"Tante ini di mana?" tanya Naya. Matanya membesar melihat gedung tinggi yang berdiri kokoh di hadapan. Orang-orang berbaju putih pun terlihat mondar-mandir di dalam sana.
"Kita di rumah sakit, Nay. Kamu nggak mau jengukin ayah kamu?"
Jantung Naya terasa dihantam palu.
'Apa ini? Rumah sakit, Ayah, jenguk. Apa jangan-jangan dia ....'
Naya menelan ludah. Dia cekal tangan Laura dari belakang. Gadis itu mulai ragu.
"Gak apa-apa. Ayo, kita masuk. Tante yakin dia kangen sama kamu. Dan kamu pasti penasaran
dengan wajahnya."
"Tapi ...."
"Naya ...." Laura menggenggam tangan Naya. Mata mereka bersitatap. "Tolong jangan terlalu benci sama dia. Bukan salah dia. Semua ini salah ibu kamu. Ibu kamu begitu pandai menyembunyikan diri padahal jika dia mengaku kalau mencintai suami Tante juga Tante bakalan lepasin Burhan. Asal kamu tahu, Tante sama ibumu itu berteman baik."
"Benar begitu?" tanya Naya. Matanya menelaah ekspresi Laura untuk mencoba mencari kebenaran. Dia tidak kenal Laura, tapi juga tidak pernah bertemu ibunya. Bisa jadi yang dikatakan Laura adalah benar, tapi tidak menutup kemungkinan jika ibunya adalah korban.
Laura menggangguk. Dia tersenyum. "Ya sudah, ayo kita masuk. Sebenarnya jam besuk sudah lewat. Cuma tadi Tante sudah menghubungi petugas. Jadi ayo kita sapa dia."
Tibalah Naya dan Laura di depan sebuah pintu ruang VVIP rumah sakit.
"Masuklah, Tante tunggu di luar. Kamu temui dia. Situasinya pasti canggung, tapi Tante harap kamu bisa maafin dia," papar Laura lalu meninggalkan Naya sendirian di sana.
Perlahan-lahan Naya pun mendorong pintu dan aroma obat-obatan khas rumah sakit pun merasuk dalam hidung. Tiba-tiba saja Naya gemetar. Namun dia tetap melangkah mendekati ranjang yang ada di depannya. Tampak seorang pria tengah terpejam dengan damai. Pria itu tampak tertidur lelap meski ada alat bantu pernapasan bertengger di hidung.
Dup-dup-dup-dup.
Jantung Naya bertabuh bagai genderang perang. Entahlah, dia tak tau apa yang diinginkan. Otak menyuruh pergi tapi tubuh justru melangkah maju.
Hening, Naya mematung di depan tubuh Burhan yang sedang terbaring. Seketika kenangan lama mengudara dalam kepalanya tanpa diundang. Terlintas bagaimana sulit masa kecilnya yang selalu dibully teman-teman hanya karena tidak mempunyai ayah.
Tiba-tiba saja Naya terkekeh hambar. Dia duduk di kursi yang ada di sana lalu menatap Burhan begitu nanar. Rambutnya beruban dengan kumis tipis, di dagu pun sudah ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih.
"Apa kamu beneran ayahku?" tanya Naya akhirnya.
Akan tetapi, Naya terkekeh lagi. "Kenapa kamu tidur saat aku datang? Sekarang aku sudah di sini. Anak yang kamu abaikan. Bukankah seharusnya kamu minta maaf? Bangunlah, tebus kesalahanmu. Tebus rasa sakit dan kesepian yang sudah kamu beri untuk aku dan ibu. Jangan mati terlalu mudah. Ayo bangun, minta maaf sama aku."
Naya terus bergumam. Dia mengutuk Burhan tanpa air mata. Aneh, rasanya nano-nano. Dia marah pada Burhan tapi merasa kasihan di saat bersamaan.
Naya terus mengoceh dan mengeluarkan kekesalan yang selama ini dia simpan rapat sebelum akhirnya suara derit pintu menyadarkan. Tampak Laura masuk dan diikuti beberapa orang pria berbadan tambun berpakaian serba hitam.
Menelan ludah, Naya berdiri sembari melihat Laura yang berjalan mendekat. "T-tante, m-mereka siapa?"
Habis baca jangan lupa Like.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Fina Ina
itu sdh ku duga kalo ibu Laura itu jhat
2022-12-03
0
Sriyanti Anjar
penasaran
2021-10-30
1
Chika Kaboru Muhama
lanjut
2021-10-20
0