Benar saja, ketika jam makan siang, Bastian pulang ke rumah bersama Danu, asisten sekaligus tangan kanan kepercayaan Bastian.
Ketika mereka sedang makan, Chacha keluar dari kamarnya. Danu yang sedang makan terhenti saat melihat Chacha yang keluar dari kamar pembantu.
"Bos muda .... "
"Jangan banyak omong jika ingin bonus mu bulan ini aku keluarkan," kata Bastian memotong perkataan Danu.
"Tapi bos muda, ini kayaknya sangat keterlaluan."
"Keterlaluan mana dengan kamu yang diberhentikan tanpa pesangon?" tanya Bastian.
Danu hanya bisa diam sambil melepaskan napas berat saat Bastian mengucapkan kata-kata itu. Ia tahu, Bastian tidak pernah main-main dengan ucapannya. Sementara, Danu sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk menopang kebutuhan keluarganya.
Selesai makan, Danu beristirahat di kamar tamu, sedangkan Bastian naik menuju kamarnya. Ya, terkadang, Danu juga nginap di rumah ini. Rumah ini seperti rumah kedua bagi Danu sejak ia bekerja dengan Bastian beberapa tahun yang lalu.
Melihat Danu yang tidak bersama Bastian, Chacha memanfaatkan kesempatan ini untuk bicara dengan Bastian sekarang. Ia segera naik ke lantai dua untuk bertemu dengan Bastian di kamarnya.
Chacha mengetuk pintu kamar Bastian dengan berat hati. Tapi mau bagaimana lagi, hanya Bastian lah satu-satunya harapan ia untuk mendapatkan uang yang Keke inginkan.
"Masuk." Bastian berkata dari dalam kamar.
Chacha pun masuk ke dalam dengan langkah berat seperti ada batu di kedua kakinya.
"Bas--Bastian, aku mau ngomong."
"Bicaralah!" kata Bastian tanpa sedikitpun menoleh dari laptopnya.
"Aku mau pinjam uang lima juta," kata Chacha bicara cepat tanpa basa-basi.
Bastian yang sibuk dengan laptopnya, kini berhenti saat mendengarkan perkataan Cahcha barusan.
"Pinjam uang? Heh, akhirnya, ular membuka topeng dombanya juga," kata Bastian dengan nada mengejek.
Chacha hanya diam saja. Diam menahan rasa kesal dan amarah akibat perkataan Bastian. Mau bagaimana lagi, demi neneknya, Chacha sudah membatu kan hati sebelum ia masuk ke kamar Bastian yang pasti akan bicara pedas padanya.
"Ada ada nggak?" tanya Chacha berusaha setenang mungkin.
"Kamu pikir aku ini bank mu, yang bisa kapan aja kamu tarik uangnya jika kamu butuhkan."
"Katakan saja bisa atau tidak. Kalau tidak bisa, aku tidak akan memaksa."
"Tidak bisa. Kamu pikir kamu punya kerjaan? Mau pinjam uang, gantinya pakai apa? Daun? Atau, tunggu kamu jual diri baru ganti uangnya, gitu?"
Mendengar kata-kata itu, Chacha tidak bisa menahan emosinya lagi. Air mata tiba-tiba jatuh begitu saja.
"Katakan saja jika kamu tidak bisa meminjamkan aku uang Bastian! Tidak perlu berkata panjang lebar lagi. Aku sudah berusaha bertahan dan mengalah dengan semua perlakuan kamu. Apakah itu belum cukup buat kamu terus-terusan menyakiti hatiku," kata Chacha sambil menangis.
"Salah kamu mau masuk rumah ini. Siapa suruh kamu bersedia menikah dengan aku. Kamu siap menikah, itu artinya, kamu siap terima semua perlakuan aku," kata Bastian tanpa rasa bersalah.
Chacha langsung meninggalkan kamar Bastian sambil menangis. Rasanya, ia ingin sekali menjerit dan mengatakan kalau Bastian itu laki-laki brengsek pada dunia. Sayangnya, ia tidak boleh melakukan hal itu.
Chacha duduk di lantai. Ia menyandarkan punggung pada besi ranjang yang ada di dalam kamarnya ini. Ia masih menangis. Bukan karena sedih, namun karena marah. Hatinya terlalu sakit dengan kata-kata Bastian barusan. Apakah begitu buruknya dia sampai-sampai Bastian tidak sedikitpun mau berdamai dengannya?
Tangisan Chacha terhenti saat ponsel miliknya berdering. Sebuah pesan singkat terpajang jelas di layar ponsel tersebut. Chacha membuka pesan itu.
*Kirimkan uangnya sore ini atau kamu ingin melihat nenekmu bertambah sakit*
Chacha melemparkan ponsel itu ke atas kasur. Ia kesal dengan pesan singkat ini. Dia tahu siapa pengirimnya. Siapa lagi kalau bukan Keke. Gadis mata duitan yang selalu saja menyakiti hati Chacha sejak kecil sampai saat ini.
"Kemana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu dalam hitungan jam?" tanya Chacha pada dirinya sendiri.
"Andai saja aku tidak teledor, ATM yang papa beri pasti berguna sekarang."
Karena kecerobohan Chacha waktu itu, Sarah mengambil ATM nya dengan paksa. Sarah yang tahu kalau ATM itu dari suaminya, langsung. merampas ATM itu tanpa ampun. Sarah juga memaksa Chacha memberitahukan sandi dari kartu tersebut. Mau tidak mau, Chacha terpaksa mengatakannya.
Chacha kembali menangis. Dia begitu sedih dan juga putus asa sekarang. Pada siapa lagi dia harus meminjamkan uang. Dia harus mendapatkan uang tersebut, jika tidak, nenek pasti dalam bahaya.
Tiba-tiba, ia ingat pada dokter Hendra. Chacha kembali mengambil ponselnya, lalu menghubungi dokter Hendra. Tapi sayang, nomor dokter Hendra sedang tidak aktif sekarang.
Harapan Chacha kembali pupus. Ia kembali menangis. Tiba-tiba, ia mendengarkan suara Danu yang sedang berbicara dengan bik Maryam. Sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya. Ia segera menghapus air mata, lalu keluar kamar dengan penuh harapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Deliza Yuseva01
chacha jgn hanya pasrah jdi orang lawan kalau orang sudah merendahkan harga diri kita.
2023-10-17
0
Santi Rizal
sedih
2023-06-25
0
Ayu Chantika Kirana
ah ga seru
2023-06-22
0