Bab 18

Di kamarnya, Kak Zea menceritakan kisah masa lalu orang tua mereka yang cukup menyedihkan. Kata Kak Zea, saat Kak Zayn dan Kak Zea dilahirkan, mereka berdua harus terpisah karena kekejaman kakek buyutnya. Kakek dari Om Elvan itu sengaja memisahkan Kak Zayn dari mamanya sejak Kak Zayn lahir.

Masa kecil Kak Zayn bersama papa dan kakek buyutnya membuat Kak Zayn tidak merasakan kasih sayang seorang ibu. Ia menjadi pria kecil nakal yang angkuh juga mau menang sendiri.

Sampai akhirnya mereka kembali dipertemukan saat usia Kak Zayn dan Kak Zea lima tahun. Om Elvan yang sebelumnya kehilangan ingatannya, akhirnya perlahan-lahan mulai sembuh, dan kembali pada Tante Marisa. Sehingga, Kak Zayn mendapatkan kasih sayang seorang ibu yang lama ia rindukan.

Sejak saat itulah, Kak Zayn berusaha membuat mamanya bahagia. Kak Zayn sangat menyayangi Tante Marisa lebih dari apapun.

Siang ini, aku kuliah seperti biasa, hanya ada satu mata kuliah yang akan aku ikuti hari ini. Aku langsung menuju kelas karena waktu kuliah sudah tiba.

Saat masuk ke kelas, banyak pasang mata yang melihatku dengan tatapan aneh. Ya, mereka seperti sedang mencibirku dalam hati.

Aku tidak peduli dan terus berlalu menuju bangku kosong di samping nadia sahabatku.

"Ra, berita di TV kemarin pagi itu beneran?" tanya Nadia saat aku baru saja duduk di bangkuku.

"Iya, Nad, aku sama Kak Zayn akan menikah dua minggu lagi," jawabku santai.

"Kok bisa?"

Tepat setelah Nadia bertantnya, dosen kami masuk, dan aku belum sempat menjawab pertanyaan Nadia.

Setelah kelas selesai, sebenarnya aku ingin langsung pulang, karena Kak Zayn bilang kami akan mencari gaun untuk pernikahan kami. Namun, sahabatku Nadia sepertinya sudah tidak sabar menunggu penjelasan dariku. Ia menarikku menuju lorong kampus yang lumayan sepi.

"Sekarang kamu jelasin sama aku, sejak kapan kalian punya hubungan diam-diam gini? Bukannya selama ini kamu cuma mengaguminya diam-diam?" Nadia menghujaniku dengan pertanyaannya.

"Sebenarnya, waktu kamu nggak jadi datang ke klub malam itu, aku mabuk berat dan tanpa sadar aku masuk ke mobil Kak Zayn. Aku bahkan mengikutinya sampai ke apartemennya," jawabku sambil mengerutkan alis, berpikir kata apa yang tepat untuk menceritakan semuanya pada Nadia.

"Jadi, kalian …." Nadia menyentuhkan dua jari telunjuknya berulang-ulang sambil memandangku dengan tatapan aneh. "Kamu hamil?"

"Enak aja kalau ngomong."

"Tapi, gosip di kampus mengatakan kalau kamu lagi hamil, Ra," kata Nadia yang sepertinya sangat khawatir.

"Nad, aku sama Kak Zayn …."

Tiba-tiba ponselku bergetar terus. Aku langsung mengeceknya, takut-takut kalau itu adalah Kak Zayn.

Benar, ternyata dia, pasti dia sudah menunggu di butik.

"Halo."

"Kamu di mana, aku ada di parkiran, cepat ke sini." Kudengar suara ribut-ribut dan teriakan histeris di balik suara Kak Zayn.

"Aku ke sana," jawabku langsung memutus panggilan teleponnya.

Aku menarik tangan Nadia untuk melihat ke tempat parkir. Sesampainya di tempat itu, aku melihat kerumunan para mahasiswa yang entah sedang mengerubungi apa?

"Permisi, permisi." Aku berusaha menerobos para mahasiswi itu.

"Ini dia ceweknya, kasih jalan, dia kan lagi hamil," ucap salah seoarang mahasiwi dengan lantangnya.

Ajaibnya, mereka semua memberiku jalan, sehingga aku bisa melihat jelas tubuh Kak Zayn yang berdiri tak jauh dariku.

"Kak Zayn, ngapain sih ke sini?" Aku berjalan menghampiri Kak Zayn.

"Jemput calon istriku lah," kata Kak Zayn lalu menarikku untuk masuk ke mobilnya yang sudah terbuka. "Jangan sebarin gosip murahan tentang kami, atau kalian akan rasakan akibatnya." Kak Zayn berkata pada kerumunan mahasiswa itu dengan wajah dinginnya.