Bagian 4

Bagian 4

"Jangan tunggu aku!" Alan menyambar helm doff hitam miliknya dan bersiap memakainya, saat bersiap untuk menstater motornya. Tiba-tiba Ribi keluar dari kamarnya menghampiri sang ayah. 

"Ayah mau kemana?" rengeknya setengah berkaca-kaca. Alan berjongkok agar sejajar dengan putrinya, dan berkata pelan, " Ayah mau pergi kerja sebentar, Ribi jangan nakal, ya!" ucapnya santai, lalu mendaratkan kecupan ke arah rambut putrinya.

"Kan siang tadi Ayah udah kerja, dan sekarang lagi?"

"Pekerjaan Ayah mendadak, nanti pasti Ayah bawa oleh-oleh buat Ribi."

"Jangan lama-lama, ya, Yah! Kasian Ibu tidur sendiri." Suara menggemaskan keluar dari mulut mungil Ribi.

"Iya ... Ayah janji!" sahutnya, matanya melirik ke arah Nesa, dan berbisik, "Ajari anakmu ngomong sopan! Kamu selalu ajari Ribi hal-hal yang nggak bener!" 

Nesa hanya bergeming, enggan mengomentari perkataan Alan yang selalu menghujam hatinya dengan kalimat-kalimat tidak enak di dengar, kata-kata Alan memang memiliki suara pelan, namun mampu menusuk relung hati Nesa. 

***

Nesa tak bisa memenjamkan mata, tatkala mendapati temen tidurnya belum pulang ke rumah, berulang kali ia menatap jam dinding dan mengelus tempat di mana Alan biasa tidur memunggunginya. Rasa itu memang tak lagi ada, cinta yang selalu bersemayam di dalam hati wanita itu. Tapi entah mengapa perasaan Nesa malam ini tidak karuan, ada hal mengganjal di hatinya, namun ia tidak tahu apakah itu.

Hingga pukul dua pagi, Alan tak menunjukan batang hidungnya, mata Nesa tidak kuat lagi, dan akhirnya ia memejamkan mata karena tidak kuasa melawan rasa kantuknya. 

Tepat pukul lima pagi, Alan baru sampai rumah, wajahnya nampak sumringah, dan langsung berbaring di sebelah istrinya. Karena kasurnya bergoyang, membuat Nesa mengerjapkan mata menatap sang suami lekat-lekat. Belum sempat ia mengucapkan sepatah katapun, Alan malah langsung mendengus kesal.

"Nggak usah tanya-tanya! Aku capek!"

Nesa hanya bisa mengurungkan  niatnya untuk bertanya, dan bangun untuk bersiap memasak. Ia masuk kamar mandi, saat ia berdiri di depan kaca wastafel dan menatap wajahnya sendiri. Ia bergumam pelan.

"Apa wajah dan tubuhku tidak menarik lagi? Hingga mas Alan enggan menyentuhku?" 

Tiba-tiba suara dering ponsel mengagetkan dirinya, rupanya Alan lupa membawa kembali benda itu bersamanya. Lelaki itu memang sedikit pelupa. Nesa mendekati lalu meraih benda yang selalu menjadi teman setia suaminya, saat Nesa ingin membawanya keluar, sebuah pesan dari kontak bernama Wina Bunga membuat ia  penasaran. Ia memilih mengurungkan niatnya, dan membuka ponsel itu, tapi sialnya ia tidak bisa menemukan kata sandi dari benda dengan layar sentuh tersebut, hingga Nesa mencoba beberapa kali, yang pertama ia coba dengan tanggal ulang tahun Ribi, ternyata salah, lalu tanggal pernikahannya—dan lagi-lagi salah. Yang ketiga ia membuka dengan tanggal lahirnya sendiri. Ternyata cocok dan berhasil, ponsel itu terbuka, dengan waspada dan sesekali mengintip ke arah pintu, karena takut jika Alan bangun dan murka. Jantungnya bahkan sudah luar biasa berdetak kencang. Ia membuka pesan itu. Ketika ia membacanya seketika kakinya bergetar hebat, napasnya seolah terhenti.

(Mas ... Makasih buat malam ini, aku puas. Kamu hebat banget di atas ranjang. Aku harap, mas mau jadi pelanggan tetapku)

'Apa maksudnya ini?' 

Gumam Nesa dalam hati, dunianya seketika hancur tatkala selesai membaca pesan itu, ia seketika terduduk di lantai kamar mandi, ia menangis tanpa suara, karena takut membangunkan suaminya atau bahkan Ribi yang ada di kamar sebelah. Perasaan sakit itu menghujam hatinya.

Ia memukul-mukul dadanya sendiri karena begitu sakit dadanya ia rasa, napasnya bahkan sesak. Luka yang biasanya Alan torehkan hanya menyayat sedikit demi sedikit hatinya, tapi tidak—kali ini ia langsung menancapkan belati di sana, belati yang sangat tajam mengoyak hatinya. Membuat napasnya hampir habis.

Lalu ia teringat dengan struk hotel yang kemarin ia buang di tempat sampah, yang ia temukan dari kantong celana jeans Alan. Setelah meletakkan ponselnya kembali ke tempatnya semula, ia dengan susah payah keluar dari kamar dengan derai ari mata, menuju tempat sampah. 

Dan ia menemukan bukti itu, struk hotel di mana Alan melakukan dosa-dosanya, berapa kali ia menghianati Nesa, bahkan ia sudah lama tidak menyentuh istrinya itu.

Apakah ini caranya untuk membalas apa yang Nesa lakukan? Nesa yang selalu menurut, Nesa yang selalu diam, Nesa yang selalu di rendahkan. Wanita ini benar-benar hancur, bahkan menangis tanpa suara. Nesa mencintai Aslan dengan tulus, tapi ia tidak pernah diberi perhatian. Ketika wanita itu senang atau sedih Alan tidak pernah mau tahu. Atau dia menikahi Nesa hanya untuk sebuah status.

Terpopuler

Comments

Tri Widayanti

Tri Widayanti

Dah tinggalinnnn

2022-08-15

0

Yunia Afida

Yunia Afida

wah si akan minta disantet online

2022-08-01

0

Yunaeni Fadilah

Yunaeni Fadilah

sbellll battt dah suami macam apa itu huufff bkin esmosi

2022-07-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!