"Dokter tadi dicari mbak Ina?"
Dodo mempercepat langkahnya menuju ruangannya. Begitu membuka pintu ruangannya dia tidak menemukan siapapun disana. Langkahnya kembali keluar ruangan prakteknya. Siapapun yang dia lihat pasti menanyakan keberadaan Ina.
Na, kamu dimana?
Dodo terus berjalan mencari kekasih hingga ke areal parkiran. Tapi yang dicari tetap saja tidak menampakkan batang hidung. Dodo membungkukan badannya, tangannya memegang lutut. Nafasnya terengah-engah karena kelelahan berlari mencari sang kekasih. Entah kenapa dia takut terjadi sesuatu pada Ina. Baginya wajar kalau dia cemas, karena sekarang Ina adalah calon istrinya.
"Do, kamu berantem sama Ina?" tanya Toni yang muncul disamping Dodo.
Lelaki itu menatap kawan sejawatnya dengan penuh arti. Lalu kembali menatap lutut kaki yang bertumpu tangan.
"Enggak. Aku aja belum ada ketemu dia. Kenapa?"
"Aku tadi lihat dia kayak abis nangis. Terus naik grab."
"Nangis?"
Ya Allah, kenapa dia menangis padahal aku tidak ada menyakiti hatinya.
"Ton, aku izin, ya. Aku mau cari Ina dulu."
Dodo meninggalkan rumah sakit mengendarai mobilnya. Kata-kata Toni yang mengatakan Ina sedang menangis sukses membuatnya tidak karuan.
Bagaimana nanti kalau Ina drop?
Bagaimana nanti kalau tiba-tiba terjadi sesuatu padanya?
Ina aku tidak mau kamu kenapa-kenapa,na.
Sebejat-bejatnya aku, cuma kamu yang benar-benar kucintai.
Kamu dimana, na? Please jangan buat aku khawatir.
Dodo terus bermonolog dengan pikirannya. Rasa cemas yang begitu dalam, juga sebuah pertanyaan apa yang membuat gadisnya bersedih. Matanya terus mencari berharap Ina terlihat berjalan disekitar trotoar.
Dodo menghentikan mobilnya, sesekali menghempaskan nafasnya yang sesak. Tatapannya beralih ke cincin yang bersemat dijarinya. Senyumnya mengembang mengingat hari hari yang mereka lalui.
Na, kamu tahu. Sejak awal kita dekat aku sudah jatuh cinta sama kamu.
Kamu mau bilang aku gombal, tapi ini dari hatiku yang paling dalam.
Na, Jika kita menikah nanti aku akan melepaskan hubunganku dengan Kania.
Aku janji, na. akan bawa kamu keluar dari rumah itu.
Kamu itu beda.
Kamu bukan Kania yang gila pada laki-laki
kamu bukan Mela yang matre.
Kamu bukan Jihan yang suka ngerusak hubungan orang.
Lampu hijau sudah dinyalakan.Menandakan sudah waktunya mobil berjalan. Dodo terkesiap saat klakson klakson berbunyi. Dengan cepat dia menjalankan mobilnya.
klik
"Kamu kesini kangen aku kan, Do?"
Sambutan Kania didepan pintu membuat Dodo tak berkutik. Tapi Dodo masih menahan diri agar tidak terpancing rayuan Kania.
"Kamu kenapa sih, Do?"
"Ina sudah pulang belum?"
Kania mengangkat bahunya. Baginya sekarang dia bisa melepaskan hasratnya bersama Dodo. Bukan memikirkan soal Ina. Karena Ina sudah besar dan bisa pulang sendiri.
"Belum. Paling dia ditempat teman-temannya. kenapa?"
"Tadi ada yang bilang dia mencariku. Pas aku cek ternyata aku tidak menemukannya. Ada yang bilang dia pergi sambil menangis. Makanya aku susul kesini."
Kania menjelit kearah Dodo. Entah kenapa dia tidak suka melihat perhatian Dodo pada putrinya. Dia berharap Ina tidak pulang agar bisa mereguk indahnya dunia bersama Dodo.
"Do, Ina itu sudah besar. Dia pasti bakal pulang kamu tenang saja."
"Tapi Kania, kalau terjadi sesuatu padanya bagaimana? Bisa-bisa jantungnya kumat nanti."
Bagus dong. Jadi aku tak punya saingan lagi.
"Hahahahhaaha...Do, kan dia sudah punya jantung baru. Masa masih kumat juga." Tawa Kania sambil menyeruput teh hangat.
Dodo menjelit kearah Kania. Sesekali menggelengkan kepalanya. Sangat disesalkan pemikiran Kania yang bersumbu pendek. Dodo beranjak dari kursinya dan akan melanjutkan perjalanan mencari Ina.
"Mau kemana lagi?" Tahan Kania.
"Cari Ina lah."
Kania mendengus kesal.
"Dia udah gede, Do. Ntar juga pulang sendiri. Ayolah, Do. Kamu itu sudah dua bulan nggak jatahin aku. Aku rindu masa-masa indah kita." Tangan Kania mulai menjalar bagian dada lelaki itu.
"Kamu itu punya hati nggak sih, Kania. Heran, aku sama kamu! santai sekali! Mana jiwa keibuanmu, Kania! Kamu itu nggak pantas menjadi seorang ibu!" Bentak Dodo mendorong tubuh Kania hingga pinggangnya terantuk tangan kursi.
Kania menjerit kesakitan saat tubuhnya tersungkur. Dodo yang awalnya mengira Kania hanya pura-pura mencoba kabur tapi tertahan saat bibi memanggilnya.
"Mas dokter tolong ibu. Dia pingsan" Dengan sigap Dodo membawa Kania kedalam kamar. Mata Kania menjelit lalu kembali memejamkan mata.
Berhasil
Kania sebenarnya memang kesakitan saat Dodo mendorong dirinya dengan kasar. Dengan pura-pura pingsan agar meyakinkan Dodo agar lelaki itu tidak mencari Ina. Padahal wajahnya terlihat segar walaupun tanpa make up. Dodo melirik Kania yang sudah dibaringkan atas ranjang. Dia masih tidak yakin kalau wanita itu benar-benar kesakitan.
"Bangunlah, aku tahu kau hanya pura pura." Gertaknya. Matanya menatap Kania dengan rasa jijik, entah kenapa dia semakin mantap melepaskan diri dari Kania.
Tak ada rasa kasihan dalam diri Dodo melihat Kania masih terlelap. Tanpa rasa khawatir, Dodo menepuk wajah Kania dengan kasar agar wanita itu bangun dari kepura-puraannya.
"Bangun! Aku tahu taktikmu, kania!"
Kania mengerang pelan lalu dengan sedikit membuka matanya menoleh kearah Dodo.
"Do, sakit!" Pekik Kania saat meraba tubuhnya yang masih terasa nyeri.
"Hah! Kau kira aku akan percaya padamu!"
"Apa yang kamu lakukan pada mamaku?"
Dodo terkejut saat Ina tiba-tiba muncul. Ina menatap Dodo dengan tatapan marah.
"Kamu dokter, seharusnya jika ada yang sakit kamu obatin. Bukan mengasari pasien, apa ini kinerjamu sebagai Dokter." Bentak Ina.
"Na, dengarkan aku dulu. Ini tidak seperti yang kamu lihat. Mama kamu itu ..."
"APA! Kamu mau bilang mama mau menggodamu! Kamu tadi juga menggoda tunangannya kak Ilham, kan. Dengar, ya dokter Dodo mulai sekarang ....." Dodo langsung memeluk Ina karena takut gadis itu memutuskannya.
Plaaaaaak
Sebuah tamparan mendarat di wajah lelaki itu. Terbayang rasa sakitnya saat mendengar obrolan Dodo dengan Jihan.
Hamil!
Anak!
Mereka mempunyai hubungan apa dibelakangku.
Jahat kamu kak! Jahat!
Aku pikir kamu adalah lelaki yang baik. Tapi ternyata tuhan membuka mataku.
"Na, Maafin mama. Tapi kamu harus tahu ini juga. Capek harus sembunyi terus, nak."
"Apa yang mau mama jelasin?"
"Na, mama dan Dodo ..."
Dodo menatap Kania penuh harap. Dia takut kalau Kania mengatakan yang sebenarnya.
Kania, aku mohon jangan bilang pada Ina. batin Dodo.
Dodo merasa terancam dengan sifat Kania. Rasa takut jika wanita itu membongkar semuanya. Mencoba menghindar seribu langkah. Dodo memilih meninggalkan kediaman Kania.
Gertakanku berhasil. Dodo langsung pergi itu tandanya dia takut semua rahasianya terbongkar. Sudah kubilang, Do. Kemanapun kamu pergi tidak akan pernah bisa lari dariku.
"Ma."
"Iya, na."
"Mama tadi mau ngomong apa?" Ina masih penasaran.
" Mama cuma mau bilang kalau Dodo sudah mama anggap seperti anak mama sendiri. Tapi dia panik karena kamu tak ada kabar."
"Tapi dia kasar sama mama."
"Sudah, mungkin dia sedang khilaf. Kamu harus baik sama dia, karena dia sudah nolong mama tadi." Ucap Kania sambil tersenyum licik.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
hedeeeh, gregeeet....😤😤😤😤
2022-03-10
0
💮Aroe🌸
benarkah???
tanya ke otor
🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️
2022-03-10
0
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
rasain do🤣
2022-01-29
0