia takut semuanya terbongkar dan david akan mengambil Aqeel darinya.

"Aku minta maaf telah meninggalkanmu. Tadi aku ada sedikit urusan." David mengubah ucapannya menjadi tak lagi formal seperti biasanya. Ia ingin berteman dengan Aqeel, untuk itu ia pun ingin menjalin hubungan yang baik dengan Arumi.

"Omong kosong. Cepat kau keluar dari apartemen milikku. Aqeel, masuklah ke kamarmu," perintah Arumi menatap keduanya bergantian.

"Kita bisa membicarakan ini baik-baik bukan?" Ujar David berusaha meredam emosinya. Ia tak ingin cepat berpisah dari Aqeel. Anak itu berhasil membuat hidupnya lebih berwarna. Ia ingin terus bersama.

Apalagi setelah kejadian tadi. Aqeel menghubungi dirinya karena ingin meminta tolong ada kakek tua yang sudah tidak memiliki apapun. Ia sakit-sakitan dan butuh pertolongan, dengan senang hati David membantunya.

"Aqeel cepat masuk ke kamar," seru Arumi menyorot Aqeel tajam.

Aqeel tidak bisa menolak perintah Arumi. Bila biasanya ia berani melawan, tetapi melihat kemarahan Arumi yang tak main-main membuat nyalinya menciut.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku ingin kau pergi sekarang juga," ulang Arumi mendorong David ke arah pintu.

"Dengarkan aku dulu. Aku hanya ingin bermain dengannya," protes David sembari menahan tangan Arumi.

"Apa kau tidak tahu malu? Kau hanya tamu dan kehadiranmu sangat menganggu. Pergilah," ucap Arumi dingin.

Ucapan Arumi menusuk hati David. Ia pun cukup sadar diri dan bergegas pergi.

Di sepanjang perjalanan menuju apartemennya, ingatan David tak bisa lepas dari bayangan Aqeel.

"Astaga, ada apa denganku? Kenapa aku merasa seperti ada yang hilang setelah berpisah darinya?" Gumam David disela fokusnya menyetir. Bugh. David memukul kasar star bundar itu. Entah mengapa perasaannya menjadi tak karuan seperti ini.

"Sudahlah David. Lupakan anak itu. Toh dia bukan siapa-siapamu," ujarnya berusaha untuk menghapus semua kejadian hari ini.

David berpikir, wajar saja ia merasa senang dengan Aqeel. Itu mungkin karena faktor usianya yang sudah dewasa sehingga nalurinya sebagi seorang ayah muncul saat bersama anak kecil, dan hal yang membuat David semakin kagum, ternyata anak kecil yang menulis catatan itu adalah Aqeel.

Huuuft. Tarikan nafas David terdengar berat. Ia memakirkan mobilnya dengan perlahan.

David mengusap wajahnya gusar sebelum memasuki apartemennya. Ia merebahkan diri di atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar. Suasana hatinya sedang tak menentu. Berulangkali ia bersikap biasa saja, tetapi tetap saja ia merasa ada yang kosong.

***

Hari-hari telah berlalu, David seperti biasanya menjalankan aktifitas sehari-harinya. Berulang kali David menepis bayangan Aqeel, tetapi tetap tidak berhasil. Ia pun akhirnya menyusun jadwal tugasnya menjadi lebih padat.

Hal ini semata-mata ia lakukan agar dirinya sibuk dengan pasien sehingga tidak memberikan celah pada benaknya untuk memikirkan Aqeel. Namun, semua hal ia lakukan tampak tak berarti. Disela kegiatannya ia merasa hampa, tidak seperti saat Arumi menjadi asisten yang bisa ia kerjain waktu itu.

"Kenapa mukamu terlihat kusut begitu? Apakah si tompel besar tidak ada di sini?" Ujar Fauzan yang sadar akan perubahan David beberapa hari terakhir. Laki-laki itu tampak lebih pendiam dan tatapan matanya pun kosong.

"Tutup mulutmu, Fauzan. Kau membuat kepalaku semakin pening," ujar David sembari memijat kepalanya. Kesibukannya bekerja membuat jadwal makannya tidak teratur. Perutnya perih dan kepalanya berkunang-kunang.

"Apa kau baik-baik saja?" Fauzan menatap David lebih dekat. Wajah pucat David sangat kentara, ia pun mendadak cemas.

"Kau sakit. Mari ku antar kau berobat," tawar Fauzan.

"Apa kau bodoh? Aku ini dokter. Kau mau membawaku berobat ke mana huh?" Cerca David.

Fauzan menggatuk tengkuknya. Ia hanya refleks mengucapkan kalimatnya.

"Lebih baik kau antar aku pulang saja. Aku hanya perlu istirahat sebentar,"

"Baiklah. Ayok,"

Fauzan memapah David untuk membantunya berdiri. Bila keadaanya lebih baik, david pasti akan meneriaki Fauzan yang berani menyentuhnya.

Di lain sisi. Kedatangan Davis tempo lalu membuatnya tidak tenang. Ia bisa merasakan ketertarikan David pada Aqeel. Ia takut, bila mereka merasa nyaman satu sama lain, Aqeel akan ketergantungan dengan David dan memintanya untuk menikah dengan David.

"Rum, aku ingin meminta maaf." Ujar Lulu menyadarkan lamunan unfaedah Arumi.

"Kenapa?"

"Sejujurnya, Aqeel sudah pernah bertemu dengan David waktu aku aja ke mall tempo itu. Namun, karena mood kau yang kurang baik aku tidak bisa mengatakan itu." Jelas Lulu.

"Jadi sebelum kemarin ia sudah bertemu?" Arumi menarik kesimpulan dari ucapan Lulu, dan Lulu pun mengangguk sebagai tanda jawabnya.

Arumi menarik nafasnya dalam-dalam, "Lu, ayo kita kembali saja ke Yogja. Kau tahu bukan, wajah Aqeel dengan David itu sangat mirip. Aku tidak mau Aqeel meninggalkan kita." Arumi semakin gelisah dan ingin secepatnya meninggalkan Jakarta.

Terpopuler

Comments

Obie Agoes Arra

Obie Agoes Arra

eeh, dr td gak ad kbr x tu istri x davit, dan keluarga arumi jg gak ad kbr x...

2021-10-30

1

Death angel

Death angel

kembaran arumi kemana yang jadi istri David thor ??? 🤔🤔

2021-10-24

0

Mak Nai

Mak Nai

Istrinya David dan ibu tiri Arumi apa kabarnya thor apakah sudah hilang ditelan ombak😁😁

2021-10-06

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!