Bertemu

Arumi mengusap peluh yang menghiasi dahinya. Rasa lelah ia rasakan, begitu pun rasa lapar yang melanda. Beruntung tompel yang melekat di pipinya tak hilang karena banyaknya keringat yang bercucuran.

Arumi sekilas melirik tenda yang menjual makanan. Di sana ada tempat penjual bakso yang sepertinya melambai-lambai meminta untuk segera disinggahi.

"Apa aku belikan bakso saja? Salahnya sendirikan dia bilang terserah?" Gumam Arumi tampak menimbang sebentar.

"Ah sudahlah. Waktumu tinggal sepuluh menit lagi Arumi." Dirinya pun segera melangkahkan kaki menuju si penjual bakso.

"Bang beli baksonya dua, campur! Bungkus ya," ucap Arumi sembari mengelap keringatnya.

"Siap, sebentar ya." Penjual itu segera membuatkan pesanan Arumi.

"Oh ya bang, yang satu cabenya banyakin. Kalau perlu garamnya juga sekalian cukanya ya bang!" Imbuh Arumi mengeringai lebar. 'Haaah makan tuh bakso," Batinnya terkekeh geli.

Penjual bakso itu sontak menghentikan pergerakan tangannya yang tengah mengambil bulatan bakso dari panci besarnya. Ia melirik sekilas pada Arumi. "Ini pesanannya nggak salah mbak?" Tanyanya merasa aneh.

"Iya, bang," Jawab Arumi tanpa ragu. Ini kesempatan yang bagus untuk membalas perlakuan David yang seenaknya menjadikannya asisten.

"Emang rasanya nggak aneh mbak?"

"Udah deh bang, buatin aja deh buru." Perintah Arumi. Ia pun berdiri tak jauh dari si penjual dan Ingin melihat langsung

Penjual itu sedikit memberikan cuka sesuai permintaan Arumi. Kemudian menambahkan dua sendok sambal.

"Itu mah kurang, bang, " Ucap Arumi lantas mengambil sendok yang dipegang sang penjual, menambahkan tiga sendok penuh sambal.

"Garamnya mana?" Tanya Arumi.

Penjual itu sigap memberikan garam beserta wadahnya. Membiarkan Arumi sesuka hatinya menambah garam sesuai seleranya.

Arumi tampak tersenyum puas setelah menambahkan dua pucuk sendok teh garam.

"Yang satu bikin yang biasa aja yang bang, " Ujarnya lantas santai mencari tempat duduk untuk menunggu.

"Okey, siap. "

Arumi menghembuskan nafas lega. Ia tak sabar untuk melihat ekpresi David saat memakan bakso racikannya.

"Ini pesanannya, Mbak."

Arumi menerimanya dengan senang hati. Ia memberikan satu uang seratus ribuan.

"Kembaliannya mbak, " Ucap sang penjual memberikan beberapa lembar uang kertas pada Arumi.

"Makasih, ya bang." Arumi pun menerima uang kembaliannya.

"Kebalik, Mba. Harusnya saya yang bilang Terima kasih," Tuturnya.

Arumi nyengir lebar. Ia pun segera berlalu dari warung bakso. Langkah kakinya lebar-lebar agar lekas sampai.

Arumi cekatan menyajikannya bakso yang di belinya dengan mangkuk yang ia pinjam di kantin rumah sakit.

Arumi membuka pintu ruangan David dengan sikunya. Kedua tangannya sudah penuh memegang nampan. Netranya menatap ke sekeliling ruangan saat ia hanya menemukan udara kosong.

"Dimana dia?" tanya Arumi pada dirinya sendiri. Ia meletakan nampan di atas meja.

"Apa dia mengerjai ku lagi?" Geram Arumi berdecak sebal.

Arumi dengan refleks memakan salah satu bakso yang ada di mangkok. Baru bakso itu masuk kedalam mulutnya ia langsung berteriak kepedasan.

***

Di lain sisi, David tampak berjalan gontai di sebuah perpustakaan di dalam Mall. Kaki jenjangnya sejak tadi mengikuti seorang bocah laki-laki yang tengah memilih sebuah sebuah buku.

David merasa heran bocah berusia 6 tahun memilih buku tentang kedokteran bukan komik ataupun dongeng.

"Anak aneh. Dan dia terlalu fokus," gumam David sejak tadi ia ingin melihat wajah anak itu ketika menoleh. Tapi sejak tadi anak itu terus menatap buku yang sedang ia pilih dan dibaca.

Kini David percaya dengan apa yang Leo bilang beberapa jam yang lalu saat ia menunggu Arumi membawakan makan siang untuknya.

Leo mengatakan jika Aqeel bukanlah anak sembarangan, menurut informasi yang ia dapatkan jika Aqeel berasal dari Yogja. Sejak kecil ia sudah pandai membaca dan berhitung, dan waktu usia 4 tahun dia sudah bisa memberikan pertolongan pada orang pingsan. Dan satu hal lagi ia memiliki dua ibu, karena wajah tampan miliknya, Leo menyatakan bahwa ia pasti anak kandung Lulu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Anak itu membalikkan tubuhnya dan meletakkan buku yang sejak tadi dibaca.

David yang sejak tadi menantikan hal itu dibuat terkejut ia mematung ditempatnya. Ia mengamati wajah Aqeel dengan seksama. Ia tertegun dengan wajah Aqeel yang tampak mirip dengannya.

'Apa aku sedang kembali di usiaku 6 tahun?' tanya David dalam batin, matanya tak berkedip sama sekali.

Tak berbeda dengan David. Aqeel juga merasa seperti itu, ditambah saat bertemu dengan David secara langsung. Ia juga mengingat saat Lulu bilang jika wajahnya begitu mirip dengan David.

Aqeel yang belum terlalu yakin jika lelaki di depannya itu yang kemungkinan besar adalah ayahnya. 'Apa dia ayahku? Ah mana mungkin aku punya ayah seperti dia.' gumam Aqeel menolak dengan keras pikiran konyolnya.

Aqeel melirik lagi wajah David, dan Aqeel melihat jika David menatap dengan tatapan seperti terpanah, Aqeel yang ditatap seperti itu pun merasa jengah.

"Jika Anda masih seperti ini saya bisa saja berteriak, jika Anda penculik anak, " ucap Aqeel menyadarkan David.

"Berteriak lah. Siapa yang akan percaya dengan omong kosong mu!"

"Benarkah itu, tuan David yang terhormat."

"Ah, sekarang saya yakin jika memang kau pemilik akun fake itu."

"Lalu apa yang ingin Anda lakukan? Apa Anda ingin memberikan hadiah pada anak kecil yang sudah mengalahkan Anda?" Seloroh Aqeel membuat David memanas seketika.

"Ah, benar saya hanya mengalah saja waktu itu. Karena saya merasa lawan saya mungkin saja anak kecil. Lagipula orang tua seperti saya mana tega membiarkan anak kecil kalah hanya dalam sebuah game." Jelas David panjang lebar.

David terpaksa menutupi kekalahannya dengan kebohongan dan merendahkan diri. Ia tidak mungkin mengakui semua, bisa-bisa harga dirinya jatuh sampai ke dasar samudera.

"Benarkah itu tuan David yang terhormat?"

"Lupakan masalah itu. Saya ingin bertanya siapa ayahmu?" tanya David sejak tadi sudah mulai penasaran.

Sementara itu, Lulu yang sejak tadi berbelanja di supermarket dalam mall kini telah selesai dengan urusannya. Ia segera bergegas untuk mencari Aqeel yang tadi ia tinggalkan di perpustakaan.

Pandangan Lulu menyapu setiap sudut ruangan, mencari Aqeel. Netranya membulat sempurna saat melihat sosok yang tidak asing sedang berbincang dengan anak asuhnya. Dengan langkah kaki seribu, Lulu menghampiri David dan Aqeel yang tengah saling pandang dengan tatapan serius. Ia khawatir bila Aqeel membuat masalah dengan laki-laki itu.

"Maaf, Tuan. Apa anak saya membuat kesalahan?" tanya Lulu memecahkan keheningan antara David dan Aqeel.

"Anda ibunya ?"

"Iya, saya ibunya!" jawab Lulu sembari memeluk tubuh mungil Aqeel. Nada dingin dari suara David membuat Lulu bergidik ngeri, ia takut bila dia berbuat kasar dengan Aqeel.

David tersenyum tipis. Menatap Aqeel dengan seksama. Anak itu cukup menggemaskan dengan caranya sendiri. Walaupun ia terlihat dingin dan sedikit dewasa, tetapi David merasa nyaman dengan caranya bicara.

"Saya senang bisa mengbrol dengan anak Anda. Saya berharap bisa lebih akrab lagi dengannya. Tenang saja, saya bisa memberikan apapun untuknya," ucap David sembari menatap Aqeel.

"Apa maksud Anda, Tuan?" tanya Lulu mengerutkan dahinya. Meski ia bisa menangkap maksud dari ucapan David, tetapi ia merasa kalimat itu tidak pantas diucapkan oleh orang yang berpendidikan tinggi seperti David.

Dirinya merasa geram. 'Apakah dia pikir semua bisa didapatkan dengan uang? Sehingga tanpa basa-basi mengucapkan kalimatnya?'

"Begini Nyonya. Bisakah saya membawa anak Anda untuk bermain sebentar? Saya berjanji akan memberikan apapun yang anak Anda inginkan saat bermain dengan saya. Pasti," jelas David.

"Apa Anda tidak memiliki etika Tuan? Anda pikir saya akan tertarik dengan penwaran Anda?" Balas Lulu dengan nada meninggi.

"Baiklah. Saya juga akan memberikan Anda sedikit uang. Yah, hitung-hitung sebagai rasa terima kasih karena anda telah mengizinkan," ujar David mencoba membujuk Lulu.

Lulu tersenyum sinis. Ia tak menyangka David akan berpikir serendah itu.

"Cukup,Tuan. Saya tidak ingin penawaran apapun. Permisi," tandas Lulu sembari menggandeng Aqeel untuk berlalu dari perpustakaan.

"Tunggu." David refleks menarik lengan Lulu. Ia sungguh- sungguh ingin mengenal Aqeel lebih jauh.

"Saya akan melakukan apapun asal Anda mengizinkan saya untuk bermain sebentar dengan Aqeel."

"Apakah Anda bodoh Tuan? Bukankah lebih baik Anda berbicara, akan menjaganya dengan baik saat bersamanya? Uang bukanlah segalanya, tapi melihatnya baik-baik saja adalah prioritas. Konyol sekali, Anda!" sahut Lulu segera menarik tangan Aqeel untuk pergi dari hadapan David.

Ia tidak ingin mendengar kalimat apapun dari David. Bila dipikir lagi, bisa saja akan terjadi sesuatu dengan Aqeel, laki-laki dengan entengnya menukar nyawa Aqeel dengan uang. Tidak, Lulu tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada anaknya.

Tubuh David membeku di tempatnya. Ucapan Lulu menyadarkan akan kebodohannya.

"Tunggu, Mah," ucap Aqeel tiba-tiba menghentikan langkah Lulu.

"Ada apa?" tanya Lulu menghentikan langkahnya.

Aqeel menoleh kebelakang menatap David. Tatapannya mengisyaratkan agar laki-laki itu menyejajarkan diri terhadapnya. David seakan luluh dengn perintah Aqeel, ia mendekat pada bocah itu dan berjongkok mensejajarkan tubuhnya.

"Lain kali, jangan pernah menyombongkan diri. Semuanya memang butuh uang, tetapi uang tak akan bisa sebanding dengan kasih sayang. Untuk ayahku, kau tidak perlu tahu. Ini urusan pribadiku," ucap Aqeel dengan nada sedikit mengejek.

David menelan ludahnya. Ia tak menyangka Aqeel bisa sebijak itu. Ia pikir sejak tadi Aqeel hanya diam sembari mendengarkan karena tidak tahu apa-apa. Ternyata, bocah itu pun bisa memahami permbicaran orang dewasa di depannya.

Aqeel menarik tangan Lulu untuk bergegas pergi meninggalkan David. Namun, hanya beberapa langkah David akhirnya membuka suara. "Baiklah, pangeran kecil. Kalau begitu, izinkan saya untuk mengantar Anda pulang sebagi bentuk permintaan maaf atas kelancangan saya,"

Tanpa menunggu persetujuan dari Aqeel, David pun mengangkat tubuh Aqeel dan menggendongnya dengan satu tangan.

Aqeel cukup terkejut dengan perlakuan David. Namun, peluk hangat dari David membuatnya tak bisa berkutik.

Aqeel menyandarkan kepalanya di pundak David. Entah mengapa ia merasa nyaman di dekat David. Ini aneh, biasanya ia akan merasa risih. Bahkan jarang sekali ia mau digendong Arumi atau Lulu.

Aqeel terus tenggelam dalam pikirannya. Membiarkan David terus menggendongnya sampai ke parkiran.

Lulu yang masih tidak habis pikir mengikuti langkah David. Tidak biasanya Aqeel mau berkontak fisik sedekat itu. Ada apakah ini?

Terpopuler

Comments

kiki

kiki

kabar alena dan mak lampir kmn

2021-12-15

0

Langit Senja

Langit Senja

nggak semuanya bisa dibeli dengan uang pak David🙄🙄

2021-10-06

0

Quora_youtixs🖋️

Quora_youtixs🖋️

like selalu buat karyamu 😍

2021-10-02

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!