"Dira, nggak apa-apa kalau kita harus menggunakan jasa ibu pengganti untuk mengandung anak kita. Aku siap membayar mahal untuk itu."
Adnan yang tajir melintir dan kaya raya berusaha membujuk sang istri. Tetapi tetap hati Dira kekeh ingin mengandung bayi itu dalam rahimnya sendiri.
Ia ingin berusaha terlebih dahulu, baru menyerah kemudian. Ia sudah terlanjur berjuang keras selama ini, dan menolak untuk menyerah sebelum maju.
"Aku mau fight dulu, mas. Aku pengen banget anak itu berkembang dan tumbuh di rahim aku sendiri. Aku pengen merasakan ikatan emosional antara aku dan anak kita. Aku mau jadi ibu yang seutuhnya."
Ucapan Dira tersebut cukup membuat hati Adnan menjadi luluh lantak. Ia mengerti betul perasaan Dira saat ini. Wanita mana yang tak ingin mengandung dan melahirkan anaknya sendiri.
Tapi kalau memang keadaan tidak memungkinkan, Adnan sejatinya tak masalah. Bahkan tak memiliki anak pun, Adnan dan keluarga tidaklah mengapa.
Ayah, ibu, dan saudara-saudara kandungnya adalah tipikal manusia yang open minded. Tapi memang keluarga jauh dari kedua belah pihak dan juga tetangga mereka-lah yang suka nyinyir.
Hingga akhirnya Dira merasa stress sendiri dan mengupayakan berbagai cara untuk mendapatkan keturunan.
"Dira, nggak masalah anak itu mau lahir dari rahim siapa. Semua anak itu titipan, asal kita menjaga dan mengasuhnya dengan baik, memberi pendidikan terbaik. Itu sudah lebih dari cukup koq." ujar Adnan.
"Menjadi orang tua itu bukan darimana anak itu berasal. Tapi bisa nggak kita menyayangi mereka." lanjutnya lagi.
"Tapi aku pengen hamil mas." ujar Dira.
"Iya, aku ngerti. Tapi kalau emang nggak bisa mau diapakan coba?. Kita harusnya bisa menerima takdir Tuhan. Dengan Tuhan memberikan kita kesempatan kayak gini aja udah bersyukur." lagi-lagi Adnan berujar.
Dira tertunduk dalam diam.
"Aku mau berusaha dulu. Habis itu kalau emang nggak bisa, aku setuju kita sewa rahim dari ibu pengganti." ujarnya lagi.
Adnan menghela nafas panjang dan terus menatap istrinya itu. Agaknya Dira memang masih enggan untuk menyerah.
"Oke, senyaman kamu aja. Aku mendukung setiap keputusan yang kamu ambil." ucap pria itu.
Maka Dira pun mulai mereda dari segala kerusuhan yang terpancar di wajahnya. Sementara Adnan terus mengemudikan mobil, agar mereka segera sampai di rumah.
***
"Put, lo tadi kenapa?"
Salah satu rekan Putri yang bernama Tiwi, bertanya pada gadis itu. Ketika istirahat makan siang telah tiba dan mereka berada di warteg dekat minimarket.
"Gue lagi kepikiran omongan nyokap gue, Wi."
Putri menjawab pertanyaan Tiwi, sambil menunduk dan memperhatikan es teh manis di dalam gelasnya yang masih banyak.
"Emang nyokap lo ngomong apa?. Disuruh nikah?" Tiwi menebak.
Sebab biasanya jika seorang anak terpikir akan ucapan orang tuanya. Pasti topik obrolan mereka tak jauh dari hal itu.
"Bukan soal itu." jawab Putri.
"Terus?"
"Tiba-tiba aja nyokap gue minta gue ngangsurin utangnya dia, yang gue nggak tau sebelumnya." lanjut gadis itu kemudian.
"Hutang apaan?" tanya Tiwi heran.
"Nggak ngerti gue. Katanya hutang bank keliling, buat beli ini itu dan keperluan adek-adek gue. Tapi koq banyak banget dan bebannya balik ke gue semua." jawab Putri.
Tiwi tampak menarik nafas panjang. Di negara ini memang tak luput dari orang tua yang suka menyusahkan anak. Padahal fisik mereka masih mampu mencari uang.
"Bokap tiri lo nggak kerja emangnya?" tanya Tiwi pada Putri.
"Katanya sih lagi nggak ada kerjaan sekarang." jawab Putri.
"Tau deh, itu juga nggak paham gue gimana konsepnya. Koq bisa perempuan macam nyokap gue nikah asal nikah aja. Sama cowok yang kerjaannya masih nggak jelas. Mending kalau nikahnya walaupun susah tapi berusaha. Ini malah nyusahin gue, anjir." lanjutnya lagi.
"Sama kayak sepupu gue. Ada tuh yang nikah asal nikah, biar bisa pamer di sosmed. Terus sekarang anaknya udah tiga dan kerjaan nggak jelas. Jadi numpang deh di rumah nenek gue." ujar Tiwi.
"Makanya ini gue pusing banget. Kenapa sih harus semuanya anak pertama yang ngempanin anak-anak lain. Asal nyetak anak aja, pas ngidupin bingung." gerutu Putri.
"Gue juga nanggung orang tua sama dua adek gue sih." ucap Tiwi.
"Oh ya?"
"Lah iya, lo pikir darimana coba mereka bisa hidup kalau nggak gue bantu." jawab Tiwi.
Putri terus terbelenggu dalam kebisuan.
"Malah orang-orang di negara kita ini ya gitu, hampir semuanya sama." tukas Tiwi.
"Anak pertama di haruskan menafkahi bokap-nyokap plus membiayai hidup anak-anak lainya. Cuma ka bedanya bokap-nyokap gue emang udah sakit-sakitan. Jadi ya gue mau nggak mau."
"Nah kalau orang tua gue masih sehat dan seger, anjir. Masih muda, masih glowing emak gue. Skincare-an mulu. Gue yang busuk nyari duit banting tulang. Gue nggak masalah kalau ke nyokap, lah ini gue ikut ngempanin bapak tiri sama adek tiri. Kan nggak ngotak." ucap Putri.
Tiwi menghela nafas dan melanjutkan makan, begitupula dengan Putri pada akhirnya. Permasalahan ekonomi dan mengandalkan anak dalam menopang hal tersebut, akan selalu menjadi topik yang tak pernah ada ujungnya.
Putri dan Tiwi menghabiskan makan, dan setelah itu mereka kembali ke dalam gedung kantor. Guna kembali bekerja, demi gaji mereka yang tidak seberapa itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Langanan Camp Poring Ranau
sesiapa pun akan terkejut dengan hal sedemekian
2022-02-19
0
Yuni Nita
semangat authoor
2022-02-15
0
Siska Feranika
Di hamili genderuwo 😂😂😂🤣🤣🤣🤣
2022-02-11
0