"Ibu, aku mau balon itu." Seorang anak kecil merengek pada ibunya. Tatkala abang balon keliling terpampang didepan matanya.
"Nanti dulu, nak. Kita cari uang dulu. Uang ibu habis beli nasi tadi." Seorang wanita dengan sabar menenangkan anaknya yang sedari tadi merengek minta dibelikan.
Ina menatap pemandangan itu dengan penuh haru. Tangannya merogoh kantong menatap uang sakunya hanya tinggal 50 ribu. itu pun untuk ongkos pulang ke cinere tempat dirinya tinggal saat ini. Tapi hatinya tak tenang setelah melihat pemandangan tadi.
"Ini sisa uang jajan pemberian tante Yulia. Aku tidak mungkin meminta lagi."
Ina memang sudah satu minggu kembali ke kampus. Mengejar semua ketertinggalan akibat insiden kabur dua bulan yang lalu. Yulia mengizinkan Ina kuliah lagi, tapi Ina tidak diizinkan pulang kerumahnya dulu.
"Hey! Anak perawan dilarang ngelamun. Ntar, kesambet Jin jomblo."
Laras muncul disamping Ina secara tiba-tiba. Membuat gadis itu hampir saja kambuh jantungnya.
"Kalo Jin nya ganteng kayak song joong ki, aku nggak nolak, Ras."
"Mending Hyun bin, Na. Tinggi, ganteng, macho pula."
"Emang Song Joong Ki nggak ganteng, Ras?"
"Joong ki itu Imut. Tapi nggak macho."
"Macho, ih. Enak aja bilang nggak macho. Gitu-gitu dia udah nikah lo. La Hyun bin sampai sekarang belum nikah-nikah." Ina protes saat Laras mengomentari idolanya.
"Hyun bin sebentar lagi mau nikah kok." Laras masih tidak mau kalah.
"Sama siapa?"
"Sama gue .... weeeeekk."
Pletak.
"Bangun, Ras. Jangan mimpi ketinggian. Albert yang ganteng di SMA aja lu tolak."
Laras mengingat saat Albert bintang basket di SMA Nusa Bangsa mendekatinya. Padahal Laras merasa ada banyak siswa yang lebih cantik dan statusnya setara dengan Albert. Tapi satu sifat Albert yang Laras tidak suka, yaitu Playboy dan Sombong.
"Aku yakin, Na. Dia dulu dekatin aku karena taruhan."
"Tau darimana?"
"Ada temennya yang ngadu." ucap Laras sambil menyeruput jus pokatnya.
Obrolan unfaedah itu pun membuat perguliran waktu semakin cepat. Obrolan seperti ini yang kadang membuat Ina melupakan permasalahan yang ada. Ringan, tapi mengasyikkan.
"Aku rindu rumah, tapi ..." Ina tak melanjutkan kata-kata. Rasa sesak masih terasa dalam dadanya.
"Na, kalau kamu sembunyi terus masalah tidak akan selesai. Sebaiknya kamu pulang, aku yakin keluargamu mencemaskanmu."
"Tapi, Ras. Aku belum kuat bertemu mama."
"Na, oke untuk saat ini mama kamu berada di jalan yang salah. Mungkin juga mamamu mencarimu, kalau kamu nggak berani pulang karena mamamu, tapi ingat ada orang lain yang sangat mencemaskanmu. Bi Narsih, pak Budi dan Kak Rangga, apalagi kakakmu itu rela pulang ke Jakarta cuma untuk mencarimu."
Ina menghentikan aktivitas makannya "Kak Rangga ikut mencariku?" Laras menggangguk.
"Ras, sebaiknya kamu tidak usah mengabarinya tentang keberadaanku."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak mau menyusahkan kak Rangga. Sudah cukup Dua Belas tahun dia menjadi pelindungku, sampai-sampai dia tidak memikirkan masa depannya, usianya sudah cukup untuk menikah."
"Na... Ah, sudahlah, susah aku menjelaskan padamu. Kamu mengatakan Ini bukan sekali dua kali, Na. Tapi sudah sejak zaman kita SMA dulu. Toh, tetap saja kakakmu itu menjadi pelindungmu lebih dari nyawanya sendiri." ucap Laras merasa kesal.
klik
Di Kediaman Gunawan
"Tunggu kondisimu lebih baik."
"Tapi, tante ... Aku tidak ingin merepotkan kalian. Kalian sudah banyak membantuku. Soalnya uang terapi akan Ina ganti nanti."
"Nggak usah, Na. Tante ikhlas, nak. Sejak kamu disini rumah terasa hidup, nak. Setelah kehadiran Shasa di rumah ini dan sekarang kehadiranmu. Tante merasa Tuhan mengirim kamu, seakan anakku sudah pulang kerumah.
Jadi kamu mau pulang, Na?" Ucap Yulia saat Ina mengutarakan keinginannya untuk pulang.
Ina merasa dia sudah terlalu lama menumpang di tempat Tante Yulia. Ada rasa tidak enak kalau berlama-lama disana, Walaupun Tante Yulia selalu bilang padanya tidak pernah keberatan.
Ina dan Yulia saling memeluk. Ina seperti mendapat kasih sayang seorang Ibu yang tidak pernah dia dapatkan. Kebaikan tante Yulia yang entah kapan dia bisa membalasnya. Ina berharap dia bisa berumur panjang agar bisa membalas kebaikan keluarga itu.
keluarga ini, mereka merawatku seperti anaknya sendiri. Padahal aku hanya orang asing yang tak punya hubungan keluarga dengan mereka. Tapi aku disini malah jadi benalu mereka, menumpang tinggal entah sampai kapan.
Aku ingin sekali pulang ke rumah. Merindukan bik Narsih dan pak Budi, lucu, ya. Kebanyakan anak yang ingin pulang merindukan orang tuanya, tapi aku malah merindukan sepasang suami istri yang bekerja di rumahku. Mungkin karena sejak dulu merekalah yang merawatku. Aku punya rumah, tapi aku berasa bukan anak majikan disana.
Sejak kecil aku merasakan kasih sayang hanya dari papa Aryo dan Kak Rangga. Aku tidak pernah tahu seperti apa ayah kandungku. Kata mama, papa menceraikan mama setelah melahirkan aku. Kata mama, papa tidak pernah sayang pada kami berdua.
Aku ingin pulang tapi aku belum siap bertemu mama. Rasanya masih sakit ketika mengingat ucapan mama padaku. Seburuk itukah aku dimatanya. Bahkan dia tidak mencoba mencariku.
Ina membereskan kamarnya yang sedikit berantakan. Sore ini dirinya akan pulang ke rumah orangtuanya. Meninggalkan orang-orang yang begitu baik padanya. Tak ada pakaian atau koper yang akan dibawanya, karena saat dirinya menginjakkan kaki dirumah ini tanpa membawa apa-apa.
"Tante, terimakasih ya."
"Na, kamu sudah siap pulang. Bagaimana kalau ibumu menyakitimu lagi."
"Tante tenang saja, aku udah kebal, kok."
"Tapi, Na ...."
Ina memandang wanita didepannya. Wanita yang menyayanginya seperti anaknya sendiri.
" Tante, terimakasih, ya. Kebaikan tante dan keluarga sangat besar. Aku bahkan tidak tahu bagaimana membalas kebaikan kalian. Tante Yulia, Om dul, bi suti, Kak Alam dan Juga Shasa sudah seperti keluarga buatku. Maaf kalau aku sudah banyak merepotkan kalian. Maaf kalau aku sudah banyak membebani kalian.Ina janji kalau ada luang waktu akan sering-sering nengokin tante dan Shasa kesini. Ina pamit ya, tante. Tante jangan sering banyak pikiran nanti sakit."
"Tante akan merindukan kamu, na. Rumah ini akan sepi karena nggak ada kamu. Tante sudah menganggap kamu seperti anak sendiri. Kamu janji ya, na. Akan sering kesini kalau ada waktu senggang. Bawalah beberapa pakaian yang ada disini, nak."
"Iya tante. Ina akan sering kesini kalau ada libur kuliah. Pakaian Ina dirumah sudah banyak tante, lagian ini bukannya barang kak Gita kan. Ntar yang punya barang gentayangin aku." Candanya.
"Non, den Alam sudah menunggu dibawah." panggil bi Suti.
"Maaf, tante nggak bisa antar kamu, Na. Soalnya Shasa lagi kurang sehat abis imunisasi. Nggak papa kan."
"Nggak papa, tante. Ina mandi dulu, ya."
Satu jam kemudian
"Inaaaaa ... sudah siap belum?" ucap Yulia yang sudah berada dibawah bersama Alam dan Shasa.
"Sudah, tante." Ina turun tangga dengan hati-hati. Mata Alam tak berkedip saat menatap gadis itu, bukan karena keimutannya melainkan baju yang dipakai gadis itu.
Pakaian Ina memutar memori Alam saat dirinya dan Gita berkencan setelah menikah. Tubuh Gita yang mungil bak anak SMA membuat apapun yang di pakainya tetap menarik.
Gita
Alam yang sedari tadi berdiri menatap Ina, dikejutkan dengan tepukan wajah dari shasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
terhitung tante kecil gita😅
2022-03-14
0
💮Aroe🌸
sama😂
2022-03-14
0
Ratna0789
like like like dulu ya kak
2022-02-06
0