"Mohon maaf, pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Tapi ternyata tuhan berkehendak lain. Istri anda tidak bisa bertahan lama. Sekali lagi kami mohon maaf. Kami turut berduka cita." Ucap dokter Toni.
"Nggak! Nggak mungkin, dok. Anda pasti bercanda kan! ini pasti prank kalian! Ayo mana kejutannya! Mana!" Amuk Alam
"Mama tadi lihat kan Gita dengan bahagianya, menyantap blackforest buatan mama. Sekarang kata dokter Gita sudah pergi!" Pekik alam.
Mama Yulia dan papa Dul menangis melihat reaksi Alam. Tak lama mereka membawa jenazah Gita. Alam terus mengguncang tubuh istrinya. Berharap istrinya hanya tertidur saja.
"Yang, bangun! Jangan becanda, yang!" Pekik Alam terus mengguncang tubuh Gita.
"Kak sadar! Gita sudah tidak ada!" Ilham masih menyadarkan kakaknya supaya ikhlas dengan kepergian Gita.
Ilham menemui mama Yulia membicarakan masalah donor jantung sesuai permintaan gita. Mama terkejut ketika mendengar ucapan Ilham.
"Apa Alam tahu soal ini?"
"Tadinya aku mau bicarakan ini sama kak Alam. Tapi ternyata keadaan lagi tidak memungkinkan."
"Kalau itu sudah permintaan Gita, sebagai walinya mama setuju. Mudah-mudahan bisa bermanfaat." ucap mama Yulia sambil terisak. Dia tidak menyangka permintaan terakhir putrinya adalah mendonorkan organ tubuhnya bagi yang membutuhkan.
"Tapi tante bagaimana dengan kak Alam?"
"Itu biar tante yang menjelaskan padanya."
"Sebentar lagi Gita kami bawa ke ruang operasi. Untuk melakukan donor jantung." ucap Ilham.
klik
Hari ini operasi jantung itu akan dilaksanakan. Tepatnya jam 20:00, tak lama berselang satu jam Gita dinyatakan meninggal dunia. Karena jauh hari ini Ina sudah diberitahu tentang donor tersebut.
Tanpa kehadiran Kania, operasi tetap akan dilaksanakan. Kedua sahabat Ina beserta orangtua mereka, Rangga yang tak mau ketinggalan menanti kabar adiknya. Rangga terus berdoa agar operasi sang adik lancar tanpa hambatan.
Pukul 23.55
Dodo keluar dari ruang operasi. Sesekali bernafas karena baru saja bergelut dengan nyawa pasien, apalagi pasiennya adalah kekasihnya sendiri. Rangga melihat Dodo langsung menghambur ke arah sahabatnya.
"Do, gimana?"
Lelaki itu menjelit kearah Rangga. Pikirannya bergulat melihat sikap Rangga yang terlihat khawatir. Dodo tahu hubungan Rangga dan Ina sebatas kakak adik, tapi dia juga laki-laki, tak menampik kalau dia sangat cemburu pada perhatian lelaki itu.
"Alhamdulillah" Cuma itu yang bisa dia ucapkan.
Kata Alhamdulillah memberi sinyal bahwa operasinya berhasil. Semua yang ada disana berteriak bahagia. Tangisan haru menyelimuti rumah sakit.
"Makasih, Do. Kamu sudah menyelamatkan Ina.Terimakasih, Do."
Bulir air mata menetes membasahi baju kebangsaan dokter tersebut.
Ina gadis yang baik. Aku akan membahagiakanmu.
klik
Gita Mandasari
Binti
Abdullah
Lahir : 8 April 1995
Wafat: 30 mei 2021
Alam berdiri didepan nisan Gita. Semua keluarga berkumpul memakai baju hitam, suasana pemakaman. Alam bahkan tak sanggup untuk ikut turun menguburkan sang istri. Sehingga pasukan pengubur menaikan jenazah Gita untuk di azani.
Alam mencoba mengazani istrinya meskipun suara terputus-putus.
Semua pelayat sudah membubarkan diri, tinggal Alam masih terduduk didepan nisan istrinya. Dia masih memeluk nisan yang tertulis nama Gita. Rasanya baru semalam dirinya memberikan hadiah hijab untuk istrinya. Tapi sebelum dipakai, tuhan sudah menjemput istrinya terlebih dahulu.
"Lam, yuk pulang, nak." Bujuk mama Marni.
"Aku masih mau disini. Gita pasti sendirian, ma. Kasihan dia, aku sudah berjanji padanya akan selalu menjaganya."
"Lam, ingat masih ada anakmu yang membutuhkan kamu, nak."
Tak ada reaksi. Mata lelaki itu memegang kelopak bunga yang bertabur di gundukan tanah merah. Seakan masih belum percaya kalau Gita sudah tiada. Mama Marni akhirnya meninggalkan Alam. Bagi mama Marni, Alam masih butuh waktu untuk menerima kenyataan kalau Gita sekarang sudah tiada.
Satu Minggu kemudian
Ina duduk dikursi roda dibantu oleh Rangga. Hari ini Ina sudah diperbolehkan pulang. Setelah satu minggu menginap di rumah sakit. Ina senang bisa berkumpul dengan keluarganya.
"Apakah mama sudah pulang?"
Semua yang ada dirumah sakit hanya terdiam. Mereka tak bisa menjawab pertanyaan dari gadis muda itu.
"Kakak nggak tahu,na. Mungkin tante Kania sudah menunggu dirumah." Ucap Rangga sambil menuntun adiknya menuju ke mobil.
"Ina biar sama aku saja." Dodo datang mengambil alih kursi roda yang diduduki Ina.
"Do."
"Makasih atas waktumu yang super untuk Ina. Bukannya kamu juga punya pekerjaan? Lebih baik kamu fokus sama perusahaan daripada buang waktumu disini."
"Tapi, do"
"Ina adalah tanggung jawabku saat ini. Mama Kania mempercayakan Ina padaku, Ga. Jadi please, jangan buang waktumu. Aku yang akan menjaganya sekarang."
"Tapi kalian bukan muhrim."
"Oh, ya. Apa bedanya sama kamu? kamu cuma kakak tiri, Ga. Bukan kakak kandungnya, jangan kamu kira aku tidak tahu."
"Sudah! kalian jangan bertengkar. Aku akan pulang dengan kak Dodo. Jadi kak Rangga nggak usah repot lagi. Benar apa yang dikatakan kak Dodo, jangan buang waktu kakak dengan urusanku. Yuk, kak kita pulang."
Dodo menjelit sinis kearah Rangga.
"Sekarang kamu tahu kan, siapa yang dipilih Ina?"
Bisiknya.
Mereka akhirnya sampai dirumah kediaman Kania. Suasana rumah yang sangat dirindukannya. Wajah Ina berseri saat memandang rumahnya sendiri. Kursi roda pun berjalan menuju pintu rumah, bibi datang menyambut anak majikannya dengan riang.
Tidak ada yang berubah suasananya, ruang tamu dihiasi dengan balon-balon berwarna merah mengkilat.
"Selamat datang kembali ke rumah, sayang." Sebuah suara datang dibalik bilik dapur.
"Mamaaaaa!"
Kania mendekati putri semata wayangnya dengan wajah bahagia. Bulir air matanya menetes ketika Kania memeluknya dengan erat. Pelukan yang sudah lama tidak dia dapatkan dari ibu kandungnya sendiri.
Terimakasih tuhan. Engkau sudah membuka hati mama, semoga ini bukan sementara. Semoga mama punya waktu yang banyak untukku. Ina sayang mama.
"Non, Bu Kania sudah masak spesial buat non Ina."
"Mama yang masak?" Ina menatap mamanya. Kania menggangguk sambil mengecup pucuk rambut sang putri.
"Ayolah kita makan, na aku sudah lapar nih." Seru laras disambut anggukan dari Angel.
"By the way calon suamiku nggak ikut, na." Bisik Angel.
Ina menggeleng. Seketika wajah Angel menjadi murung. Kakinya melangkah lemah menuju meja makan.
Kania dan Bibi membersihkan kamar Ina. Karena Kania baru saja sampai dari Thailand untuk menemani calon model yang akan direkrut. Mata Kania menatap Dodo yang berdiri menyender di teras.
Lelaki itu ternyata punya pesona juga. Dia tidak
tampan tapi maskulinnya memiliki aura yang berbeda. Ah, Dodo seharusnya kamu bukan pacar Ina.
Dodo berbalik sehingga mata mereka saling bertabrakan. Kania yang hendak mengikuti Dodo tertahan saat Ina memanggilnya.
"Ma."
"Iya, nak." Kania duduk disamping Ina.
"Mama disini saja temani aku. Aku masih kangen sama Mama." Peluk Ina.
Ina ... Ina ... Aku senang kalau kamu sudah punya jantung baru. Paling tidak aku tidak mengeluarkan biaya untuk berobat lagi. Paling tidak kamu tidak menyusahkan aku lagi.
Seandainya kamu terlahir sebagai anak Laki-laki. Papamu tidak akan menceraikan aku.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
SIFA Official
Emaknya tega amat sama anak sendiri 😭😭😭
2022-04-11
0
Hanna Devi
Emang bisa ya minta anak sesuai keinginan kita?
Kasihan kamu Ina.
2022-03-11
0
💮Aroe🌸
ternyata, begitu pikiran maknya😑
2022-03-09
0