" Swarps " Anma kembali muncul di dekat gerbang kota.
" Selamat siang tuan.... Maaf mengganggu perjalanan tuan untuk memasuki kota Raizn. Bisakah tuan menunjukan dokumen diri tuan? " Seorang prajurit penjaga gerbang menghentikan perjalanan Anma untuk memasuki kota.
" Selamat siang juga tuan penjaga... Maafkan saya tuan.. Saat ini seluruh dokumen milik saya telah di curi ketika saya berkemah di dekat bukit itu. Tapi untungnya, saya masih menyimpan satu dokumen. Saya harap ini dapat membantu tuan penjaga " Anma mengeluarkan kartu nama milik Shofia dari ujung tongkatnya.
Penjaga kalih ini terlihat lebih besar serta nampak memiliki energi sihir yang berbeda dari penjaga lain yang pernah ia temui.
" Wah benda yang menakjubkan tuan..... Sebentar biar saya priksa..... Oh, kartu ini.. Maaf tuan, bolehkah saya bertanya, sebenarnya siapa tuan ini? Kenapa tuan bisa memiliki kartu ini? " Tanya prajurit itu terburu buru.
" Yah, santai saja tuan prautit. Aku hanya seorang pedagang biasa. Tapi karna aku di rampok sepeti yang aku katakan tadi, setidaknya aku mengingat ada seorang teman yang tinggal di sekitar sini. Jadi Aku kemari untuk meminta sedikit bantuannya. Dan untuk hubunganku dengannya, bisa di bilang bahwa dia adalah teman masa kecilku " Anma mencoba menipu penjaga yang mencurigakan itu.
" Em.... Meragukan... Tapi... Jika dilihat dari penampilan anda, anda tidak mungkin hanya pedagang biasa. Dari baju dan aksesoris yang anda pakai saat ini, anda lebih cocok berprofesi sebagai pembuat ramuan atau benda benda sihir ( Alkemist). " Prajurit itu mengatakan pendapatnya.
Anma hanya tertawa kecil ketika ia mendengar pendapat dari prajurit itu.
" hahaha... maafkan saya tuan jika meragukan pekerjaan tuan. Tapi jika mengingat kejadian yang tuan alami, mungkin akan sulit jika tidak ada lagi baju yang bisa di pakai. " Tanbah prajurit itu.
untuk yang kedua kalinya Anma hanya tertawa kecil untuk menghormati prajurit itu.
" ah.... maaf tuan..., ini saya kembalikan. " Setelah merasa puas, prajurit itu mengembalikan kartu nama milik Shofi.
Anma menerima kartu milik Shofi dan kembali menyimpannya dalam tongkat miliknya.
" Iya, Terima kasih atas saranmu, tuan prajurit. Dan semoga harimu. " Anma melewati prajurit penjaga gerbang itu dan mulai memasuki Kota Rizn kembali.
" Jadi, bagaimana menurutmu tuan Grand? Apakah dia adalah seorang yang kita cari? " Tanya salah seorang penjaga kepada penjaga besar tadi setelah Anma pergi cukup jauh.
" Yah, sepertinya dia adalah orangnya. Namun, dilihat dari mana pun, kita harus berhati hati terhadap langkah kita ke depannya. Jika tidak, mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak terduga. " Jawab Grand pada prajurit penjaga tadi.
" Baiklah tuan. Saya akan memberikan laporan pada prajurit lainnya. " Jawab prajurit penjaga tadi.
......................
Suasana siang itu berbeda dengan kemarin malam. Gang gang sempit yang semula terlihat mengerikan, kini terlihat sangat ramai orang berlalu lalang. Pemandangan yang ia lihat saat ini membuatnya mengenang masa dimana para player juga melakukan hal yang sama seperti orang orang itu.
Merasa puas memandang area sekitarnya, Anma mulai berjalan menuju gedung guild untuk melanjutkan pencarian informasi mengenai para demi human yang sudah ia anggap seperti keluarga.
Dalam perjalanannya menuju gedung guild, Anma sempat berhenti di depan Rumah Lanastia untuk sesaat dan memandanginya.
Dari depan rumah itu, Anma melihat seorang sedang berlatih pedang dengan orang orangan kayu. Di sisi lain, ia juga melihat seorang seperti adik dari Lanastia sedang membantu seorang lagi yang sedang menjemur pakaian. Merasa cukup dengan apa yang ia lihat, ia mulai berjalan kembali menuju gedung guild itu.
" Sepertinya aku tadi melihat tuan Anma.. Tapi apa mungkin di ada di sini..." Lanastia memeras sebuah pakaian kain dan mulai menjemurnya.
" Ini kak.... Hehehe... Dengan ini pekerjaan kaka sudah selesai. Apakah kaka ingi mengambil quest lagi ? Atau kaka akan beristirahat ke kamar kakak kembali ? " Tanya Lunastia pada kakaknya
" Ah... Iya, kakak akan beristirahat dulu sebelum mengambil Quest... Lalu, bagaimana dengan Quest yang kamu ajukan pada Guild itu ? Apakah sudah ada orang yang mau menjadi guru sihir untukmu? " Lanastia mengusap kepala Lunastia
" Hehehe... Yah... Sebenarnya sudah ada beberapa... Tapi... Karena keinginan dari ka Linda, orang orang yang mencoba menjadi guruku akhirnya mundur setelah beradu kekuatan dengannya. " Jawab Lunastia.
" Hehehe... Yah... Kak Linda memang seperti itu. Walaupun fisiknya lemah, namun kekuatan sihirnya berbanding terbalik dengan kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, kaka harap seorang yang kuat akan mengalahkan Kak Linda dan menjadi gurumu. " Lanastia mencubit pipi adiknya dan mulai berjalan masuk ke rumah.
Lanastia berjalan menuju kamar miliknya untuk beristirahat untuk sesaat.
" Lana.... Bisa bicara sebentar.... Kaka mau menanyakan mengenai kedua senjata iblis milikmu... " Seorang perempuan berambut pirang keluar dari ruang dapur sambil membawa dua cangkir berisi teh hangat.
" Ah.. Iya kak Listia. " Jawab Lanastia sambil menawarkan diri untuk membawa kedua cangkir tadi.
Lanastia dan Listiana berpindah dari ruang keluarga ke ruang santai di lantai ke dua.
" Kak... Terima kasih karena telah membuatkan ini untukku... Jadi, apa yang ingin kakak bicarakan? " Lanastia berterima kasih setelah merasakan kenikmatan sebuah teh yang disajikan oleh kakaknya.
Listiana dan Lanastia mulai membuka topik pembicaraan mengenai masalah Lunastia sesaat hingga mereka berdua sempat tertawa atas kepribadian dari Lindastia. Namun tidak lama setelahnya, sebuah pembicaraan serius pun dimulai.
" Jadi Lana... Mengenai kejadian tadi malam, setidaknya hanya senjatmu lah yang tidak berreaksi seperi senjata senjata iblis lainnya. Apakah ada sesuatu yang menimpamu sebelum malam kemarin? " Listia menyruput teh yang ia buat sebelum mulai berbicara ke topik utama.
" Yah... Mengenai itu. Sebelum malam itu, aku hanya melakukan hal seperti yang biasanya. Menyelesaikan beberapa quest dari guild dan setelahnya aku pergi untuk memantau hutan terkutuk dan kembali ke rumah. " Lanastia menjawab pertanyaan dari kakaknya.
" Hem... Jadi seperti itu yah.. Ini aneh... Baru pertama kalinya kaka melihat bahwa seluruh senjata iblis memberontak pada tuannya. Dan anehnya lagi, kenapa hanya senjata mu saja yang tidak memberontak seperti yang lainnya. " Listia menaruh cangkirnya dan memandang langit di atasnya.
" Ehm... Entahlah kak, akupun tidak tahu. " Lanastia meneguk teh miliknya dan sempat tersedak karena mengingat sebuah kejadian ketika ia menyerang Anma.
" Tapi... Kami sangat berterima kasih pada kakak karena tanpa adanya kaka, mungkin senjata iblis yang kita miliki, akan terbang dan menyerang penduduk kota " Tambah Lanastia.
" Iya, benar. Aku pun masih bersyukur karena tombak ini masih mau menuruti perintah ku. Mungkin jika tongkat ini ikut memberontak, siapa yang tahu mengenai kejadian buruk apa yang akan menimpa kita " Listia mengusap tombak cahaya Youlnd.
" Itu benar kak... Dan lagi, kak Lena juga terlihat sangat kesakitan ketika kedua perisa baja itu mencoba terlepas dari kedua tangannya. " Lanastia kembali meminum teh dari cangkirnya.
" Iya... Lalu bagaimana keadaannya saat ini ? Apakah ia sudah membaik? " Listia menatap Lanastia.
" Tadi aku lihat, Kak Lena sedang berlatih di teras depan. Tapi sepertinya, kaka masih belum berani menggunakan perisai miliknya. " Lanastia menjelaskan.
" Hm.... yah... wajar saja dia ketakutan. Setidaknya dialah yang pertama kali di serang oleh senjata iblis itu. Selain itu... kaka harap Lindastia akan baik baik saja setelah menerima sabetan dari cambuk kulit itu. " Listiana kembali mengalihkan pandangannya dan mulai menikmati teh yang dibuatnya.
" Nanti, kaka dan Luna akan pergi melihat keadaan Lindastia. Jadi, kaka harap, kamu juga bisa mempir untuk melihatnya. Dan untuk Lenastia, sepertinya ia akan pergi menemuinya nanti sore. " Tambah Listiana tidak lama setelah mengingat sesuatu.
" Iya kak. Setelah menyelesaikan quest, aku pasti akan mampir untuk melihat keadaan Lindastia. " Jawab Lanastia sambil menatap langit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments