Beberapa hari berlalu, Naina masih betah menjalani kehidupan barunya. Merawat dua lelaki yang selalu mengacaukan hari-harinya, dan bekerja demi membuang stresnya dari dua makhluk itu.
Beberapa hari ini Naina merasa tidak nyaman. Pasalnya Naina selalu merasakan kehadiran Reygan di sekitarnya. Seperti saat melakukan pertemuan dengan beberapa klien perusahaan, matanya selalu tidak sengaja melihat sosok yang mirip dengan Reygan. Tetapi beberapa detik setelahnya, pria itu menghilang.
Naina merasa diawasi beberapa hari ini.
Pagi ini Naina bangun terburu-buru. Pasalnya pagi ini ada meeting penting dengan klien dari Itali. Dan dirinya tidak boleh terlambat.
Pukul setengah tujuh Naina sudah siap, dia terburu-buru ke kamar Steve. Bocah itu masih tidur. Naina mendesah, anak ini masih belum merubah kebiasaan buruknya.
"Steve bangun." panggilnya. Seperti biasa, Steve sangat susah bangun pagi.
Steve menggeliat, mengabaikan Naina, lalu menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut. Naina melihat jam tangannya, dirinya sudah terlambat. Dia harus sampai pukul tujuh tepat jika tidak ingin terlambat.
Naina kemudian keluar, memanggil Elisa.
"Lis, tolong bangunin Steve ya, bantu siap-siap ke sekolah juga. Saya udah telat banget." pinta Naina pada Lisa.
"Baik Nyonya. Serahkan pada saya. Lebih baik Nyonya sarapan saja." patuh Elisa.
"Tidak sempat lagi Lis, saya buru-buru." ucapnya. "Saya berangkat ya." pamit Naina.
Elisa mengangguk, kemudian segera menuju kamar Tuan Mudanya.
Sedangkan Reygan, beberapa menit lalu sudah terbangun. Dan dia tidak melihat Naina di kamarnya. Pria itu tidak peduli, memilih segera bersiap-siap untuk kerja.
Setelah selesai mandi, Reygan mengambil pakaiannya sendiri. Dia masih tidak sudi memakai pakaian yang Naina siapkan. Tetapi pagi ini ada sesuatu yang janggal.
Reygan melihat tempat tidur yang sudah rapi. Tidak ada lagi pakaian kerjanya yang biasanya selalu tersampir setiap pagi di atas sana. Reygan menyipitkan matanya, tetapi pada akhirnya memilik cuek.
Reygan turun dari kamar, menuju ruang makan. Rudi tidak ada di sana, karena sedang tidak di rumah. Pria itu mulai sarapan dalam diam.
"Tuan Steve, ini pakai dasinya dulu."
Reygan menghentikan gerakan tangannya, saat mendengar kegaduhan dari arah tangga.
"Aku sudah terlambat Lisa." ucap Steve, sambil merapikan celananya dengan susah payah.
Reygan mengerutkan keningnya, melihat putranya masih belum rapi. Padahal sebentar lagi dia harus berangkat sekolah. Dan lagi, orang yang dia cari sejak tadi belum menampakkan batang hidungnya.
"Tapi dasinya belum terpasang Tuan Muda. Biarkan saya yang merapikan seragamnya." ucap Elisa yang sedari tadi mengalami penolakan dari Steve.
"Jangan menyentuhku!" bentak Steve, membuat Elisa menurut.
Steve kembali merapikan pakaiannya, hingga akhirnya bisa, meski tidak serapi hari-hari sebelumnya.
Steve duduk di sebrang Reygan. Elisa yang melihatnya langsung mengambil sarapan untuknya.
"Jangan menyentuh makananku!" bentak Steve lagi.
Reygan melirik Elisa, "Biar aku saja." ucapnya.
Reygan mengambilkan sarapan untuk putranya. Dua lembar roti dengan olesan selai stroberi yang biasa Naina buatkan.
"Kenapa bisa terlambat?" tanya Reygan setelah meletakkan sarapan roti di depan putranya.
Steve diam, sambil memakan rotinya.
Tidak mendapat jawaban, Reygan melihat Elisa yang berdiri di sana. "Kemana Naina?"
"Nyonya sudah berangkat kerja setengah jam yang lalu Tuan." jawab Elisa jujur.
Reygan diam, menatap putranya yang terburu-buru melahap rotinya.
"Makannya jangan buru-buru." Reygan mengingatkan.
"Steve sudah terlambat sekolah Pa. Pa, siapa yang mengantar Steve sekolah?" tanya Steve setelah mengingat perkataan Elisa.
"Tuan Muda, Nyonya Naina meminta saya yang akan mengantar Anda ke sekolah." timpal Elisa.
"Tidak mau!" tolak Steve mentah-mentah. "Pa, Steve nggak mau diantar Elisa." rengeknya.
Steve melihat jam tangannya, dia juga sudah terlambat ke kantor. Jika dia mengantar Steve, pasti akan membuatnya semakin terlambat.
Tapi melihat Steve yang keras kepala, mau tidak mau, dia harus turun tangan.
"Ya sudah, bersiaplah, Papa akan mengantarmu." ucapnya membuat Steve tersenyum.
Keduanya akhirnya masuk ke dalam mobil. Steve duduk di samping Papanya. Reygan memilih mengemudi sendiri, agar bisa cepat sampai. Tapi secepat apapun, Steve tetap terlambat. Gerbang sekolah sudah tutup lima menit saat mereka sampai.
Siang harinya, Naina mengusap dahinya setelah pertemuan penting yang menguras waktu dan pikirannya. Klien baru kali ini cukup sulit dihadapi, dan sebagai seorang sekretaris dia harus berpikir keras meyakinkan mereka.
Meeting berjalan lancar dan diakhiri kesepakatan kedua belah pihak. Naina meregangkan punggungnya, duduk di sofa ruangan milik Chris.
Naina lelah, mulai dari kemarin malam sampai hari ini dia belum istirahat dengan benar. Kemarin malam saja dia tidur sangat larut, dan bangun sangat pagi. Belum lagi, dia melewatkan sarapan pagi ini.
"Nai, mau makan di sini atau di restoran sebrang?" tanya Chris yang melihatnya terlihat lelah.
"Udah jam makan siang ya Kak?"
"Iya. Gimana? Makan di sini atau keluar?"
Naina melihat jam, dia teringat tugasnya yang harus menjemput Steve. "Kayaknya nggak bisa dua-duanya deh. Naina mau makan siang sama Kak Risa." tolaknya halus.
"Risa?" Chris merasa aneh, karena Naina selalu permisi di jam siang seperti ini.
"Iya Kak. Maaf ya Kak, besok kita makan siang bareng deh. Janji." ucapnya sambil berdiri.
"Kak Risa udah nungguin Naina. Naina pergi ya Kak." pamitnya.
Chris mengangguk, membiarkan Naina pergi.
Naina segera menuju mobil jemputannya setelah supir menghubunginya. Begitu naik, dia menyenderkan punggungnya di jok mobil sembari memejamkan matanya yang sayu akibat kelelahan.
Rasa lapar yang sedari pagi kini tidak terasa lagi. Berganti dengan tubuhnya yang bergetar karena perutnya kosong.
"Tadi pagi Steve diantar sama siapa Pak?" tanya Naina pada supir, masih memejamkan matanya.
"Diantar sama Tuan Reygan Nyonya."
Naina membuka matanya sedikit, seberkas senyum terbit di bibirnya. Ternyata dengan begini Reygan bisa mencurahkan kasih sayangnya pada Steve.
Tidak berapa lama, Naina sampai di sekolah Steve tepat saat anak-anak berhamburan keluar dari gerbang. Naina menunggu Steve, tapi anak itu belum juga keluar.
Naina ingat Steve mengalami perundungan oleh teman-temannya. Naina khawatir hingga akhirnya memilih keluar dari mobil.
Dari gerbang sekolah, entah kebetulan atau tidak, Naina bisa melihat Steve dikelilingi oleh empat orang anak kecil.
Naina melebarkan matanya, mengambil langkah cepat menghampiri putranya tersebut.
"Hei! Apa yang kalian lakukan!" sentak Naina saat melihat seragam Steve ditarik dengan kasar oleh salah satu dari mereka.
Naina semakin mendekat, tetapi dengan cepat empat orang anak itu langsung lari berhamburan.
Naina tidak peduli, Naina meraih Steve. "Steve..." pekiknya saat melihat ada bekas cakaran di rahang kanannya. Dan bekas itu berdarah. "Kamu nggak papa?" cemasnya.
Mengusap wajah merah anak itu, meringis saat tidak sengaja menyentuh bekas cakaran itu.
"Lepasin! Jangan sentuh aku!" tiba-tiba Naina terjerembab di atas tanah.
"Jangan sok peduli. Semua ini gara-gara kamu! Aku terlambat hari ini karena kamu tidak membangunkanku! Dan mereka kembali menjahiliku karena aku dihukum guru!" cecar Steve.
Steve mengetatkan rahangnya, sangat marah padanya. Tanpa memedulikan Naina yang mematung, Steve pergi melenggang begitu saja.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Meili Mekel
anak ini perlu didik yg kwras
2022-08-20
1
Nyai Aluh
sma org tua brabi sih steves sma yg ngebuli ga brani.
2022-02-02
0
devymariani
salah didikan niih anak sekecil steve sdh berani
2022-01-29
0