...Tak Bisa Lari...
Di sore hari dengan warna langit jingga. Sinar mentari begitu menghangatkan setiap inci tubuh. Membawa kehangatan dihati. Angin berhembus perlahan. Menggoyangkan dedaunan seolah menari mengikuti alunan waktu yang terus berputar. Seorang anak berumur 10 tahun dengan rambut hitam yang berdiri seperti duri. Duduk di bawah sebuah pohon yang rindang. Anak itu tak lain adalah Long An si Karateka Genius dari Timur. Ia berada di taman yang berada dalam sekolahnya.
Long An sedang asyik menggambar. Goresan pensil warnanya menggores setiap inci buku gambar yang berwarna putih polos. Memberikan warna-warni yang indah. Seolah seperti warna dunia yang menawan. Ia terlihat tersenyum menggambar seorang anak kecil yang sedang bergandengan tangan dengan seorang wanita. Lantas Long An menulis namanya bersanding dengan nama ibunya.
“Hehe akhirnya selesai. Aku akan memberikan ini pada mama.” Kata Long An begitu ceria. Wajahnya terlihat berseri-seri.
Kulitnya yang putih terlihat cerah tertimpa sinar mentari sore. Pipinya yang bulat bakpao sedikit kelihatan kemerahan. Rona kebahagiaan terpancar dari wajah imut nan menggemaskan. Kemudian, ia membalik kertas gambarnya. Mengangkat pensilnya dan menggambar seseorang. Disaat Long An sedang menggambar, terdengar suara dua orang tengah berbincang. Tak lama kemudian, seorang pria tengah melintas bersama anak lelakinya. Pria itu adalah ayah si anak lelaki. Si ayah menggendong anak lelakinya sembari bersenda gurau.
“Papa datang terlambat menjemputku. Papa harus dihukum.” Kata anak lelaki itu memasang wajah cemberut.
“Ampun… papa tidak akan datang terlambat lagi. Baiklah papa akan menerima hukumannya dan akan membelikan anak papa yang hebat ini ice cream.” Kata si ayah pada anaknya.
“Waaah!!! Benarkah?!! Papa memang terbaik.” Jawab anak lelaki tersebut dengan memasang wajah berbinar. Keduanya terlihat gembira dan berjalan melewati Long An yang tengah duduk sendirian.
Pemandangan antara ayah dan anak tersebut tak luput dari pandangan Long An. Tiba-tiba tangannya berhenti menggambar. Tatapan matanya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Kepalanya tertunduk sampai tak terasa sebuah buliran bening keluar dari matanya. Sedikit menetes disebuah gambar yang tadi ia buat.
Disaat Long An bersedih, seseorang menepuk bahunya. Long An yang memang seorang karateka handal segera waspada dan meraih tangan yang menepuk bahunya. Menekuk tangan orang tersebut dan memelintirnya dengan cepat.
“A… a… a…. sakit sekali. Apa yang kamu lakukan?!” Teriak seseorang yang kesakitan karena tangannya dipelintir oleh Long An. Suara erangan kesakitan itu, berasal dari seorang gadis cilik yang seusia dengan Long An. Gadis kecil itu bernama Alice. Alice adalah teman sekelas Long An.
An, terkejut mengetahui bahwa tangan yang sedang ia pelintir adalah tangan teman sekelasnya. Buru-buru Long An melepaskan tangan temannya yang ia pelintir. Alice hanya bisa mengelus tangannya perlahan sembari meringis kesakitan. Long An yang merasa bersalah segera meminta maaf.
“Alice, maafkan aku.” Kata Long An sungguh-sungguh.
“Ah, aku harus berhati-hati jika hendak mendekatimu. Dasar, An menyebalkan.” Kata Alice si gadis kecil memasang raut wajah cemberut.
“Aku minta maaf. Aku tidak sengaja.” Sahut Long An merasa bersalah.
“Baiklah, sebagai permintaan maafmu. Kamu harus mengajariku jurus dalam karate.” Alice berbicara sambil terkekeh.
“Ah, dasar licik.”
“Hihi…” Alice hanya terkekeh.
Alice memiliki rambut pirang layaknya orang barat atau di negeri kita menyebut mereka orang bule. Long An berteman baik dengan Alice. Mereka sering berlatih karate bersama. Lantas Alice duduk disebelah Long An.
“Hemm aku iri padamu. Kamu sungguh hebat dalam bidang karate. Papaku selalu memujimu. Itu sungguh menyebalkan. Aku iri padamu.” Kata Alice memasang wajah cemberut.
“Sebenarnya yang menjadi anaknya aku apa kamu. Papaku memang menyebalkan.” Lanjut Alice.
Long An hanya tertawa melihat temannya bertingkah seperti itu.
“Aku ingat ajaran Master Li. Di dalam seni bela diri, kita harus memiliki kesabaran. Kesabaran saat menghadapi lawan dan kesabaran saat berlatih. Kamu tidak memiliki semua itu.” Ledek Long An pada Alice.
“Aish… kamu sama menyebalkan dengan papaku!” Kata Alice kesal sambil melipat tangannya.
Long An tertawa melihat tingkah temannya itu. Tetapi, sedetik kemudian raut wajahnya berubah menjadi kesedihan. Kepalanya kembali tertunduk. Alice yang duduk disamping Long An menyadari hal tersebut.
“Hei, yo… Karateka Genius dari Timur. Ada apa? Seorang karateka sejati tidak boleh menundukkan kepalanya seperti ini. Apa kamu lupa?” Tanya Alice sembari menepuk bahu Long An.
Long An menjawab dengan perlahan.
“Aku iri padamu. Iri pada anak-anak lain yang memiliki ayah.” Raut wajah Long An terlihat sedih.
Si kecil Alice menghela nafas dalam. Dia juga ikut sedih. Ikut merasakan bagaimana perasaan Long An. Meski Long An seorang karateka handal. Tetap saja dia hanyalah seorang anak kecil yang merindukan sosok seorang ayah.
“Astaga, aku tidak menyangka. Karateka yang tak pernah kalah 100 kali pertandingan. Ternyata sangat cengeng. Aku tidak jadi mengagumimu. Sebenarnya apa salahnya tidak punya papa. Tidak punya sekalipun belum tentu tidak menyenangkan. Lihat saja papaku, dia sangat gendut dan suka mengorok. Dia bahkan suka mengupil sembarangan haha. Bukankah itu menyebalkan. Kamu punya mama yang cantik dan sangat menyayangimu. Apa itu tidak cukup untukmu?” Tanya Alice.
Mendengar perkataan Alice. Seketika si kecil Long An tercekat. Ia menyadari sesuatu. Bahwa sekarang ia memiliki sosok ibu yang sempurna. Sosok seorang ibu yang bekerja keras dan sangat menyayanginya. Bisa menjadi ibu sekaligus sosok ayah. Disaat Long An tersadar. Sebuah suara terdengar memanggil namanya.
“An!!!” Teriak suara tersebut.
Suara tersebut berasal dari seorang wanita berambut panjang sepunggung. Ia melambaikan tangannya dan setengah berlari menuju ke tempat Long An. Ia mengenakan blazer yang dipadukan dengan celana jeans. Tas mungilnya terslempang dibahunya. Wajahnya yang cantik begitu semakin mempesona tertimpa cahaya mentari senja. Meski usianya kini sudah genap 30 tahun. Tetapi, masih terlihat seperti berusia 20an tahun. Wanita itu tak lain adalah Irene Maxzella.
Irene setengah berlari menghampiri Long An. Nafasnya terdengar terengah-engah.
“An, maafkan mama datang terlambat menjemputmu.” Kata Irene dengan nafas yang masih memburu.
Tanpa banyak berkata, Long An segera memeluk ibunya dengan erat. Irene terkejut Long An tiba-tiba memeluknya seperti ini.
“An, ada apa?” Tanya Irene dengan lembut sembari membelai kepala anaknya.
“Mama… terimakasih. Terimakasih sudah menjadi mama untukku.” Kata Long An tulus dalam pelukan ibunya.
Irene tercekat mendengar perkataan Long An yang tiba-tiba. Lalu sedetik kemudian ia tersenyum. Membelai dengan lembut kepala anaknya.
“Hemm, dasar anak manja iyuhhh…” Kata Alice meledek Long An.
Long An yang mendengar perkataan Alice segera melepaskan pelukan pada ibunya. Menatap Alice sembari menjulurkan lidahnya.
“Katakan saja kamu iri padaku.”
“Ahh, kamu sungguh teman kecil yang menyebalkan. Aku memang iri padamu. Kamu memiliki ibu yang sangat cantik dan pekerja keras. Lihat ibuku, dia berdandan siang malam begitu menor. Menghabiskan ribuan make up tetap saja tidak akan secantik ibumu.” Kata Alice sambil tertawa.
Irene dan Long An langsung tertawa mendengar perkataan Alice. Mereka tertawa bersama-sama kala senja sore itu. Senja yang sungguh menghangatkan. Namun, masih meninggalkan ribuan pertanyaan.
Tak terasa, waktu berlalu dengan cepat. Malam telah datang dalam rangkulan Sang Kegelapan. Namun, secercah cahaya bulan terlihat tersenyum dibalik awan. Di tengah pekatnya kala malam. Kini, Irene sedang menidurkan Long An. Si kecil Long An terlihat tidur dengan lelap. Irene tersenyum melihat anaknya yang menggemaskan saat tidur. Kemudian, dengan sangat perlahan mencium kening putra tunggalnya tersebut. Mendoakan agar anaknya selalu hidup bahagia dan tidak menderita seperti dirinya.
Setelah mencium kening Long An. Irene membetulkan selimut anaknya. Lalu bergegas membereskan peralatan sekolah Long An. Saat Ia membereskan buku-buku Long An. Irene tanpa sengaja melihat sebuah gambar. Gambar seorang wanita dan anak kecil terlihat bergandengan tangan dan tersenyum bahagia. Digambar tersebut tertulis Mama dan Long An bahagia bersama. Irene tersenyum melihat hasil gambar anaknya.
Setelah itu, ia membalik halaman berikutnya. Irene terperanjat melihat gambar dihalaman berikutnya. Gambar itu sepertinya belum selesai dan di hapus berkali-kali. Bentuk badannya seperti seorang pria. Tetapi dibagian wajahnya masih polos. Dibagian bawahnya tertulis kata papa???
Melihat hasil gambar Long An yang belum terselesaikan. Membuat wanita berumur 30 tahun itu, hanya bisa menghela nafas dalam. Tatapan matanya menerawang jauh ke luar. Menatap langit malam yang menyembunyikan Sang Rembulan. Mungkinkah, ia tak akan bisa lari dari masa lalunya? Mungkin waktu akan membawanya kembali ke negerinya lagi.
Jauh di langit sana. Rembulan yang bersembunyi dibalik pekatnya malam. Perlahan menunjukkan wajahnya. Sinarnya mulai mengoyak Sang Kegelapan. Takdir seseorang tak pernah ada yang bisa menentukan kecuali Tuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
cantika
....
yang penting komen
2021-11-29
1
Kam1la
up
2021-09-01
2