Mulai berkarya

Ranti kaget dengar desah tak jelas Bobby. Ranti mengira salah dengar Bobby tak dapatkan mega proyek itu. Isu yang beredar kalau PT SHINY akan percayakan proyek ini pada PT BUILD BARATA beredar kencang di pasaran. Mengapa kini Bobby pesimis. Apa yang sedang terjadi?

"Apa maksudmu sayang"

"Kita tak punya gambaran pasti tentang proyek itu bagaimana mau maju bawa proposal." ujar Bobby putus asa.

"Lalu janji pt itu gimana?"

"Semua rancangan ada pada Sania. Dia mana mungkin serahkan hasil gambarnya pada kita setelah semua ini terjadi. Padahal sketsanya sudah rampung 90%."

"Sialan cewek murahan itu. Beraninya dia bawa lari gambar kita." koar Ranti berang.

"Ranti...Sania tidak murahan. Dia gitu karena kita. Kita yang udah bodohi dia. Kita yang salah. Sadarlah kau!"

"Kau tuntut dia. Bukankah di ke pulau B dengan biaya kantor kita? Artinya dia menipu kantor."

Bobby tertawa pahit lihat amarah Ranti tak tepat sasaran. Mengapa dia silap nikahi orang berakal jongkok. Sudah langkahi hak orang tapi masih maki maki orang. Aturan dari mana?

"Dia pergi dengan biaya sendiri. Sania tak pernah gunakan uang perusahaan satu senpun. Juga tak pernah minta barang mewah apalagi foya foya tak jelas." kata Bobby dengan nada rendah.

Ranti terdiam tak tahu harus jawab apa. Ranti sendiri yang selalu merongrong Bobby minta ini itu untuk menunjang penampilan wah seorang bintang top. Beli bedak saja bisa habiskan puluhan juta. Belum lagi pakaian brand ternama yang kuras kantong.

Ranti mau jadi isteri Bobby karena laki itu tajir. Apalagi punya proyek raksasa bernilai trilliunan. Wanita mana tak tergiur jadi bini orang tajir.

"Jadi bagaimana baru bisa mabil proyek itu?"

"Sania kembali ke sisiku. Aku harus menikahinya." kata Bobby penuh keyakinan.

"Kau gila..aku ini apa?" seru Ranti berang. Baru kawini dia sekarang ingin kawini mantan pacar pula. Manusia model apa pula ini.

"Seharusnya memang Sania yang tinggal di rumah ini. Bukan kamu. Jadi apa salahnya kalau aku nikahi dia. Dia akan jadi madumu. Pikirkan uang trilliunan! Pakai otak sedikit. Jangan hanya pikir gimana buang duit!"

"Kau menyesal sudah nikahi aku? Kenapa tak bilang dari dulu? Aku takkan memaksamu kalau tahu hatimu masih ada wanita murahan itu."

"Jangan sebut Sania murahan! Dia sangat mahal dan tahu diri. Tak ada kata cacat dalam kamus ku tentang Sania. Dia gadis baik, kita yang bejat sudah bohongi dia. Sudahlah! Aku malas berdebat denganmu. Aku akan cari dia dan minta dia kembali kerja. Kami akan menikah bulan depan." Kata Bobby tak peduli Ranti setuju atau tidak.

Disaat genting ini Bobby harus bisa rayu Sania agar kembali padanya.Biasanya Sania akan luluh kalau dibujuk sedikit. Gadis ini patuh dan lugu. Tak sulit dapatkan perhatian Sania. Bobby yakin sejuta persen Sania akan bertekuk lutut bila sudah jumpa dengannya.

Ranti keluar dari ruang kerja Bobby dengan hati panas. Bagaimana mungkin Bobby tega nikah lagi padahal mereka termasuk pengantin baru. Baru menikah Bobby sudah berani ajukan permintaan tak wajar. Bagaimana nasib Ranti selanjutnya bila pernikahan diteruskan.

Bobby lagi pikir bagaimana merayu Sania agar bisa terima dia lagi. Di sini tak usah cerita soal perasaan. Cinta tulus memang tak pernah ada dalam hati Bobby. Yang ada untung rugi.

Hari kedua masuk kantor, Sania tampak lebih rilex. Bara tak seseram pertama jumpa. Sikap arogan Bara hanyalah kedok tutupi hati yang rapuh. Sania bisa lihat duka dalam mata Bara seperti duka dalam mata Rangga.

Suasana kantor masih sepi karena tak banyak karyawan. Hanya beberapa pegawai inti. Banyak meja dan peralatan komputer dibiarkan nganggur tak ada yang fungsikan perangkat canggih tersebut.

Sania melewati beberapa teman sejawat sambil melepaskan senyum ramah.

"Selamat pagi.." sapa Sania

"Pagi...kita belum kenalan! Aku Tio, ini Sugeng, ini Savitri dan terakhir Mosa. Selamat bergabung dan semoga betah!"

Sania menyalami rekan kerjanya satu persatu. Kalau dilihat jumlah teman barunya yang berjumlah empat orang berarti karyawan sini tak lebih sepuluh orang termasuk Sania. Betul betul pengembang tingkat kecil.

Berbeda dengan karyawan Bobby yang berjumlah ratusan. Belum ditambah bagian lapangan. Mungkin capai dua ratusan. Sungguh perbedaan kontras.

"Terima kasih mau terima aku. Semoga ke depan kita bisa kerja sama lebih baik lagi." sahut Sania manis.

"Semangat.." seru yang namanya Mosa. Gadis berkulit hitam berambut keriting. Asli hitam si kereta api. Hitam tapi manis.

"Ok..aku permisi dulu ya! Kita akan coba terobos proyek besar. Doakan sukses!"

"Amin.."

Langkah Sania terasa lebih ringan menuju ke meja kerjanya. Sania harus naik tangga manual karena kantor Bara tak ada lift. Bangunan kantor Bara juga tak tinggi. Cuma tiga lantai. Malah yang terpakai dua lantai. Lantai tiga dibiarkan nganggur tanpa ada kegiatan.

Di samping meja Sania sudah ada wanita berparas keras. Sekali lihat Sania thu wanita ini bukan berasal dari pulau Jawa sekitarnya. Parasnya tunjukkan dari daerah Batak yang punya ciri khas sedikit keras.

Tak penting asal mana. Cukup berpotensi dalam tugas itu sudah wakili pegawai idaman.

Sania mengangguk sopan pada senior sebagai tanda hormat. Sebagai orang baru Sania tak mau sok sokan cari benci orang.

"Selamat pagi..saya Sania!"

"Sania ya..pegawai baru sini. Aku Dea.."

"Oh Bu Dea..kita akan jadi rekanan. Mohon petunjuk ibu."

"Idihhh...jangan gitu! Kita sama saja. Ayo duduk! Pak Bara belum datang. Mungkin sebentar lagi. Dia harus urus isterinya yang sakit keras."

Sania tak heran kalau Bara sudah punya isteri. Laki ganteng begitu tak mungkin tak ada pemiliknya. Bagi Sania itu bukan urusannya. Di datang kerja bukan urus masalah pribadi bosnya.

"Semoga cepat sembuh!"

"Amin...oya..kita tak banyak kegiatan. Proyek terakhir hampir rampung. Tinggal finishing. Belum ada proyek baru."

"Sepi ya!"

Dea mengangguk ambigu. Dea tak mungkin kasih thu kalau Bara sudah jarang terima proyek sejak isterinya sakit keras. Hampir seluruh dana perusahaan digunakan untuk biayai sakit bininya. Pendek kata modal Bara nyaris terbenam dalam badan bininya.

Sania mencoba cek ulang semua rencana rancangan mega proyek PT SHINY. Berhati hati jauh lebih bagus daripada teledor. Setiap gambar adalah hidup mati satu proposal.

Tiba tiba ponsel Sania berdering. Sania menatap pemanggil yang tercantum dalam layar. Seketika senyum Sania mengembang bak bunga musim semi. Mekar indah mengundang kumbang.

Dea perhatikan Sania demikian bahagia terima telepon dari seseorang. Dea tak berani komentar takut dianggap usil pada junior baru.

"Assalamualaikum Pak Wandi. Ini Sania."

"Hubungi kamu susah sekali. Sudah siap kerjakan proyek perumahan bapak?"

"Maaf pak..hp hilang. Ini baru ganti sekalian urus kembali SIM-card no lamaku. Maaf sekali lagi." Sania terpaksa berkilah tak mau utarakan mengapa nomor hpnya tak aktif sekian waktu.

"Oh gitu ya. Kapan mau teken kontrak kerja? Datang sekarang biar kita mulai angkat semen dan kerikil."

"Saya sudah tak di Build lagi. Sekarang di Angkasa Jaya."

"Oh..tak penting nak! Proyek ini tetap punyamu. Kamu mau di mana tak ada ngaruh. Bawa stempel perusahaanmu dan juga bawa bos barumu. Deal?"

"Deal..jam sepuluh kami datang."

"Siippp...jumpa nanti nak."

Pembicaraan singkat ini bawa angin segar buat kantor Bara. Sebenarnya proyek ini sudah lama ditawar pada Sania. Namun terlalu banyak proyek dia tangani hingga proyek perumahan ini tertunda cukup lama. Untunglah Pak Wandi sabar menanti Sania ada waktu untuk proyeknya.

Sania bersyukur bisa segarkan kondisi kantor yang gersang kerontang. Hanya pembangunan rumah ataupun halte halte kecil. Sungguh jauh dari bayangan Sania tangani proyek mungil mungil gitu.

"San..senang amat?" tegur Dea lihat Sania tersenyum sendiri sambil dekap hp di dada.

"Ada tawaran proyek dari pelanggan lamaku. 300 ratus kopel rumah perumahan. Tinggal teken kontrak."

Dea besarkan mata sipitnya tanda senang."Wow...300 ratus unit rumah?"

"Tahap awal...masih nyusul lanjutan bila rumah rumahnya cepat di book orang." ujar Sania tak kalah senang. Semua gambar dan denah sudah disetujui pengembang property. Tinggal pelaksanaan juga kesediaan Sania tangani pembangunan rumah rumah elite itu.

"Kau bawa rezeki Sania..kami berterima kasih padamu."

"Salah bu Dea..rezeki kita semua. Kita tunggu bos kita dulu. Kita harus minta ijin beliau untuk proyek ini. Semua keputusan ada di tangan beliau.

Dea acungkan jempol tanda setuju. Andai Bara tak mau mereka juga tak bisa sembarangan terima. Semua harus melalui prosedur resmi.

Derap langkah sepatu Bara memancing tatapan mata dua wanita. Bara muncul dengan setelan sederhana tak seperti bos umum berpakaian necis. Laki itu hanya memakai kemeja warna abu abu serta celana kain warna hitam. Makin menambah kesan suram. Siapa yang pilih paduan tak sedap di mata ini.

Kalau Bara pilih sendiri artinya selera berpakaian Bara sangat buruk. Lebih celaka lagi kalau yang pilih bininya. Bini model gini harus di bawa ke sekolah fashion agar ada dikit selera berpakaian serasi.

"Kenapa kalian aneh? Ada yang tak beres?" tanya Bara merasa risih ditatap dua pasang mata wanita di pagi hari.

"Ngak pak..biasa saja." sahut Sania tanpa emosi.

"Sania dapat proyek lumayan gede. Langsung teken kontrak." kata Dea antusias.

"Proyek raksasamu?"

"Bukan..ini membangun 300 unit perumahan tiga type. Masing 100 unit. Ini tahap awal..Silahkan bapak pelajari! Akan kukirim ke gmail bapak."

Bara mengangguk,"Kau tahu emailku?"

"Kalau bapak tak kasih tahu ya tak tahu. Mungkin harus dirahasiakan."

Bara melirik Sania dengan tajam. Mulut mungil Sania selalu tajam hendak kerdilkan nilai Bara.

"Beri emailku Dea...yang lengkap biar tak salah sasaran." ujar Bara sambil melangkah masuk ke ruangannya. Sania melelet lidah.

"Apa dia selalu gitu?" bisik Sania pelan pada Dea.

"Dulu ngak gitu tapi sejak bininya sakit dia berubah dingin. Maklumi saja!"

"Dia bos ya harus diikuti. Asal jangan anarkis saja. Maaf merepotkan Bu Dea!" Sania merangkap tangan minta maaf. Ini hanya formalitas antara sesama teman sejawat. Padahal itu memang tugas Dea selaku sekretaris Pak Bara.

Dea mangut damai. Tangan wanita Batak itu meraih kertas lalu menulis beberapa huruf dan angka. Tanpa makan waktu lama kertas itu sudah berpindah ke meja Sania.

Sania meraih kertas itu lalu mengetik di keyboard komputer melaksanakan tugas semestinya. Untuk saat ini tak ada waktu buat bercanda. Waktu yang diberikan Pak Wandi sangat singkat. Jam sepuluh mereka sudah harus ada di kantor pusat Pak Wandi.

Sania melirik bos ganteng yang serius perhatikan file yang dikirim Sania. Tak ada reaksi berarti dari tampang bos berwajah dingin itu. Namun beliau sangat serius menatap desktop sekali sekali mengusap rambut.

Sania tak dapat menebak apa isi otak Bara sekarang ini. Apa laki itu setuju ambil proyek ini walau tak tinjau lokasi secara langsung.

"Nona Sania...sini!" panggil Bara dari balik ruang sebelah.

Sania mengangkat pantat dari kursi lembut miliknya untuk sementara. Selama dia masih kerja situ kursi ini akan jadi milik pribadi walau tak boleh dibawa pulang.

Sania berdiri di hadapan Bra dengan hati was was takut laki ini menolak semua rancangannya. Raut wajah Bara tetap datar seolah laki itu tak punya emosi. Flat seperti sandal tak ada sol.

"Kau yakin ini akan berhasil? Rancanganmu bagus. Kamu sangat berbakat."

Sania merasa hidungnya berkembang sedikit. Untung kepala tak ikut membesar dipuji bos baru yang cool.

"Aku sudah pernah kirim sketsa dan proposal pada Pak Wandi. Beliau memang telah lama menungguku menangani proyek ini. Cuma aku sangat sibuk tak dapat handle terlalu banyak. Kita hanya perlu tanda tangan saja Pak. Itu kalau bapak mau." kata Sania hati hati takut salah omong. Sania belum kenal sekali karakter bos barunya apalagi Sania baru dua hari kerja. Tiba tiba sodorkan proyek lumayan besar. Ntah apa yang ada di otak Bara mengenai Sania.

Mengapa Sania gampang dapat proyek tanpa tender umum. Apa kelebihan Sania di dunia property. Pasti ini akan menjadi bibit pertanyaan Bara. Selanjutnya akan muncul ratusan pertanyaan tentang Sania.

"Kita coba kalau kau yakin. Cuma dana kita tak cukup besar untuk handle proyek ini. Aku harus jujur supaya tak ada keluhan di kemudian hari."

Sania hargai kejujuran Bara tak mau sok setelan tinggi. Apa adanya lebih bagus ketimbang muncul masalah baru nanti.

"Kita bisa nego uang mukanya. Kita minta 70%. Gimana menurut Bapak?"

Mata suram Bara menatap Sania dengan putus asa. Gadis di depannya terlalu lugu tak tahu aturan main proyek. Di mana mana proyek hanya dikucurkan dana sebesar 25% sesuai hasil kerja. Selanjutnya baru akan menyusul dana segar setelah adanya hasil nyata.

"Katanya kau sudah dua tahun ikut tender proyek. Aturan main saja kau tak tahu. Mana ada orang mau percayakan dana sampai 70%. Khayalan pagi ya?" sinis Bara mengejek Sania.

Sania tak mau berdebat bikin mood kerja jadi jelek. Lebih baik Sania merendah biarkan sang bos tetap dalam pola pikir bahwa Sania hanya anak bawang tak tahu apa apa.

Terpopuler

Comments

𝓜𝓪𝔀𝓪𝓻

𝓜𝓪𝔀𝓪𝓻

Cerita nya best !

2022-10-19

1

Jumi Roh

Jumi Roh

Sania bnr" jenius otaknya cemerlang

2022-03-12

1

Rohma

Rohma

bagus banget cerita nya....cuma ada typo2 dikit ...tpi asik bgt bikin penasaran.

2021-12-05

2

lihat semua
Episodes
1 Patah hati
2 Kekacauan
3 CEO PUSING
4 Laki Culas
5 Lembaran Baru
6 Karyawan Baru
7 Karyawan rajin
8 Kesal
9 Mulai berkarya
10 Proyek Perdana
11 Berjumpa
12 Jumpa
13 Kenalan
14 Makin Dekat
15 Pengawal Nania
16 Serangan Musuh
17 Bara
18 Permintaan Nania
19 Nania Drop
20 Restu Keluarga
21 Jumpa Keluarga
22 Kumpul Keluarga
23 Adu Mulut
24 Jumpa Camer
25 Berbengkel
26 Rangga Abangku
27 Berbagi
28 Hadiah Untuk Rangga
29 Mencari Fakta
30 Dendam
31 Agra
32 Kumpul keluarga
33 Lamaran
34 Kesepakatan
35 Mobil Untuk Agra
36 Melawan
37 Tamu Tak Diundang
38 Ijab Kabul
39 Acara Keluarga
40 Berbagi Ranjang
41 Kebahagiaan Nania
42 Keisengan Bara
43 CS Gila
44 Tuyul Pengacau
45 Saingan Dalam Rumah
46 Kecurigaan Dea
47 Perasaan Bara
48 Suami Siaga
49 Konflik Kecil
50 Berdamai
51 Kekacauan Di Pagi Hari
52 Menuai Karma
53 Buka Kisah Lama
54 Shopping
55 Bersikap Jujur
56 Semangat Baru
57 Terkuak Rahasia
58 Lokasi Proyek
59 Curhat author
60 Survey
61 Cinta
62 Kintan
63 Jumpa Bapak Kintan
64 Prahara
65 Bini Muda Rebutan
66 Tua Muda Sakit
67 Dua Wanita Sakit
68 Nania Kritis
69 Pesan Nania
70 Nania Pergi
71 Tidur Bersama
72 Bara Ngambek
73 Rudi Diakui Keluarga
74 Tahlilan
75 Ciuman Subuh
76 Salah Paham
77 Akting Tak Lulus
78 Jenguk Kintan
79 Berdebat Soal Rudi
80 Nyaris
81 Mohon Dukungan
82 Menantu Idaman
83 Nyaris 2
84 Runtuhnya Gelar Perawan
85 Rahasia Kecil Ranti
86 Gerakan Perdana Sania
87 Rangga Naik Pangkat
88 Pengacau Baru
89 Maya
90 Bertengkar
91 Kesedihan Sania
92 Ketegasan Bara
93 Menang Tender
94 Jumpa Musuh
95 Berita Buruk
96 Maya Bunuh Diri
97 Niat Busuk Amanda
98 Ancaman Bertubi
99 Kehancuran Bobby
100 Bobby Terkapar
101 Menantu Norak
102 Buka Jati Diri
103 Pengumuman Pemenang
104 Kerja Bakti
105 Tamu Tak Diundang
106 Bersikap Jujur
107 Lari Pagi
108 Kantor Baru
109 Rekan Lama
110 Lagi Lagi Maya
111 Berdamai
112 Ranti Berulah
113 Kacau
114 Sukacita Diatas Duka
115 Kabar Bagus
116 Sania Yang Berubah
117 Debat Santai
118 Gerakan Amanda
119 Amanda Stress
120 Perhatian Mertua
121 Emosi Sania
122 Sania
123 Sania Berkepribadian Ganda
124 Pasangan Baru
125 Cerita Rumit
126 Bertamu Ke Kantor Polisi.
127 Keadilan
128 Sania Ngambek
129 Salah Arti
130 Rayuan Bara
131 Plan Ke Pulau B
132 Berdebat Lagi
133 Dosa Bara
134 Rasa Bersalah itu
135 Cinta Usang Terbit
136 Janji Bara
137 Fadil Pulang
138 Bara Terjebak
139 Sania Pergi
140 Sidang Tengah Malam.
141 Rangga Marah
142 Chat Sania
143 Terungkap
144 Dua Wanita Culas
145 Rindu Sania
146 Joachim
147 Bara Nelangsa
148 Rangga Jatuh Cinta
149 Lisa Hamil
150 Sania Berang
151 Arsy Nekat
152 Roy Sekar Jadian
153 Pengawalan Bara
154 Bara Selamat
155 Penyesalan Bara
156 Sania pulang
157 Sania Kejar Rangga
158 Bara Bersumpah
159 Sania Balik Kantor
160 Persoalan Baru
161 Membalas
162 Ngidam Sania
163 Burung Piaraan Pak Slamet
164 Suami Baru
165 Ngidam Terpenuhi
166 Berdamai Dengan Hati
167 Suhada Dioperasi
168 Sania Mengalah
169 Damai
170 Ungkap Fakta
171 Makan Malam
172 Penculikan Suhada
173 Amanda Meninggal
174 Operasi Sukses
175 Akhir Kisah Amanda
176 Cari Ketenangan
177 Pesta
178 CEO Cantik
179 Undian Mobil
180 Dukungan Bara
181 Kelaparan
182 Oleh-oleh
183 Harga Oleh-oleh
184 Ranti Melahirkan
185 Sania Lahiran
186 Jalan Mulai Terang
187 End
Episodes

Updated 187 Episodes

1
Patah hati
2
Kekacauan
3
CEO PUSING
4
Laki Culas
5
Lembaran Baru
6
Karyawan Baru
7
Karyawan rajin
8
Kesal
9
Mulai berkarya
10
Proyek Perdana
11
Berjumpa
12
Jumpa
13
Kenalan
14
Makin Dekat
15
Pengawal Nania
16
Serangan Musuh
17
Bara
18
Permintaan Nania
19
Nania Drop
20
Restu Keluarga
21
Jumpa Keluarga
22
Kumpul Keluarga
23
Adu Mulut
24
Jumpa Camer
25
Berbengkel
26
Rangga Abangku
27
Berbagi
28
Hadiah Untuk Rangga
29
Mencari Fakta
30
Dendam
31
Agra
32
Kumpul keluarga
33
Lamaran
34
Kesepakatan
35
Mobil Untuk Agra
36
Melawan
37
Tamu Tak Diundang
38
Ijab Kabul
39
Acara Keluarga
40
Berbagi Ranjang
41
Kebahagiaan Nania
42
Keisengan Bara
43
CS Gila
44
Tuyul Pengacau
45
Saingan Dalam Rumah
46
Kecurigaan Dea
47
Perasaan Bara
48
Suami Siaga
49
Konflik Kecil
50
Berdamai
51
Kekacauan Di Pagi Hari
52
Menuai Karma
53
Buka Kisah Lama
54
Shopping
55
Bersikap Jujur
56
Semangat Baru
57
Terkuak Rahasia
58
Lokasi Proyek
59
Curhat author
60
Survey
61
Cinta
62
Kintan
63
Jumpa Bapak Kintan
64
Prahara
65
Bini Muda Rebutan
66
Tua Muda Sakit
67
Dua Wanita Sakit
68
Nania Kritis
69
Pesan Nania
70
Nania Pergi
71
Tidur Bersama
72
Bara Ngambek
73
Rudi Diakui Keluarga
74
Tahlilan
75
Ciuman Subuh
76
Salah Paham
77
Akting Tak Lulus
78
Jenguk Kintan
79
Berdebat Soal Rudi
80
Nyaris
81
Mohon Dukungan
82
Menantu Idaman
83
Nyaris 2
84
Runtuhnya Gelar Perawan
85
Rahasia Kecil Ranti
86
Gerakan Perdana Sania
87
Rangga Naik Pangkat
88
Pengacau Baru
89
Maya
90
Bertengkar
91
Kesedihan Sania
92
Ketegasan Bara
93
Menang Tender
94
Jumpa Musuh
95
Berita Buruk
96
Maya Bunuh Diri
97
Niat Busuk Amanda
98
Ancaman Bertubi
99
Kehancuran Bobby
100
Bobby Terkapar
101
Menantu Norak
102
Buka Jati Diri
103
Pengumuman Pemenang
104
Kerja Bakti
105
Tamu Tak Diundang
106
Bersikap Jujur
107
Lari Pagi
108
Kantor Baru
109
Rekan Lama
110
Lagi Lagi Maya
111
Berdamai
112
Ranti Berulah
113
Kacau
114
Sukacita Diatas Duka
115
Kabar Bagus
116
Sania Yang Berubah
117
Debat Santai
118
Gerakan Amanda
119
Amanda Stress
120
Perhatian Mertua
121
Emosi Sania
122
Sania
123
Sania Berkepribadian Ganda
124
Pasangan Baru
125
Cerita Rumit
126
Bertamu Ke Kantor Polisi.
127
Keadilan
128
Sania Ngambek
129
Salah Arti
130
Rayuan Bara
131
Plan Ke Pulau B
132
Berdebat Lagi
133
Dosa Bara
134
Rasa Bersalah itu
135
Cinta Usang Terbit
136
Janji Bara
137
Fadil Pulang
138
Bara Terjebak
139
Sania Pergi
140
Sidang Tengah Malam.
141
Rangga Marah
142
Chat Sania
143
Terungkap
144
Dua Wanita Culas
145
Rindu Sania
146
Joachim
147
Bara Nelangsa
148
Rangga Jatuh Cinta
149
Lisa Hamil
150
Sania Berang
151
Arsy Nekat
152
Roy Sekar Jadian
153
Pengawalan Bara
154
Bara Selamat
155
Penyesalan Bara
156
Sania pulang
157
Sania Kejar Rangga
158
Bara Bersumpah
159
Sania Balik Kantor
160
Persoalan Baru
161
Membalas
162
Ngidam Sania
163
Burung Piaraan Pak Slamet
164
Suami Baru
165
Ngidam Terpenuhi
166
Berdamai Dengan Hati
167
Suhada Dioperasi
168
Sania Mengalah
169
Damai
170
Ungkap Fakta
171
Makan Malam
172
Penculikan Suhada
173
Amanda Meninggal
174
Operasi Sukses
175
Akhir Kisah Amanda
176
Cari Ketenangan
177
Pesta
178
CEO Cantik
179
Undian Mobil
180
Dukungan Bara
181
Kelaparan
182
Oleh-oleh
183
Harga Oleh-oleh
184
Ranti Melahirkan
185
Sania Lahiran
186
Jalan Mulai Terang
187
End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!