Permintaan Maaf

Seperti mimpi buruk, harga diri David terjun bebas tanpa parasut. Dia yang bergelar sebagai doktor harus kalah dalam permainan yang berkaitan dengan ilmu yang ia kuasai. Terlebih lagi dia harus meminta maaf pada si tompel besar, Arumi.

Malam semakin larut, David belum juga bisa tertidur karena tak kunjung mendapatkan hasil laporan tentang akun Instagram itu.

"Arggh ...." Geram David, ia menyambar ponsel miliknya. Lalu dicari lagi nama Leo.

Hanya sekali bunyi tut panggilan itu langsung diterima Leo.

"Bagaimana?" tanya David langsung pada intinya.

"Maaf bos. Akun itu menggunakan sistem pengamanan. Saya belum bisa mendapatkan informasinya. Namun, saya akan usahakan besok sudah mendapatkan nya," jelas Leo panjang lebar sebelum David menceramahi nya.

"Dasar tak berguna. Copot sloganmu yang katanya hacker handal. Begitu saja tidak becus!" Omel David.

Di seberang sana Leo menarik nafasnya dalam-dalam. Klien satunya itu memang tidak pernah mau tahu bagaimana cara kerjanya, yang ia inginkan adalah hasilnya saja.

Jika sudah seperti ini, Leo hanya bisa berucap, "Sekali lagi saya minta maaf bos. Saya akan usahakan secepatnya untuk mendapatkan informasi akun tersebut."

"Aku tidak peduli. Mulai dari detik ini aku akan memberimu waktu 1x24 jam. Jika aku belum menerima datanya, lebih baik kau berhenti dan jadi penjual sayur!"

"Baik bos," jawab Leo singkat. Berhadapan dengan David jika tidak berbicara pendek untuk mengintrograsi, maka dia akan berbicara panjang lebar untuk mencaci. Namun, dengan ciri khas setiap ucapan yang keluar dari mulutnya tentu saja seperti bon cabe level 10. Pedas gilaaa!

David mematikan ponselnya, ia membayangkan bagaimana caranya untuk meminta maaf pada Arumi. Jangankan pada dia, pada orang yang selevel dengannya, David tidak pernah mengungkapkan kata maaf.

"Sial. Aku tidak mungkin meminta maaf padanya. Mau ditaruh di mana mukaku nanti?" Ujar David sembari mengurut pangkal hidungnya. Malam ini dirinya benar-benar memeras otaknya untuk berpikir hingga dia kelelahan dengan memikirkan solusi yang tanpa hasil.

David beranjak dari kursinya, perlahan merebahkan diri di ranjang. Kepala yang semakin pening membuatnya menyerah. Ia pun akhirnya tertidur dalam apartemen mewah miliknya.

***

Perpaduan antara telenan dan pisau yang sedang mengeksekusi sayuran itu membuat pagi kian menghangat. Dapur minimalis yang berada di dalam apartemen itu begitu memperlihatkan Arumi yang sedang sibuk membuat menu sarapan pagi.

Ya, sudah menjadi peraturan tak tertulis sejak 7 tahun yang lalu. Jika untuk menu sarapan Arumi yang akan memasak dan untuk menu makan malam, itu adalah tugas Lulu. Mereka saling mengisi satu sama lain untuk memberikan pola makan yang baik untuk Aqeel dan tubuh mereka sendiri.

"Pagi," sapa Lulu sembari menguap lebar. Dirinya baru saja terbangun setelah hampir larut malam tertidur untuk mengerjakan tugas kantor yang kemarin siang ia tinggalkan.

"Pagi, nona besar."

"Kau bikin apa? Sepertinya itu enak."

"Kau yang membeli sayuran, kenapa pula kau malah bertanya apa yang aku masak. Pertanyaan retoris," cibir Arumi tanpa mengalihkan pandangannya untuk menengok pada lawan bicaranya. Ia kini sibuk menyiapkan bumbu untuk memasak.

"Ck, masih pagi-pagi saja sudah hipertensi. Mau dapet ya, Bu?"

"Iya. Dapet partner hidup yang lebih kalem dan tidak banyak bertanya. Sehingga yang lama bisa ku tendang sampai antariksa," ujar Arumi asal. Sejak kemarin ia masih terus bad mood. Ia masih memikirkan tendernya.

"Dasar psikopat."

Arumi menarik nafasnya dalam-dalam, tangannya dengan cekatan mencuci sayuran yang sudah ia potong-potong. Setelah itu, ia menumis bawang bombai dan mengaduknya agar matangnya merata.

Harum khas bawang bombai yang ditumis membuat setiap hidung yang menciumnya akan merasakan kelaparan yang tak bisa ditahan.

"Rum, apa kau pikir aku ini radio rusak? Bukannya menjawab pertanyaanku kau malah sibuk sendiri," kesal Lulu seraya menyedekapkan tangannya di dada.

"Aku lagi malas berbicara, Lu."

"Kenapa?" tanya Lulu heran. Tidak biasanya si crewet malas berbicara. Biasanya Arumilah yang merecokinya dengan suara cemprengnya. Kebisuannya pagi ini membuat apartemen terasa sunyi.

"Pimpinan rumah sakit itu akan menerima kerjasama denganku atau tidak ya? Jika tidak aku pasti tidak bisa menempati posisi manager marketing, dan pastinya aku masih harus bekerja keras untuk biaya Aqeel yang sebentar lagi akan sekolah," Jelas Arumi tanpa jeda mengutarakan segala kegundahan hatinya.

"Rum, tenang saja. Untuk biaya Aqeel kan masih ada aku. Kita bisa mencukupi kebutuhannya bersama-sama."

"Umurmu semakin lama juga semakin tua. Apa kau tidak mau menikah dan memiliki keluarga sendiri?" tanya Arumi secara tidak langsung menolak halus saran dari Lulu. Ia tak mau bergantung pada orang lain. Ia sudah berjanji untuk membesarkan Aqeel dengan tangannya sendiri.

"Kita sudah berulangkali membahas ini, kenapa kau membahasnya lagi?" Ujar Lulu merasa tak nyaman dengan topik pembicaraan yang dilontarkan Arumi.

"Baiklah. Kita sudah sepakat untuk tidak memberitahu satu sama lain kisah kita. Tapi, sebagai saudara aku ingin kau juga memiliki seorang pendamping dalam hidupmu," tutur Arumi menjelaskan. Ia sama sekali tidak berniat untuk mencampuri urusan masing-masing. Namun, bukankah sudah menjadi kodrat wanita untuk memiliki seorang suami?

Tujuh tahun mereka satu atap, mereka memutuskan untuk tidak saling tahu tentang kehidupan masa lalu satu sama lain. Bagi mereka, menjalani kehidupan kedepan akan lebih indah dibanding harus menengok kebelakang untuk masa lalu.

Saat Arumi dan Lulu masih berbincang, Aqeel yang berada di dalam kamar membuka lagi akun game yang dimainkan bersama dengan David.

Dilihatnya menu pesan. Namun, tidak ada pesan apapun.

"Apa dia terlalu pengecut? Kenapa dia tidak menjawab pesan ku," gumam Aqeel kesal.

Ia pun beralih ke aplikasi Instagram dan membuka akun yang kemarin ia buat. Lalu mengirimkan pesan pada David berupa sebuah rekaman permainan dan chatnya.

[Lihatlah video itu dan chat mu. Aku jamin jika kau tidak meminta maaf, reputasimu akan hancur dalam sekejap.]

David yang kebetulan sedang online langsung melihat notifikasi pesan dari Aqeel. Ia buru-buru membuka akun Instagram nya. Kedua netranya membelalak sempurna, ia tak menyangka lawan mainnya akan seserius itu mengancamnya. David pun segera mengetik pesan balasan.

[Baiklah. Sekarang juga aku akan meminta maaf pada si tompel.]

David segera mencari nomor Arumi. Mengiriminya pesan untuk datang di kantornya. Tak lama kemudian, pesan yang ia kirimkan telah mendapat jawaban.

[Baik, Pak. Saya akan segera ke sana.]

David menggebrak halus meja di depannya. Ia tak bisa membayangkan saat nanti bertemu Arumi. "Awas kau, aku akan membalasmu nanti," kecam David sembari menopang kepalanya dengan satu tangan. Kedua netranya terpejam, menyusun kalimat perminta maafan tanpa harus merendah.

"Om."

David sontak membuka matanya. Ia kini melotot tajam pada Fauzan yang sudah berdiri tegak di seberang meja kerjanya.

"Apa kau sudah bosan bekerja di sini?" Ujar David yang kaget dengan kemunculan Fauzan yang mendadak.

"Emm tidak. Itu, anu. Keluarga nyonya Berlin sudah datang untuk memberikan keputusan tentang rencanya operasi," ucap Fauzan terbata. Bulu kuduknya seketika meremang saat pandangannya beradu dengan manik hitam milik David.

"Baiklah. Aku akan menemuinya sebentar lagi."

Fauzan mengangguk sekilas. Ia pun segera berlalu dari hadapan David sebelum laki-laki itu lebih dulu mengusirnya.

David tak segera beranjak dari kursinya. Ia masih duduk termenung di kursinya memikirkan Arumi.

Setelah beberapa detik ia pun bergegas keluar ruangan untuk menemui keluarganya nyonya Berlin.

***

"Selamat siang, Pak David," sapa Arumi yang tak sengaja berpapasan dengan David di lorong rumah sakit. Kedua sudutnya tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman manis.

"Siang," ketus David memasang wajah masam. Yang benar saja, secepat itukah Arumi menemuinya? Ia bahkan belum siap untuk mengatakannya.

"Saya tak punya waktu lama. Saya hanya ingin mengucapkan maaf karena telah menyuruhmu untuk operasi plastik. Saya asa tompelmu hanya sedikit menggangguku. Jadi tidak masalah jika kau tidak mau membuangnya," tutur David dingin tak ingin berlama-lama berhadapan dengan Arumi.

Kedua alis Arumi bertautan, otaknya mencerna kalimat David sedikit lambat.

"Waaah, apa aku tidak salah dengar? Seorang David baskoro mau meminta maaf?" Timpal Fauzan yang tak sengaja tengah lewat di lorong itu.

Davin melirik sekilas ke arah Fauzan. Ia juga menatap ke sekeliling. Wajahnya merah padam saat beberapa perawat berbisik-bisik sembari mengarahkan pandangan padanya.

"Diam kau." David pun segera melenggang pergi. Meneruskan langkahnya untuk menemui keluarga nyonya Berlin. Harga dirinya benar-benar jatuh sampai ke dasar bumi. Ia dibuat malu setengah mati.

Suara deringan panjang memghentikan langkah David. Tangannya cekatan meraih ponsel di saku jas.

"Apa?" tanya David tanpa melihat siapa penelpon itu.

"Saya sudah mendapatkan data akun fake itu bos."

"Siapa?" Jawab nya lagi dengan ketus.

"Nama aslinya adalah Aqeel. Dia seorang bocah berusia enam tahun."

"Apah?" David seketika syok mendengar ucapan Leo. Jadi, dia dikalahkan oleh anak kecil? Memalukan sekali David!

"Bos?" Seru Leo saat David tak kunjung bicara.

David segera mematikan sambungan teleponnya sepihak. "Awas kau Arumi, aku akan membuatmu seperti berada di neraka. Beraninya kau menyuruh anak kecil untuk mempermainkanku!"

David membalikkan tubuhnya menatap kearah Arumi. Lalu berkata, "Tunggu saya di ruang kemarin."

Terpopuler

Comments

Riana♕

Riana♕

🤣🤣🤣🤣🤣🤣harga turun drastis jeglek

2021-11-25

0

Death angel

Death angel

doble kill 🤣

2021-10-24

0

Langit Senja

Langit Senja

David kalau ngomong nyablak banget

2021-10-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!