Langit Jakarta mulai menghitam. Mataku tertuju pada kapas putih yang bergulung diatas langit. Mobil ini akan membawaku ke rumah sakit Kasih Bunda. Tapi entah kenapa pikiranku tidak menentu, antara takut kalau donor itu gagal dengan takut kak Dodo mengajak menikah. Aku belum mau menikah, aku masih ingin kuliah.
"Mama tahu kamu pasti deg-degan kan bertemu Dodo. Jangan lupa bilang sama dia, kapan kau dilamar, kapan dia mengajakmu menikah."
Apa kubilang, pasti mama membahas soal itu.
"Ma, aku masih 18 tahun. Masih pengen kuliah dan mengejar cita-citaku."
"Capek mama debat sama kamu, na. Mama cuma nggak mau kamu kesepian dirumah sendirian. Kalau kamu menikah ada yang jagain kamu."
"Ya, mama juga jangan lagi pergi sama laki-laki. Temenin aku dirumah."
"Terus kalau aku dirumah, yang cari biaya pengobatan kamu siapa? kamu pikir mama pergi cuma buat senang-senang. Mama kerja, nak. kerja!"
Kembali ku tatap langit demi mengalihkan obrolan dengan mama. Sekarang masih jam dua siang tapi langit berasa jam lima sore, rintik pun mulai turun. Mendung pun seakan menakuti orang-orang yang berada dijalan. Tetesan air dari langit seolah ingin mengusir para pejalan untuk menyingkir. Tak lama rintik tersebut semakin banyak.
"Na, mama ada urusan ditunggu teman mama sis Yerli. Kamu nggak papa kan pergi sendiri. Kalau sudah sampai kabari Dodo aja, biar dia jemput kamu dari mobil."
"Apa itu lebih penting, ma. Lebih penting dari nemenin aku kontrol gitu."
Seperti biasa, mama pasti tidak pernah menggubris ucapanku. Huh, biarlah aku masih bisa ke sana sendiri.
Ku sandarkan kembali punggungku di jok mobil. Memejamkan mata sejenak, tapi bayangan itu terus melewati pikiranku. Sejenak aku teringat mimpi,
Seorang wanita yang rupa mirip denganku memintaku menjaga putrinya.
Putri?
Kubuka tas ku yang berisi ijazah sekolah yang mau kupamerkan dengan kak Dodo. Disampul tertulis namaku "Karina Permata Gunawan." Mama pernah bilang kalau itu nama papaku, mama juga pernah cerita kalau papaku menikah dengan mama di usia 60-an.
Tapi yang paling bikin aku sesak, bukan mama yang datang saat pengumuman kelulusan. Melainkan kak Rangga, walaupun dia kakak tiriku, tapi aku tidak enak terus merepotkannya. Entah kenapa sejak SMA dia selalu tahu kapan jadwal bagi raport.
Seperti tadi dia muncul mendadak di sekolah tanpa memberitahuku. Aku yakin pasti dia mengambil ijazah.
"Non, sudah sampai."
Aku mencoba menghubungi kak Dodo untuk menyusulku di mobil. Hujan tampaknya semakin deras.
"Kok, kakak yang menyusul. Kak Dodo mana?"
"Dodo lagi ada pasien."
Itu adalah kak Ilham, teman sejawat kak Dodo. Orangnya baik, semua yang dirumah sakit baik padaku. Tapi kakak yang satu ini beda.
"Mana oleh-olehnya?" Tagihku
"Oleh-oleh apa,na?"
"Kata kak Dodo, kak Ilham baru pulang dari Jambi, mana oleh-olehnya."
"Sudah masuk ke perut hahahahahaha."
"Ish..."
"Sudah kamu ke ruangan Dodo, nanti aku nyusul."
Aku dan kak Ilham berjalan berlawanan arah. Berjalan melewati banyak mata yang melihatku, mendengar cibiran sinis dari para suster.
Ceklek!
Aku membuka pintu ruang dinas kak Dodo. Tampak seorang pasien masih muda dan cantik. Mata Dodo menjelit kearahku menunggu si pasien keluar dari ruangan.
"Cantik, ya."
Tangan kak Dodo membelit pinggangku.
"Kamu lebih cantik, Sayang."
Selalu dia bilang begitu kalau kedapatan pasien cantik. Aku mencoba tak menampakkan rasa cemburu, tapi seperti dia tahu yang aku rasakan.
"Ehmm ..."
"Kau ini, ham. Ganggu!"
"Hahahhahaaha... Do, masih mending aku ganggu daripada kamu buat yang aneh-aneh sama Ina. Kasihan dia masih kecil, masih panjang masa depannya.
Oke, kita langsung pokok permasalahan. Sahabatku sedang sakit keras saat ini, dia merasa hidupnya tak lama lagi. Maka dia mendaftarkan diri menjadi donor buat kamu Ina."
"Laki-laki apa perempuan, kak?"
"Perempuan, na. Mana bisa jantung laki-laki buat perempuan, Karina."
Aku merapikan rambut yang baru saja diacak bergantian oleh dua lelaki didepanku.
"Siapa namanya, kak?"
"Ada, deh. Pokoknya itu pesannya. Seminggu lagi kamu kerumah sakit untuk persiapan operasi kamu."
Aku menggaruk kepala yang tidak gatal "Kenapa mesti seminggu? kenapa nggak hari ini saja? aku sudah siap, kok."
"Kalau kamu siap, nanti malam aku jemput, ya?" Ucap Kak Dodo menatapku lebih dekat.
"Ehm ... kalian ini! dahlah aku mau balik ke ruangan."
"Kak Ilham kenapa? kok dia bete banget kayaknya?"
"Lagi patah hati, pacarnya kabur mau nikah sama cowok lain. Sudahlah nggak usah urusin dia. Kan ada aku."
"Kak aku lapar, aku mau ke kantin dulu." Pamitku.
"Kamu duluan, nanti aku menyusul. Soalnya masih ada yang aku kerjakan. Nggak papa kan?"
Aku mencoba tersenyum "Nggak papa, kak. Aku duluan, ya?"
Aku berjalan meninggalkan ruang dinas kak Dodo. Melihat banyak pasien dan keluarganya lalu lalang di koridor rumah sakit. Beberapa anak yang berjalan dengan mamanya, tangan mereka bergandeng erat seakan takut anaknya lepas.
Sedangkan aku, sejak kecil tak pernah di dampingi oleh mama ketika berobat. Papa Aryo lah yang selalu mengantarkanku kontrol, sementara mamaku sibuk dunia model. Mamaku seorang Model majalah dewasa, walaupun kadang dia juga ikut peragaan busana perancang ternama seperti ramli. Dulu waktu kecil, papa Aryo suka membawaku ke acara mama.
Kakinya berhenti di sebuah kantin. Banyak menu disana, ada bakso, soto, nasi uduk, nasi goreng. Dari semua menu tersebut pilihanku ke nasi uduk dan jeruk hangat.
"Ina kamu makan disini?"
"Kak Mona?"
Kak Mona juga salah satu dokter dirumah sakit ini. Kak Mona adalah mantan kekasih Kak Rangga, tapi sekarang dia sudah menikah dan punya anak. Walaupun nggak jadi kakak ipar, kak Mona masih baik seperti waktu dia pacaran dengan kakakku.
"Kakak apa kabar?"
"Alhamdulillah baik. Gimana sekolah kamu, na?"
"Aku sudah lulus, kak. Sekarang masih nyari kampus."
"Good. By the way Rangga apa kabar? Dia udah nikah belum?"
Aku masih asyik menyeruput jeruk panas. Kenapa kak Mona nanyain kak Rangga?
"Kabar dia baik, kak. Kayaknya belum sih, Nggak tahu juga apakah dia punya calon apa belum. Kalaupun ada, pasti dia ngenalin ke aku. Seperti dia ngenalin kakak ke aku."
"Ina ... Ina ... Dia sudah punya seseorang sudah lama dia tunggu. Malah dia pernah bilang seseorang itu adalah cinta pertamanya."
Cinta pertama? siapa? Kok kak Rangga nggak pernah cerita ke aku? Ish, kakak macam apa dia, curhat sama orang lain bukan sama adeknya.
" Siapa kak orangnya?"
"Dia .... "
"Dokter Mona, anda ditunggu pasien." Seorang suster datang menemui kak Mona.
Ah, jadi penasaran aku 'kan.
"Yang pasti dia bilang sampai sekarang cewek itu belum peka. Kakak duluan, ya."
Ah, sudahlah itu bukan urusanku.
Kakiku berjalan keluar dari kantin. Tapi tatapanku beralih ke seorang lelaki, tangannya menahan dadanya, seperti orang kesakitan.
"Suster!"
"Ada apa?" Salah seorang suster mendekatiku.
"Itu ada orang pingsan. Di tolongin dong."
Tak berapa lama kulihat orang orang mengerumuni lelaki itu. Aku tak begitu jelas melihat wajahnya. Ah, semoga dia tak papa.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Nana
Alam yg pingsan. aq gk rela klo pada akhirnya Alam sm Ina. biar Alam ttp duda sampai ajal trs ketemu dg Gita di akhirat. maapkeun
2022-07-06
0
💮Aroe🌸
asik, seru😋
2022-03-09
0
Indah Nihayati
cerita nya seruu
2022-03-02
0