2. Tengah Malam

Aku tersenyum saat Mas Hendra mengusap kepalaku pelan. Rasanya nyaman sekali. Setiap kali dia melakukannya, aku akan diam dan menikmatinya. Biasanya aku akan tertidur jika dia terus melakukannya.

"Kok senyum-senyum gitu?" tanyanya.

Aku masih tersenyum sambil menatapnya. Posisi kami sama-sama berbaring dengan dia memelukku. Aku menatapnya intens, mengamati tiap detail wajahnya. Matanya, terpancar cinta disana. Berharap hanya aku satu-satunya wanita yang dicintainya seumur hidupnya.

"Kenapa sih?" tanyanya lagi.

Kamu sudah berbohong, batinku. Rahasia apa yang kamu sembunyikan dariku? Sedetik kemudian aku tersenyum. "Dasar pikun."

"Dosakamu ngatai suami pikun." Mas Hendra menatapku kesal kemudian menjepit hidungku dengan kuat hingga aku memukul lengannya karena kesakitan. Sambil tertawa dia melepaskan jepitannya di hidungku. "Makanya yang sopan kalo ngomong sama suami."

Aku memukul dadanya berkali-kali sementara dia tergelak. "Sakit tau, Mas!"

"Lagian kamu ngapain ngatain aku pikun sih, sayang?"

"Memang kamu sudah pikun kan?"

Aku menahan tangannya yang hendak menjepit hidungku lagi. "Mas lupa?"

"Lupa apa? Ulang tahun kamu bukannya sudah lewat. Ulang tahun anak-anak juga masih lama kan?"

"Ih, Mas nih." Aku merajuk.

"Apa sih, sayang?"

Suara lembutnya selalu membuatku meleleh. Selama aku mengenalnya, Mas Hendra selalu bertutur kata lembut. Membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya.

"Kamu nih kalo ngomong nggak usah pake kode-kodean deh."

Aku memeluknya dan menenggelamkan wajahku ke dadanya. "Mas ingat nggak? Tengah malam kayak gini waktu kita pertama bertemu?" Tidak ada  sahutan dari Mas Hendra. Saat aku mendongak, ku lihat dia tersenyum menatap langit-langit kamar. "Sudah ingat?"

Dia kembali tersenyum. "Seperti ini, kan?" ucapnya sambil mengusap kepalaku. "Aku spontan melakukannya waktu itu. Saat pertama kita bertemu, aku berdebar melihatmu memohon untuk menyelamatkan Mama."

Ya, saat itu sambil menangis aku memohon kepadanya untuk menolong Mama. Tengah malam itu, saat aku sampai di rumah sakit bersama Mama, air mataku mengalir deras melihat kondisi Mama yang napasnya sudah terengah-engah. Para petugas kesehatan membantuku menaikkan Mama ke atas brankar. Aku menghampiri dokter jaga yang ber-name tag dr. Mahendra Prambudi dan menggenggam tangannya.

“Tolong selamatkan Mama saya, dok.”

Dokter bermasker itu hanya diam memperhatikanku dengan mata tajamnya. Aku tidak melepas genggamanku sampai seorang perawat menginterupsiku untuk mengisi biodata Mama dan menyelesaikan administrasi. Aku hanya mengangguk sambil menghapus air mataku dan berjalan ke arah resepsionis rumah sakit. Setelah  beberapa langkah aku berjalan, aku berbalik menoleh ke belakang. Tatapan mataku bertemu dengan dokter bermasker itu. Dia sedang berjalan ke arah ruang periksa dengan kepala menoleh kepadaku. Aku menganggukkan kepalaku sopan, berharap dokter itu dapat menolong Mama.

"Aku nggak pernah merasakan rasa itu sebelumnya," ucap Mas Hendra memutus ingatanku. “Aku nggak tahu kenapa aku tiba-tiba masuk ke ruang inap Mama dan memberimu jaket itu. Setelah keluar dari ruangan, aku buru-buru kembali ke ruangannku. Aku jalan mondar-mandir kayak setrikaan. Untung di ruangan itu nggak ada siapa-siapa."

Aku terkikik mendengarnya. "Lagian ngapain sih Mas mondar-mandir?"

"Yah, karena berasa bodoh aja."

"Memang dokter boleh ngerasa bodoh?"

"Kan manusia. Aku merasa bodoh aja, kok aku nggak sekalian cium kamu malam itu."

Sekali lagi aku memukul dadanya. "Ih, apaan sih!"

Mas Hendra tertawa keras. "Muka kamu malam itu tuh sumpah, jelek banget tahu nggak. Ingusnya mbeler dimana-mana."

Kali ini aku bangun dan mengambil bantal. Aku memukul wajah dan badan Mas Hendra dengan bantal secara brutal untuk melampiaskan kekesalan. Enak saja, bilang aku jelek. Pakai insert ingus lagi! Aku semakin kesal saat Mas Hendra tak berhenti tertawa. "Bisa diem nggak sih, Mas!"

"Nggak bisa"

Tawa Mas Hendra lebih nyaring. Aku tidak perlu khawatir Mas Hendra tertawa seperti orang gila tengah malam. Kamar kami kedap suara. Sebulan setelah menikah, Mas Hendra membuat kamar ini jadi kedap suara. Katanya agar kami bebas berekspresi setiap saat jika kami berduaan di kamar. Yah, kalian tahu sendiri kan maksudnya?

"Habisnya kamu itu nggemesin malam itu. Stop!" Mas Hendra  menahan tanganku yang akan memukulnya lagi dengan bantal. Dengan cepat dia mengambil bantal yang ku pegang dan mencium bibirku. "Jika aku nggak peduli sama norma-norma, saat itu aku pasti sudah ..."

 Aku merasakan hangat napasnya karena wajah kami yang begitu dekat. "Apa?" tantangku, walau aku tahu kelanjutan ucapannya.

Dia menatapku lama dengan tatapan jahilnya dan berbisik, "Ngatain kamu jelek."

Mas Hendra kembali tertawa sementara aku mencubiti perutnya. "Jahat kamu, Mas!"

Setelah aku puas mencubitinya, aku melipat tanganku sambil bersandar di kepala ranjang. Menatapnya penuh kesal. Kalau Mas Hendra sudah jahil, dia akan sangat menyebalkan. Tingkah jahilnya sama seperti anak ramaja.

"Udah dong, nggak perlu ngambek gitu," rayunya dengan mengusap lenganku dan menyengir. Cengiran itu mengingatkanku pada anak pertama kami. Aku hanya diam, mengabaikannya. "Kan cuma bercanda."

"Nggak lucu," ketusku.

"Kalau ngambek gini nih, kamu juga jelek lho."

Mataku melotot ke arahnya. Terus saja jahilnya! “Kamu tuh lama-lama nyebelin banget sih, Mas!”

“kayak anak SMP aja deh suka ngambek.”

Aku melempar sebuah bantal ke wajahnya dan berhasil dihindarinya. Membuat Mas Hendra kembali tertawa. Melihatnya aku semakin  kesal kemudian membaringkan tubuhku, membelakanginya dan menutup mataku. Dasar dokter gila!

Terkadang Mas Hendra kelewat jahil padaku. Aku pernah ngambek berhari-hari karena kejahilannya. Waktu itu dia menemukan fotoku semasa aku duduk di bangku SMP. Saat itu aku masih memakai kaca mata dan behel. Mas Hendra bertanya berkali-kali padaku apakah itu benar aku atau bukan. Bahkan dia memanggilkku Betty La Fea karena foto itu. Karena foto itu juga dia mengganti namaku di ponselnya dengan nama itu. Katanya iseng, tetap saja membuatku nggondok  habis-habisan. Selama dua hari dia selalu memanggilku Betty La Fea dengan sengaja hingga aku menangis karena kesal sekali padanya. Ngambekku baru hilang setelah Mas Hendra mengajakku berlibur ke Bali selama seminggu.

Tawa Mas Hendra mereda, dia memelukku dari belakang. "Kamu nih masih aja ngambekan deh. Kamu hamil lagi ya?"

 "Apaan sih? Apa hubungannya coba?"

"Ya mungkin aja lah. Kalau nggak hamil lagi, ya aku mau bikin kamu hamil lagi aja."

Aku menepuk tangannya yang melingkar di perutku gemas. "Sudah ah, katanya besok kamu ada operasi. Istirahat. Aku juga capek.”

Tangan Mas Hendra semakin erat memelukku. "Tapi aku mau seronde dua ronde lagi." bisiknya.

Seketika aku menengoknya dengan tatapan horor. Tubuhku masih terasa lelah setelah pergulatan panas kami tadi. Sekarang dia mau seronde dua ronde lagi? "Setelah yang tadi?" tanyaku tak percaya. Yang benar saja? Aku bisa pingsan atau mungkin bisa dipastikan besok aku akan terlambat bangun.

Mas Hendra tersenyum, "Aku nggak akan pernah puas dengan kekasih halalku." Dia membalik tubuhku dan mengusap pipiku. Aku tahu arti tatapannya dan tidak bisa menolak permintaannya. Dia suamiku, berhak atas apapun yang ada di diriku. “Aku janji hanya seronde lagi, lalu kita tidur. Oke?

Tangannya sudah masuk ke dalam kaos besar miliknya yang ku pakai. Tubuhku meremang merasakan usapan tangan besarnya di perutku. Aku bisa apa sementara dia terus menyalakan gairahku.

“Beri aku seorang anak lagi.”

“With my pleasure.”  Senyumku mengembang mendengar permintaannya. Kuusap dadanya yang terbuka dengan ujung jariku dan beralih mengusap rahangnya. Aku menatapnya. Dalam hati, aku bertanya siapa wanita itu, Mas? Apakah dia kekasih halalmu yang lainnya?

Terpopuler

Comments

Windarti08

Windarti08

setelah melihat foto mesranya bersama perempuan hamil, tapi Masih bisa 'melayani' suami bahkan nambah ronde lagi?
kok bisa... sabar sekali, kalau perempuan lain udah berantem hebat mungkin

2023-02-02

0

👸 Naf 👸

👸 Naf 👸

hebat bener udh liat foto suaminya ama perempuan lain masih bs tenang

2021-10-10

2

M.J.M

M.J.M

panas aku thor

2021-10-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!