Naina terbangun beberapa jam setelahnya, tepatnya pukul sebelas. Saat membuka mata, Elisa sudah ada berdiri tidak jauh dari tempat tidur.
"Nyonya, Anda sudah sadar." Elisa mendekat, memperhatikan Naina dengan seksama. "Bagaimana perasaan Anda Nyonya?" tanya Elisa.
Naina mengumpulkan nyawanya, sambil berusaha duduk. Dia melihat jam, Naina ingat dirinya pingsan saat Reygan memojokkan dan mencercanya.
"Nyonya?" panggil Elisa.
"Aku baik-baik saja Lisa." ucapnya.
"Lebih baik Anda segera makan Nyonya. Dokter mengatakan Anda kelelahan dan terlambat makan. Itu akan berakibat buruk pada lambung Anda." ucap Elisa.
Naina diam, ***** makannya masih belum tergugah meski rasa perih di perutnya. Rasanya ingin mual.
"Saya sudah menyiapkan bubur untuk Anda. Lebih baik dimakan selagi masih hangat."
Akhirnya Naina mengangguk, membuat Elisa mengambil nampan yang sudah dia siapkan sebelumnya di atas nakas.
"Silahkan Nyonya."
Meski tidak berselera Naina tetap memakannya. Dia tidak ingin sakit.
"Lisa." panggilnya. "Steve sudah makan?"
"Sudah Nyonya. Tuan Muda dibacakan dongen oleh Nona Sesil melalui panggilan video jam sembilan sebelum tidur." jelas Lisa.
Naina mengangguk, "Terima kasih tadi pagi kamu sudah membantu Steve berangkat ke sekolah."
Elisa diam, menatap lekat Nyonya Mudanya. Dia heran kepada Naina yang masih saja baik dan bertahan di rumah ini. Selama ini Elisa memang diam, tapi dia memperhatikan segalanya. Dia memperhatikan bagaimana Naina yang selalu mengurus Steve dengan sabar. Walau bekerja, Naina tetap bisa mengatur waktunya untuk memperhatikan Steve.
Belum lagi cacian dan makian dari Steve. Naina tetap sabar dan mengabaikan semuanya. Ditambah Reygan yang selalu menyudutkannya.
Jika dirinya yang diperlakukan seperti itu, Lisa bisa menerimanya. Karena dia sadar, dirinya hanyalah pelayan di rumah ini. Tapi Naina adalah seorang istri di rumah ini. Sangat tidak pantas mendapat perlakuan semacam itu.
"Nyonya." panggil Elisa.
"Ya Elisa. Ada apa?" jawab Naina setelah menandaskan buburnya.
"Kenapa Anda masih saja memikirkan Tuan Steve? Padahal Nyonya selalu mendapat perlakuan semena-mena?" Elisa menunduk, "Maaf kalau saya lancang."
"Tidak papa." Naina tersenyum, "Steve sekarang sudah menjadi tanggung jawabku. Walau Steve tidak menganggapku, tetap saja aku ini ibu sambungnya. Dan aku akan bersikap bagaimana seorang ibu terhadap anaknya." jelas Naina.
Lisa mengangguk, tidak ingin bertanya lagi. Lisa adalah seorang ibu, dia juga pasti merasakan apa yang Naina rasakan. Tetapi Naina masih terlalu muda untuk memiliki pemikiran seperti itu.
Keesokan harinya, Naina sudah merasa lebih baik setelah minum obat dari dokter. Gadis itu bangun seperti biasa. Dia melihat Reygan baru saja keluar dari walk in closet, sudah rapi dengan pakaian kerjanya.
Sejenak pandangan mereka bertemu, tapi Naina memalingkan wajahnya. Lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah itu, Naina pergi menuju kamar Steve. Anak itu masih tidur.
Naina memandang Steve lekat. Wajah tampan yang terlihat polos saat nyenyak seperti ini menyejukkan hatinya. Sebenarnya Naina kasihan pada Steve yang tidak mendapat kasih sayang seutuhnya dari kedua orang tuanya. Steve dan Naina merasakan hal yang sama. Tapi setidaknya Steve lebih beruntung. Anak ini tahu siapa kedua orang tuanya, sedangkan dirinya tidak tahu sama sekali.
"Steve." panggilnya dengan lembut. Mengusap kepalanya lembut. Seketika membuat Steve terbangun.
Steve duduk, "Ayo bangun. Siap-siap ke sekolah." ucapnya lembut.
Steve termangu, menatap Naina lekat. Anehnya Steve menurut, dan tidak melontarkan makian atau sebutan buruk padanya.
Steve masih setia memperhatikan Naina yang tengah membantunya memakai seragam. Steve masih bisa melihat bibir Naina pucat dan keringat di keningnya.
Dia ingin bertanya, tapi mengingat apa yang dilakukannya pada Naina, menahannya. Steve memilih diam sampai Naina membawanya menuju ruang makan.
"Pagi Pa. Papa sudah pulang?" sapa Naina pada Rudi yang sudah ada di sana.
"Sudah Nak. Bagaimana keadaanmu? Kata Elisa kamu sakit?" tanya Rudi.
"Sudah mendingan kok Pah." jawabnya, mengabaikan sorotan mata dari pria di hadapannya.
"Kamu tidak kerja?" tanya Rudi, karena melihat Naina masih mengenakan baju santai.
Naina menggeleng, "Naina ambil cuti Pah. Perut Nai masih agak perih." ucapnya, sambil mengambil sarapan untuk Steve.
"Lebih bagus begitu. Istirahatlah di rumah. Makannya jangan terlambat lagi. Kamu harus tetap sehat." ucap Rudi. "Lisa, beberapa hari ini, siapkan makanan sehat untuk menantuku." perintahnya pada Elisa yang setia di sana.
"Baik Tuan Besar."
"Aku tidak mau roti." ucap Steve saat Naina memberikan sarapan roti seperti biasa.
"Hmm? Kenapa?" tanya Naina lembut.
"Aku mau yang seperti itu." menunjuk nasi goreng dengan potongan telur omelette milik Reygan.
Naina melihatnya, memindahkan kembali roti itu, lalu mengambilkan sarapan pilihan Steve.
"Makan yang banyak Steve." ucap Rudi.
"Sudah selesai." ucap Steve setelah menghabiskan nasi gorengnya. "Ayo berangkat."
Naina juga sudah selesai, "Ayo."
"Pa, kita berangkat dulu." pamit Naina.
"Kakek, Papa, Steve ke sekolah dulu."
"Pergilah Nak. Belajar yang rajin." ucap Rudi, sementara Reygan hanya mengangguk samar.
Naina dan Steve keluar dari rumah, menuju mobil yang siap mengantar mereka.
Steve sudah masuk duluan, tapi saat Naina akan membuka pintu mobil, seseorang menarik tangannya.
Naina berbalik, melihat Reygan kini berdiri di hadapannya.
"Ada apa?" tanya Naina, dengan nada kesal.
Reygan menyadari apa yang dilakukannya, kemudian melepaskan pergelangan tangan Naina.
"Ucapanku kemarin malam. Kamu tidak melupakannya bukan?" ucap pria itu datar.
Naina mengerutkan keningnya, "Yang mana?"
Reygan berdecak, "Keluar dari pekerjaan itu. Dan lakukan tugasmu yang seharusnya!" tegas pria itu.
"Kenapa aku harus melakukan itu?" Naina tidak terima.
Reygan menyipitkan mata, kesal dengan perlawanan gadis di hadapannya.
"Tentu kamu harus melakukannya. Kamu harus menurut dengan semua perintahku selama masih tinggal di rumah ini. Kamu itu harus sadar diri Nyonya. Kamu bukan siapa-siapa di sini, jadi jangan coba-coba membuat perlawanan denganku. Kamu hanyalah gadis miskin yang dipungut oleh Papaku, harusnya kamu lebih tahu diri! " cerca pria itu.
Mata mereka saling menyorot, Reygan geram, sedangkan Naina penuh terluka. Hampir saja air mata membendung, tapi ditahannya sekuat tenaga.
Reygan mengakhiri tatapan itu, pergi begitu saja meninggalkan Naina.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Meili Mekel
reygan jika saya tahu alamat rumahmu sdh saya tonjok mukamu
2022-08-20
3
devymariani
liat ajah reygan lambat laun kamu akan jatuh cinta sm naina
2022-01-29
0
Nurlela Aritonang
kejam banget Reygen ,sementara Naina sangat sabar .
2022-01-25
0