20 Tahun yang lalu
Pov Yulia
"Lia, kenalkan ini Kania."
Papa datang ke rumahku bersama seorang wanita muda. Tangan mereka saling menggenggam layaknya orang sedang berpacaran. Aku yang melihat sangat malu. Saat itu usia papa 60 tahun, dengan tubuhnya tinggi, perut buncit, rambut memutih. Dan yang mencengahkan calon istri papa usianya 4 tahun dibawah aku.
Aku yakin dia mau menikah dengan papa karena harta papa. Tubuhnya yang putih mulus serta pakaian sexy untuk menggoda papa. Ah, aku serasa jijik melihat kemesraan mereka.
Mungkin kalau perempuan yang akan dinikahi sepantaran papa, aku tidak masalah. Tapi ini lebih muda dariku. Dimataku wanita itu tak lebih dari perempuan penggoda.
"Lia" Aku menyodorkan tangan untuk mengenal wanita itu.
"Nah, mumpung sedang berkumpul papa akan mengumumkan bahwa setelah kami menikah, Kania akan tinggal dirumah papa."
Aku kaget saat mendengar pengumuman itu. Keenakan perempuan itu kalau dia tinggal dirumah ini, rumah dimana aku dibesarkan dan membesarkan putriku.
"Gimana, Lia."
"Terserah papa aja deh." Aku menjawab dengan malas.
Wanita didepanku tersenyum. Kuakui dia cantik, iya cantik dengan make up menornya. Wajahnya selalu tersenyum walaupun dia tahu kalau kami masih kaget dengan kedatangannya. Papa terlihat bahagia saat bersama wanita itu. Aku berharap kalau dugaanku tentang wanita itu salah.
Dan tiba saat hari pernikahan itu tiba
"Saya terima nikahnya Kania Aulia binti Soedarjo Hakim dengan mas kawin satu unit Rumah dan Mobil mewah dibayar tunai."
"Bagaimana ... sah!"
"Saaahhh"
"Alhamdulillah." Semua yang ada di acara serempak berucap.
Aku memandang wajah keduanya yang sangat bahagia. Sepertinya papa bahagia karena ada sosok disampingnya saat masa tuanya nanti. Tapi aku tidak tahu apakah wajah Kania bahagia karena punya pendamping atau mungkin dia bahagia karena bisa mencicipi harta papaku.
Entahlah sepanjang aku mengenalnya, sepanjang itu pula pikiran negatif selalu meracuni otakku. Aku hanya berharap itu tidak terjadi. Aku hanya berharap wanita itu benar-benar mencintai papa apa adanya.
"Wah, wanita itu beruntung ya. bisa nikah sama pengusaha kaya seperti pak Gunawan." ucap salah satu tamu undangan.
"Iya, tapi mereka cocok sebagai kakek sama cucunya." Timpal yang lain.
Aku mendengar gunjingan para tamu undangan. Rasanya panas mereka menggunjing papaku. Walaupun aku tahu yang mereka bilang fakta. Tapi yang mereka bicarakan adalah ayah kandungku.
"Ma, Gita lapar." Aku tersadar saat anakku merengek.
"Gita mau makan apa?"
"Aku mau coklat itu, ma."
Aku menggandeng Gita mengambil coklat yang tersedia untuk tamu yang membawa anak-anak mereka.
"Hey, anak kecil lihat bajuku kotor."
Kudengar teriakan seorang wanita yang membentak anakku. Aku langsung mendekati Gita yang sudah ketakutan.
"Kania, ada apa? kenapa kamu memarahi anakku."
"Ehhh.. Anu ... lia, aku tadi reflek kaget saat kuenya jatuh ke gaunku. Maaf Lia aku nggak bermaksud memarahi anakmu." Suara Kania yang tadi terdengar berang berubah menjadi lembut.
"Maaf, ma. aku tadi tidak sengaja. Kakiku tersangkut karpet lantai sampai kue jatuh kena baju tante itu." Ucap Gita yang masih takut.
"Ya, udah. Nanti mama bawa pulang kuenya, kita makan dirumah saja." Aku berusaha membujuk putriku.
Hari demi hari, bulan demi bulan terus berjalan. Kania sekarang menjadi ratu dirumahku. Aku beruntung punya rumah sendiri, jadi tidak setiap hari bertemu ibu tiriku itu.
Kudengar kabar kalau Kania mulai mengandung buah cintanya dengan papaku. Tapi aku masih sangsi apakah itu benar-benar anak papaku atau bukan. Keraguanku beralasan karena saat papa ke luar kota, Kania sering pergi ke clubbing bersama genk modelnya.
"Nggak papa, Lia. Kania itu masih muda, biarkan dia menikmati hidupnya saat ini. Nanti, setelah dia punya anak, papa yakin dia akan lebih baik."
"Papa tahu kalau dia masih muda, tapi kenapa papa menikahinya. Pah, aku ngomong seperti ini bukan karena iri pada Kania. Tapi, aku ingin dia benar-benar menjadi sandaran terakhir papa. Bukan dia yang numpang bersandar sama papa. Aku cuma mau papa ada yang merawat dimasa tua papa."
Sejak saat aku tak pernah menginjakkan kaki dirumah papaku. Bahkan jika Gita rindu sama Opanya, kuantarkan dia kekantor papa bukan kerumah. Karena aku takut Gita akan dimarahi Kania lagi seperti yang terjadi di akad dulu.
Hingga ...
Aku mendengar kabar Kania sudah melahirkan bayi perempuan. Papa mengirimkan photonya melalui post ( Tahun 2000-an hp belum merajalela). Kalau aku mau, aku bisa saja datang menengok, tapi sepertinya papa tahu kalau aku belum bisa menerima anak itu.
Tak lama kudengar papa menceraikan Kania. Entah apa penyebabnya aku tak tahu. Mungkin karena anak Kania ketahuan bukan anak papa.
Entahlah ....
Apapun itu, aku hanya bisa mendukung semua keputusan papa.
Klik
Dimasa sekarang
Yulia duduk di teras rumahnya. Wanita usia 57 tahun itu memandang hamparan rumput didepannya. Mengingat kedatangan Kania yang mengejutkan setelah bertahun-tahun menghilang.
"Ma"
Dul duduk disamping istrinya. Mempertanyakan yang membuat wajah istrinya terlihat mendung.
"Ada apa, ma?"
Yulia menghempas nafasnya dengan kasar.
"Dia datang lagi, pa."
"Dia siapa?" Dul masih belum paham dengan pembicaraan istrinya.
"Kania. Dia minta hak anaknya."
"Terus mama bilang apa sama dia?"
"Nggak ada. Dia muncul setelah bertahun-tahun menghilang. Saat papa sakit kritis pun dia tidak pernah datang. Atau paling tidak mengenalkan putrinya. Mama hanya mengusirnya tadi."
Dul paham, istrinya dari awal menentang pernikahan papa Gunawan. Banyak yang dia dengar stigma jelek tentang Kania. Ya, mungkin karena Kania sangat muda menikah dengan lelaki yang pantas jadi ayahnya.
"Sudahlah, ma. Tak usah diingat lagi.Nanti kalau Kania atau anaknya datang kita rembuk sama-sama. bicarakan dengan kepala dingin."
"Pa."
"Iya,ma."
"Shasa sudah bangun belum. Kalau sudah mama mau siapin untuk mandinya." Yulia berdiri saat teringat cucu semata wayangnya.
"Aku lihat Alam yang mandiin Shasa. Anak itu telaten sekali, seandainya Gita masih ada dia pasti senang melihat betapa siaganya Alam sebagai seorang ayah." Cerita Papa Dul.
"Heh! Seandainya keluarga Spencer memperlakukan Gita sebagai menantunya, pasti Gita tidak akan menderita. Papa jangan lupa bagaimana Marni menekan Gita agar bercerai dari Alam. Sebegitunya Marni membenci anakku dan berusaha memisahkan mereka." Kenang Mama yang mulai berurai air mata.
"Ma, sabar. Sudah jangan diingat lagi. kasihan nanti mama sakit lagi. Apakah Alam sudah melihat gadis itu? Bagaimana reaksinya?"
"Sudah. Tapi mama lihat Alam biasa saja. Oh Tuhan mama lupa mengecek Ina, Apakah bi Suti sudah memandikannya."
Yulia memasuki kamar yang ditempati Ina. Masih dengan reaksi yang sama, tatapan kosong dan wajahnya sudah mulai berseri karena dirawat dengan baik. Tubuh Ina sudah dibersihkan. Ina memakai baju milik Gita, dan sekarang sedang disuapi sama Bi Suti.
Benar-benar mirip.
Yulia memandang Ina dengan takjub. Wajah Ina yang sangat mirip dengan mendiang putrinya. Bedanya tubuh Ina kurus sedangkan Gita berbody. Rambut Ina hitam lurus panjang, sedangkan Gita memiliki rambut yang kecoklatan dan Ikal.
Sehabis sarapan mama membawa Ina berjalan disekitar teras rumah.
Kasihan kamu, nak. Pasti kamu korban laki-laki hingga jadi seperti ini."
Mama menuntun ina ke arah teras depan rumahnya. Halaman teras yang seluar taman kota. parkiran mobil yang beralaskan batako. Dihiasi kolam mancur kecil.
"Alam!" Panggil mama Yulia pada menantunya
Alam adalah menantu tunggal di keluarga Gunawan. Lelaki yang usianya menginjak 30 tahun itu kini berdiri dihadapannya. Setiap sabtu dan minggu Alam menginap di rumah mertuanya. Hak asuh Sasha sang putri semata wayangnya jatuh pada keluarga istrinya. Meskipun dia sempat tidak menerima keputusan itu, tapi pada akhirnya dia harus berusaha iklas.
Toh, mama yulia tidak pernah melarangnya menemui shasa. Malah mama mertuanya menawarkan Alam tinggal bersama mereka.
"Iya, ma." Ucap Alam yang masih memakai training. Rencananya hendak jalan pagi bersama sang putri. Tapi sepertinya dia harus mengurungkan niatnya.
"Kamu ajak Ina jalan-jalan sekitar komplek. Biar dia refreshing."
"Namanya Ina, ya, ma."
"Iya, tadi malam Ilham kesini. Ternyata dia kenal sama gadis ini. Ajak dia jalan-jalan, Lam. Mama kedalam dulu mau bikin Mpasi-nya Shasa."
Alam meringkukkan kakinya didepan Ina. Sosok didepannya sangat mirip dengan mendiang istrinya. Ada sesak didadanya, kalau dia tidak waras mungkin dia sudah memeluk gadis itu sebagai rasa rindunya pada istrinya.
Tapi masih waras, masih mencoba menjaga sikap. karena dia sadar wanita didepannya bukanlah Gita. Wajah mereka kebetulan saja mirip. Tubuhnya terangkat lalu tangannya memegang gagang kursi.
Pintu pagar terbuka, langkah kaki terdengar sangat jelas. Membuat Alam menoleh kearah pagi. Sosok tinggi, Brewok dan berwajah oriental berjalan kearah mereka.
Lelaki itu bersujud dikaki Ina. Suaranya terdengar berat. Kata-kata maaf terus terlontar dibibirnya.
"Na, maafkan aku. Aku tahu seberapa kata maaf ku tidak akan membuatmu menerimaku kembali. Aku sadar, na. Aku terjebak oleh mama kamu."
Tak ada respon. Dodo melihat Ina seperti patung, tatapan kosong, bahkan tidak bereaksi apa-apa. Dodo menggenggam tangan Ina, lalu mengecup siku jarinya.
"Mas, apa kita pernah bertemu?" Dodo mencoba mengingat lelaki yang ada didepannya. Seperti tidak asing dimatanya.
"Maaf, aku rasa kita baru bertemu." Jawab Alam.
"Bisakah saya membawa Ina pulang. Kasihan mamanya mencemaskan anaknya."
Alam belum percaya dengan lelaki didepannya.
"Kalau memang mamanya ingin ketemu kenapa kamu tidak ajak kesini."
Hmmm ..
Pasti dia orang yang bermaksud jahat pada Ina. Aku harus waspada pada orang ini.
Mata Ina mendelik melihat lelaki didepannya. Tak lama dia menjerit melihat sosok Dodo, Alam paham lalu membawa Ina ke dalam.
"Tolong usir dia! tolong usir! Pergi .. pergi ... pergi .." Teriak Ina seperti ketakutan.
"PERGIIIII" Ina menutup telinganya.
Tetap terus pantengin cerita ini.
Teimakasih buat yang sudah mau mampir ke karya receh saya. Tanpa kalian tulisan ini tidak berarti apa-apa.
Jangan lupa likenya
Jangan lupa komennya juga rate
Kalau berkenan bantu vote dan hadiah
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
beneeer kaaaan... dasar burung pelatuk, bikin ina depresi tuuuu
2022-03-10
0
Othor Blinger
thank sudah saling support 🙏
2022-03-03
0
Rhiedha Nasrowi
lanjut maraton lagi 😁😁
2022-01-21
0