"Katakan, di mana alamat rumah kamu!" kata Danu sambil fokus menyetir.
"Jalan Anggrek, nomor sembilan belas."
"Jalan Anggrek nomor sembilan belas?" tanya Danu seakan tak percaya.
"Iya." Chacha menjawab singkat.
Danu melihat Bastian yang tetap fokus pada laptopnya sejak tadi. Awalnya Danu kaget saat Chacha mengatakan alamat rumah tersebut. Bagaimana tidak, Danu sangat hafal dengan alamat rumah yang Chacha katakan barusan.
Danu sering datang ke alamat ini. Tepatnya, saat Bastian masih belum mengalami kecelakaan. Ia hampir setiap minggu datang ke alamat tersebut untuk mengantarkan Bastian berkunjung ke rumah pacarnya.
Danu berusaha berpikir positif dengan Chacha. Ia menganggap Chacha adalah penghuni baru di rumah ini. Karena memang, Chacha tidak pernah terlihat ketika ia sering berkunjung kemarin.
"Boleh aku tahu? Sejak kapan kamu kerja di rumah itu?" tanya Danu mencairkan suasana.
"Kerja?" tanya Chacha bingung.
"Iya, kerja."
"Aku gak kerja di sana."
"Lalu? Ngapain kamu di rumah itu?"
"Aku .... "
"Bisakah kalian diam? Aku sedang tidak ingin mendengarkan suara orang," ucap Bastian.
"Ma--maaf bos muda."
Suasana kembali hening. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut Chacha maupun Danu. Sampai mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah keluarga Raditya.
"Terima kasih banyak," ucap Chacha sambil membuka pintu mobil.
"Sama-sama." Danu menjawab sambil tersenyum.
"Jalan!" Bastian angkat bicara sekarang.
"Baik Bos muda," ucap Danu dengan cepat sambil menjalankan mobil kembali.
Sarah berusaha tetap anggun dan berwajah manis saat ia melihat Chacha yang datang terlambat. Chacha tahu, Sarah pasti sedang menjaga nama baiknya di depan keluarga Hutama.
"Maaf tan ... mama, aku terjebak macet," ucap Chacha.
"Gak papa sayang. Ayo cepat ke sini. Kasihan bibi Ros, udah nunggu kamu lama banget," kata Sarah sambil tersenyum manis.
'Tuhan. Pintar sekali wanita ini bermuka dua,' ucap Chacha dalam hati.
"Gak papa. Ayo sini cantik. Pilih gaun mana yang kamu suka untuk resepsinya," kata Ros yang menjadi tangan kanan mama Bastian.
Chacha pun memilih gaun yang tergolong sangat amat sederhana untuk ia kenakan.
"Kamu yakin, Cha, mau pilih gaun ini?" tanya bibi Ros.
"Iya bik, aku yakin banget mau gaun itu."
"Kenapa mbak Ros? Apa pilihan Chacha terlalu norak? Maaf ya bik, Chacha ini anaknya memang sangat suka yang sederhana. Maklum, dia anak yang tidak suka keluar rumah," kata Sarah sambil melihat Chacha dengan tatapan kesal.
"Gak papa. Gak ada yang salah dengan pilihan Chacha. Aku hanya menanyakan apakah dia yakin atau tidak, itu saja. Kalau itu yang ia pilih, kenapa tidak? Bukankah acaranya hanya sederhana saja? Pilihan Chacha memang cocok dengan tema yang akan kita gunakan," kata bibi Ros panjang lebar.
"O--oh, aku pikir dia salah memilih," ucap Sarah sambil senyum yang sangat amat terlihat terpaksa.
Setelah Chacha memilih gaun, bibi Ros pun pamit pulang. Chacha dan Sarah mengantarkan bibi Ros sampai depan pintu.
Ketika bibi Ros sudah tidak terlihat lagi, tatapan Sarah pada Chacha pun berubah. Rasa geram dan kesal yang ia tahan, kini ia lepaskan semuanya dengan mencengkram tangan Chacha dengan keras.
"Puas kamu bikin aku kesal hari ini? Sudah tahu ada janji, tapi malah keluyuran gak jelas."
"Maaf tante, aku bukan keluyuran gak jelas, aku jenguk nenek di rumah sakit."
"Alah, alasan aja kamu. Mulai hari ini, kamu tidak boleh pergi ke mana-mana."
"Tapi tante .... "
"Tidak ada tapi-tapian, jika kamu nekat keluar rumah, aku akan pindahkan nenekmu dari rumah sakit itu."
"Jangan tante! Baiklah, aku akan dengarkan apa yang tante katakan."
"Bagus. Awas aja kalo kamu bohong. Kamu akan tahu akibatnya," ucap Sarah sambil melemparkan tangan Chacha dengan keras.
"Auh." Chacha berusaha menahan rasa sakit. Ia melihat tangannya yang memerah akibat genggaman Sarah yang sangat kuat.
'Tuhan, kuatkan lah aku,' ucap Chacha dalam hati.
Sebenarnya, Chacha tidak takut dengan Sarah. Hanya saja, Sarah selalu mengancam Chacha dengan senjata ampuh yang membuat Chacha tidak bisa berkutik. Senjata itu adalah nenek.
Setiap kali berhadapan, Sarah pasti akan membawa nama nenek dalam pembicaraan. Demi nenek, Chacha selalu mengalah. Karena hanya nenek yang ia punya sekarang. Nenek adalah satu-satunya keluarga setelah mamanya meninggal akibat kecelakaan saat Chacha berumur lima tahun.
"Woy! Ngapain lo bengong di situ? Cepat, buatkan aku jus," kata Keke yang baru saja turun dari lantai dua.
"Kak Keke."
"Iya, ini aku. Cepat bikinin aku jus mangga."
"Kenapa aku, kak? Bukannya ada bibi ya di rumah ini?"
"Lakuin aja kenapa sih? Kamu itu numpang di rumah ini. Orang numpang harus tahu diri dong."
'Asal kalian tahu, aku juga gak ingin tinggal di rumah ini,' ucap Chacha dalam hati.
"Eh, malah tetap bengong lagi."
"Iya, aku bikinin sekarang," kata Chacha dengan suara tinggi.
"Eh ... malah membentak. Dasar gak tahu diri."
Chacha tidak ingin mendengarkan apa yang Keke katakan. Ia segera meninggalkan Keke yang sedang melihatnya dengan tatapan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Diluar NaLaR🗿
best
2024-02-15
0
𝒛𝖆𝖍𝖗𝖆✨𝒔𝒖𝒌𝒂 𝒄𝒓𝒕𝒂
sepiii
2023-10-29
0
Arane Syfa
🤣🤣
2023-06-09
0