Chacha kembali harus menahan rasa kesal dalam hatinya. Ia begitu kesal sampai-sampai harus mengigit bibir supaya tidak meledakkan amarahnya saat ini juga.
"Baiklah," ucap Chacha singkat.
Ia pun segera meninggalkan Bastian yang menatapnya dengan tatapan tajam. Rasanya, ia ingin sekali menangis karena perlakuan Bastian yang sungguh sangat keterlaluan. Baru juga satu hari ia berada di rumah ini, Bastian sudah sangat mempersulit langkahnya.
"Nona bos, ngapain bawa barang ke kamar ini? Inikan kamar khusus pembantu nona bos," kata bik Maryam dengan wajah serius.
"Gak papa bik. Aku suka kamar kecil seperti ini. Kamar utama terlalu besar dan gerah."
"Lho kok .... " Bik Maryam menggantungkan perkataannya karena melihat Bastian datang.
"Bik, mulai sekarang, pekerjaan bibi dibantu oleh dia," kata Bastian.
"Mak--maksud bos muda? Nona bos .... "
"Ya, dia akan membantu semua pekerjaan bibi."
"Tapi bos muda .... "
Bastian menatap bik Maryam dengan tatapan tajam. Tatapan itu membuat bik Maryam mengerti kalau Bastian tidak ingin dibantah.
Bik Maryam menundukkan wajahnya dan tidak berani menjawab lagi.
Tanpa sepatah katapun, Bastian langsung meninggalkan Chacha dan bik Maryam.
"Yang sabar ya, nona bos," kata bik Maryam ketika Bastian sudah tidak terlihat lagi.
"Gak papa bik. Aku sudah biasa dapat perlakuan seperti ini. Bagiku, sudah tidak masalah lagi," ucap Chacha sambil masuk ke dalam kamar.
_______
Chacha mulai terbiasa dengan kehidupan di rumah barunya. Meskipun baru satu minggu ia tinggal di sini, tapi ia merasa sedikit nyaman karena Bastian tidak ada di rumah ini. Bastian jarang pulang ke rumah. Ia sedang sibuk memperbaiki perusahaan cabang yang hampir saja bangkrut karena ia tinggalkan.
Saat Chacha sedang menyiram tanaman, ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Ia segera melihat ponsel itu. Di sana tertera nomor baru. Chacha mengabaikan panggilan tersebut, namun, panggilan itu masuk kembali. Chacha tidak punya pilihan lain selain menjawabnya.
"Halo."
"Lo itu habis ngapain aja sih? Angkat telpon susah amat." Terdengar suara yang tidak asing lagi bagi Chacha.
"Kak Keke?"
"Ya, ini aku," jawab Keke di seberang sana.
"Ada apa, kak?"
"Minta uang dong."
"Apa? Uang?" Chacha kaget dengan perkataan Keke barusan.
"Iya. Kenapa? Bukankah kamu sudah menjadi nyonya Bastian sekarang? Kenapa harus kaget saat aku minta uang padamu?"
"Kak, aku itu .... "
"Alah udah deh, jangan banyak alasan. Kirimkan aku uang sekarang, sebanyak lima juta, jangan sampai kurang!"
"Apa!? Lima juta? Gimana caranya aku dapatkan uang sebanyak itu, Kak?"
"Kamu kan tinggal minta aja sama Bastian. Sewaktu pacaran denganku, dia tidak pelit kok sama aku. Lima juta itu nominal yang kecil buat dia. Biasanya juga belasan juta sekali dia kasi ke aku."
"Kak Keke sama aku itu beda, kak. Lagian, Bastian juga gak ada di rumah."
"Alah ... alasan aja terus-terusan. Aku gak mau tahu ya, Cah. Kirimkan aku uang atau kamu tahu akibatnya."
"Tapi kak .... "
Panggilan itu langsung terputus secara tiba-tiba. Keke menutup panggilan itu tanpa basa-basi lagi.
Chacha merasa sangat bingung. Ia tidak punya uang sebanyak yang Keke inginkan. Jika tidak ia berikan, Chacha takut kalau Keke akan menyakiti neneknya seperti waktu itu. Keke datang ke rumah sakit dan mencubit lengan nenek sampai meninggalkan bekas berwarna biru.
Sayangnya, tidak ada bukti yang bisa memberatkan Keke. Jika ada, Chacha sudah pasti akan menyerahkan bukti itu pada pihak yang berwajib. Biar Keke tahu gimana rasanya diadili.
"Ya Tuhan, bagaimana ini?" tanya Chacha pada dirinya sendiri.
Keluhan itu didengar oleh bik Maryam. Ia yang baru pulang dari pasar, tidak sengaja mendengarkan rintihan hati Chacha yang sedang kebingungan.
"Ada apa nona bos?" tanya bik Maryam.
"Bibi," ucap Chacha sambil menghapus air matanya dengan cepat.
"Nona bos kenapa nangis?"
"Ngg--nggak kok bik. Aku gak nangis."
"Itu barusan bibi lihat nona bos menghapus air mata."
"Oh, ini, aku sedang kelilipan aja kok bik."
"Kelilipan?"
"Iya, bik. Bibi beli apa nih? Banyak banget belanjanya. Mau masak apa sih?" tanya Chacha mengalihkan pembicaraan.
"Oh, ini, bibi akan masak makanan kesukaan bos muda, dia makan di rumah hari ini."
"Bastian pulang?" tanya Chacha agak kaget.
"Iya, nona bos. Bos muda pulang ke rumah hari ini."
"O--oh." Chacha menjawab singkat.
"Kenapa nona bos?" tanya bik Maryam ketika melihat wajah Chacha yang tiba-tiba berubah murung.
"Tidak ada bik."
"Oh, ya udah kalo gitu bibi masuk dulu ya, nona bos. Mau masak sekarang, takut gak keburu nanti."
"Iya bik."
Ketika bik Maryam baru ingin melangkah, Chacha tiba-tiba menghentikan langkah bik Maryam dengan cepat.
"Ee bik."
"Iya nona bos."
"Mmm, bik Maryam punya uang gak?" tanya Chacha agak ragu.
"Uang? Punya sih nona bos. Tapi gak banyak. Ada apa memangnya?"
"Gak. Ada lima juta gak bik?"
"Wuah, gak ada nona bos. Lima juta banyak banget. Bibi juga belum gajian. Biasanya, kalo gajian langsung dikirim ke kampung soalnya."
"Oh, iya deh bik."
"Memangnya ada apa nona bos? Ada keperluan apa, kalo boleh bibi tahu?"
"Hmz, gak ada sih bik. Cuma tanya aja."
"Kalo butuh, minta sama bos muda aja nona bos. Bos muda itu orangnya gak pelit kok."
Chacha hanya menjawab dengan senyum saja apa yang bik Maryam katakan.
'Gak pelit dengan kalian. Tapi dengan aku?' Chacha berkata dalam. hati sambil terus tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Kurniawan Ardi Wibowo
bagus
2024-03-22
0
Deliza Yuseva01
coba seorang chacha jgn terlalu lemah berusaha jdi wanita kuat dantegas jgn mudah ditekan lawan .
2023-10-17
0
Qorie Izraini
tu si keke ngapain juga minta diet sama chacha.
kan perusahaan bokap ny gakjd bangkrut.
minta aja lah ke papa ny. kenapa hrs nyusahin chacha.
2023-10-07
0