Arumi masih duduk terdiam di ruangan meeting tempat dimana David menyuruh nya untuk menunggu. Ingatannya berputar dengan kejadian yang ia alami tadi.
Flace back
David membalikkan tubuhnya menatap kearah Arumi. Lalu berkata, "Tunggu saya di ruang kemarin."
Arumi mengerjap-ngerjapkan matanya. Menatap punggung David yang sudah sudah menjauh dari pandangannya. Apa dia tidak salah dengar? Batinnya heran.
"Hei, tunggu," seru Arumi tersadar tentang niatnya datanga ke rumah sakit. Ia pun mengejar langka David. Dirinya sudah secepat kilat datang dan hasilnya? Dia hanya mendengarkan bualan tidak penting? dan jika ia tidak salah dengar hanya disuruh menunggu. Arumi ingin secepatnya mendapatkan kejelasan tentang penawaran kerjasama nya.
Fauzan tergesa ikut mengejar David. Sebagai asisten ia harus mengikuti kemana David pergi.
"****," gumam Arumi berhenti mengejar. Ia sudah kehilangan jejak.
"Apa dia sengaja mengerjai ku?" Gumam Arumi berdecak sebal. Namun, kalau dipikir-pikir. Ia merasa ada yang aneh dengan David. Sejak kapan laki-laki arrogant seperti dia bisa berbicara manis seperti itu? Walau ada pedasnya sedikit.
"Di mana David?" tanya Fauzan yang baru sampai.
"Tidak tahu," jawab Arumi sembari mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
"Kau ini bagaimana, mengejar David saja tidak bisa," cibir Fauzan. Ia kini berdiri di samping Arumi, menengok ke sekeliling untuk mencari petunjuk.
"Kau sendiri pun kehilangan jejaknya. Kenapa menyalahkan aku?"
"Kau kan yang berlari lebih dulu," sergah Fauzan tak mau disalahkan. Seketika ia mengingat sesuatu. Ia pun menoleh ke arah Arumi. Matanya memicingkan heran. "Kau ngedukun di mana?" tanya Fauzan. Ia merasa kagum dengan Arumi yang bisa membuat David mengalah sampai mengucap kata maaf. Hal yang tidak pernah ia dengar sebelumnya dari mulit David. Bahkan ketika pamannya bersalah, ia akan mengirim orang-orangnya untuk menyelesaikan masalahnya.
"Apa maksudmu?" tanya Arumi bingung.
"Kau tau David baskoro kan?"
"Ya?" Ujar Arumi menganggukan kepalanya.
"Si manusia paling dingin bahkan mengalahkan kulkas dua pintu."
"Iya?"
"Kutub utara mungkin akan insecure kalau bertemu dirinya karena kalah dingin," imbuh Fauzan.
"Lalu?"
"Dan kau bisa membuatnya berbicara panjang lebar bahkan dia mau meminta maaf. Ini luar biasa sekali bung," ucap Fauzan takjub. Sepertinya ia harus banyak belajar dari Arumi. Sehingga ia tak harus mendengarkan ucapan sarkas David padahal laki-laki itu yang bersalah.
"Mungkin dia sehabis terpeleset di kamar mandi, makanya otaknya sedikit konslet."
"Bisa jadi sih," jawab Fauzan membenarkan
"Atau jangan-jangan David menyukai mu? Tapi itu tidak mungkin juga," Terka Fauzan. Meski David terkesan dingin, tetapi ia selalu bersikap lembut pada istrinya, Alena.
"Amit-amit." Arumi menggetok kepalanya berulangkali.
Fauzan nyengir lebar. Ia menatap Arumi seksama dari pucuk kepala hingga ujung kakinya. "Tapi, ku pikir kau juga bukan tipenya," sambung Fauzan kemudian. Matanya mencuri pandang pada tompel besar Arumim
Arumi mendengus kasar. Lantas menghentakan kakinya melenggang pergi.
Flace back off
Arumi melirik jam yang melingkar indah di tangannya, meskipun itu bukan jam ternama namun keindahannya hampir sama dengan jam-jam yang berharga puluhan juga. Sekilas ia nampak berpikir, jika nanti bisa bekerjasama dengan David Baskoro alangkah lebih baik ia memberikan hadiah sebuah jam, agar ia tidak ngaret kayak permen karet.
Kekesalan Arumi semakin memuncak sudah hampir 5 jam ia menunggu, dan yang tidak bisa diajak kompromi adalah perutnya. Lapar, kondisi dimana ia hibernasi kata anak muda jaman sekarang.
"Sepertinya aku keluar dulu mencari makanan. Lagian ini rumah sakit internasional kenapa tidak ada yang memberikan tamu minum atau makanan," ucap Arumi sembari memegang perutnya yang sudah berbunyi.
Baru saja ia ingin melangkahkan kakinya. Namun, ia mendengar suara langkah kaki menuju ruangan itu, tidak heran jika Arumi mendengar langkah itu. Perpaduan sepatu pantofel yang seperti sengaja diadukan dengan lantai terdengar dengan begitu menggema, mengisyaratkan bahwa siapa saja yang mendengar nya harus tunduk.
'Tuhan semoga ia terpeleset, lalu guling-guling.' Doa Arumi dalam batinnya.
Sesuai dugaan pemilik langkah itu adalah David. Dia berjalan layaknya model papan atas dengan tangan diselipkan dikantong celana berwana hitam. Untuk sesaat Arumi merasa, kagum.
'Keren, seperti opa-opa korea Lee Jong suk saat memainkan peran dokter misterius. Tapi, kenapa tampangnya seperti sangat familiar?' batin Arumi.
"Sudah? Anda menikmati kegantengan saya?" Kalimat sarkas itu menyadarkan Arumi dalam lamunannya.
"Maaf Dok." Arumi membungkukkan badan saat berucap.
"Anggap saja perkataan saya tadi adalah angin lalu. Kau masih ingin kerjasama dengan rumah sakit ini?"
Lagi, pertanyaan bodoh yang Arumi dengar. Jika tidak mau untuk apa dia menunggu selama 5 jam hingga membuat cacing dalam perutnya berlomba-lomba meneriaki dirinya agar segera diberi makan.
"Tentu saja saya masih ingin berkerjasama." Jawab Arumi dengan ramah.
"Baiklah. Tapi saya ada syarat."
"Syarat?" tanya Arumi mengulang ucapan David, dan hanya mendapatkan anggukan darinya.
"Syarat apa, Pak?"
"Jadi asisten pribadi ku selama beberapa hari!"
"Tapi,"
"Mulai dari sekarang."
"Saya belum menerimanya,"
"Buatkan saya kopi." ucap David tanpa mau mendengarkan penolakan dari Arumi.
Arumi hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Ia berpikir apa perlu ia membumbui kopi itu dengan sianida?
"Disini tidak ada sianida. Jadi jangan berharap kau bisa memasukkan obat itu," ucap David membuat mulut Arumi terbuka beberapa senti.
"Tutup mulut mu. Bau nya bisa membuat nyamuk dan lalat disini mati."
Arumi semakin kesal mendengar ocehan unfaedah dari David. Ia pun menggebrak meja.
"Sekali lagi kau bersikap seperti itu. Waktumu akan habis, saya jamin kau tidak akan mendapatkan kerjasama itu."
Arumi kembali tersenyum, ia pun bergegas untuk membuat kan kopi.
Setelah kepergian Arumi. David mengambil ponselnya, ia pun menelpon Leo kembali.
"Cepat kau selidiki siapa anak itu," titah David.
"Baik, bos. Saya usahakan secepatnya memberikan informasinya," jawab Leo .
"Bagus." David langsung menutup sambungan telepon.
"Sampai aku bisa menemukan siapa anak itu, kau akan tamat, Arumi."
***
David duduk di kursinya membaca buku seputar kedokteran sembari menunggu Arumi datang.
Selang beberapa menit, Arumi datang membawakan kopi pesanannya.
"Ini kopinya, " Ujar arumi hati-hati meletakan kopi di depan David.
"Bagus, sekarang kau carikan aku makan ya. Aku belum makan siang, " Titah David. Ia pun menyesap kopi buatan arumi.
"Apah?" Arumi membukatkan matanya dengan sempurna. Ia merasa bukan lagi menjadi asisten tetapi kacung.
"Kalau kau tidak mau tidak apa-apa. Lebih baik sekarang kau pulang dan jangan pernah datang lagi aku tak akan menandatangi kontrak itu. "
"Eh iya. Aku akan membelikanmu makan siang, " Sahut Arumi cepat.
"Kau mau makan apa?"
" Terserah."
Arumi menggaruk tengkuknya, merasa bingung.
"Aku hanya memberikan mu waktu lima belas menit."
Arumi tersentak kaget. "Iya. Aku pergi. "Ujarnya bergegas keluar dari ruangan David.
David menyeringai lebar. Tampak puas dengan kepergian arumi. Tiba-tiba ponselnya berdering panjang dilihatnya panggilan dari leo.
"Ada apa?" Tanya David dingin.
"Aku sudah menemukan informasi tentang anak itu bos."
"Oh ya? Cepat sekali?"
"Ooo jelas. Saya kan hacker handal." Jawab leo sedikit menyombong kan diri.
"Ck. Apa info yang kau dapat?"
"Aku baru saja tak sengaja bertemu anak itu di jalan bersama ibunya. Setelah ku telurusi ternyata wanita itu teman Arumi yang bernama Lulu." Jelas Leo.
"Lalu?"
"Sudah bos, itu saja yang saya dapatkan!"
"Apa kau bodoh? Jika hasil seperti itu, aku bisa menyuruh anak SD saja yang mencari tahu!" Seru David meluapkan kekesalannya. "Cari informasi lebih detail tentangnya!" Perintah David lagi. Ia pun memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Rafanda 2018
arumi bodoh demi kontrak rela jadi babu,,jd neg bacanya
2023-05-29
0
Alya Yuni
Brsikap dingin tpi bisa di tipu ap lgi dokter tpi bodoh bngat
2021-12-25
1
kiki
wuihh arumi anak alkes nih
2021-12-15
0