Bab 15

Kami bertiga ada di ruang meeting pihak Wedding Organiser, Asisten Kaisar menyuruh mereka keluar saat aku dan Kak Zayn mulai berselisih pendapat.

Aku dan Kak Zayn masih saja berdebat masalah outdoor dan indoor, belum ada yang mau mengalah. Aku selalu memimpikan pernikahan di tempat terbuka seperti dalam film Twilight yang jadi kesukaanku, tapi Kak Zayn sebagai laki-laki juga tidak mau mengalah.

"Kamu nikahan di taman mana yang muat banyak orang? Kamu mau nikah di stadion?" tanya Kak Zayn yang membuatku semakin kesal.

"Ya nggak di stadion juga Kak, kan bisa di …." Aku jadi tidak bisa berpikir karena rasa kesalku pada Kak Zayn.

"Di mana? Hah? Di mana? Katakan!" tanyanya.

"Tau ah, terserah Kak Zayn, nikah aja sendiri!" Aku berdiri hendak meninggalkan laki-laki menyebalkan ini.

"Mau ke mana kamu?" tanyanya tanpa berusaha menghentikan langkahku.

"Pulang!" jawabku sambil menunjukkan wajah kesalku padanya.

"Aku nggak mau ya, ada berita kalau kita bertengkar karena masalah ini."

"Yang kamu pikir itu cuma nama baik, tapi nggak mikirin perasaanku, udahlah nggak jadi nikah sama kamu juga aku nggak rugi." Aku berjalan meninggalkannya dan hampir menyentuh gagang pintu ruangan meeting ini.

"Satu langkah kamu keluar dari sini tanpa aku, aku bisa menghancurkan reputasi keluargamu, Dera. Apa kamu nggak pernah penasaran dengan hubungan papa kamu dengan masa lalunya?"

Aku langsung menoleh pada Kak Zayn yang menampilkan senyum menyeramkan.

"Maksudnya?"

"Bos, Bos, Bos." Asisten Kaisar langsung menyela sebelum Kak Zayn buka suara. "Aku ada ide, Bos!"

"Apa?"

"Nona Dera duduk dulu, kita bicara baik-baik, oke!" kata Asiten Kaisar.

Dengan malas aku duduk kembali di samping Kak Zayn, meliriknya dengan rasa kesal.

"Gini aja, kita adakan akad nikahnya sesuai keinginan Nona Dera, setelah itu kita adakan acara resepsinya sesuai keinginan Tuan Bos," kata Asisen Kaisar yang mengambil jalan tengah dari perdebatanku dan Kak Zayn.

Aku dan Kak Zayn sama-sama diam. Sebenarnya aku setuju dengan ide itu, yang paling penting kan aku bisa mewujudkan pernikahan impianku di tempat terbuka.

"Aku setuju, tapi resepsi di hotel kita, harus diadakan dengan mewah," kata Kak Zayn yang kemudian menatapku.

"Oke," jawabku cepat.

Kak Zayn tersenyum puas.

"Oke, kalau gitu aku panggil mereka lagi ya, ingat, jangan berdebat lagi! Masa iya aku harus usir mereka tiap kalian berdebat," omel Asisten Kaisar yang kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan meeting.

"Maksudnya Kak Zayn tadi apa? Papaku kenapa?" tanyaku pada Kak Zayn.

"Nanti setelah kita menikah baru aku kasih tahu!"

"Aku suka tempe nggak suka tahu!"

"Ngeselin banget sih."

"Kak Zayn lebih ngeselin."

"Pengen kumakan kamu di sini."

"Nggak takut." Aku balas melotot padanya.

Tiba-tiba dia melirik ke arah pintu, dan langsung memelukku.

"Nanti kalau udah sah, Sayang. Masa kamu udah nggak sabaran," kata Kak Zayn dengan suara keras.

Apa-apaan dia, memalukan sekali, siapa yang tidak sabar.

"Kita bisa lanjut, Tuan?"

Kak Zayn langsung melepaskan pelukannya, dan tersenyum pada seseorang di belakangku. Aku penasaran, lalu menoleh ke belakang, dan ternyata pihak WO sudah ada di belakangku bersama Asisten Kaisar.

"Nona Dera, bersabarlah untuk dua minggu ke depan," kata Asisten Kaisar yang membuatku melongo.

"Pasti Nona sudah tidak sabar untuk malam pertamanya ya," goda wanita yang sudah tidak lagi muda itu.

"Sudah pasti nggak sabar, Tuan Bos kan banyak penggemarnya, beruntung sekali Nona Dera yang dipilih hatinya Tuan Bos." Wanita yang lebih muda ikut berkomentar.

"Kalian jangan godain calon istri saya, lihat pipinya memerah gini jadi menggemaskan," kata Kak Zayn yang kemudian tersenyum menatapku.

Apa iya pipiku memerah, kalau iya, itu karena marah Kak Zayn. Dasar menyebalkan! Mereka juga sama-sama menyebalkan, siapa juga yang tidak sabar jadi istrinya?