Setelah makan siang yang menegangkan itu, Naina buru-buru naik ke mobil jemputannya. Sebelumnya dia sudah pamit pada Chris, mencari berbagai alasan. Dia diam-diam mencari tempat aman dari pandangan Chris, agar tidak ketahuan. Naina masih harus menjemput Steve dari sekolah.
Naina terlambat sepuluh menit karena pertemuan itu. Steve pasti sudah menunggunya.
Dan benar saja, Steve sudah menunggunya. Anak kecil itu melemparkan tatapan tajamnya pada Naina.
"Steve, maafkan aku. Aku punya sedikit urusan di kantor. Ayo pulang." ucap Naina, lalu menggenggam tangan Steve.
"Jangan menyentuhku! Dasar miskin!" Steve menyingkirkan tangannya, lalu masuk begitu saja ke dalam mobil. Naina yang sudah terbiasa ikut masuk ke dalam mobil.
"Bagaimana sekolahmu hari ini. Semua baik-baik saja kan?" tanya Naina, yang sebenarnya khawatir dengan Steve. Beberapa hari yang lalu, Naina sudah menemui wali kelas Steve, agar lebih memperhatikan Steve dari kejahilan teman-temannya.
Sebenarnya Naina ingin menuntut orang tua dari anak-anak yang merundung Steve, tetapi Steve masih tidak bisa diajak kerja sama.
"Apa pedulimu?!" ucapnya sarkas.
"Tentu saja aku peduli. Sekarang kamu adalah tanggung jawabku." ucap Naina.
"Tapi kamu bukan Mamaku yang bisa seenaknya mengaturku!"
"Memangnya kapan aku bilang kalau aku Mamamu?" balas Naina membuat Steve mendelik kesal. Steve memalingkan wajahnya, malas bicara dengan Naina.
Saat di lampu merah, mobil berhenti. Naina membuka kaca mobil, mengambil uang lima puluh ribuan, lalu memberikan pada pengamen anak kecil di jalanan.
"Makasih Bu." ucap anak kecil itu dengan wajah berseri-seri. Uang yang Naina berikan itu sudah cukup untuk makan dua hari ini
"Sama-sama sayang. Semoga Tuhan selalu melindungimu." ucap Naina sebelum menutup kaca mobil.
Semua itu tidak luput dari pandangan Steve. Namun dia hanya acuh. Dan tepat saat memalingkan wajah ke luar, ada pengamen kecil di sana.
Steve menatap anak kecil itu, sangat kumal dan menyedihkan. Entah apa isi hati Steve, dia malah memalingkan muka. Enggan memberikan sedikit bantuan pada anak kecil tersebut. Memang Steve kaya akan harta, tetapi hatinya miskin nurani.
Setelah mengantar Steve pulang, Naina kembali lagi ke kantor. Kembali bekerja seperti biasa. Seperti itulah kegiatan Naina setiap harinya. Mengantar Steve sebelum kerja, lalu siang harinya menjemput Steve ke sekolah.
Dan hari ini, jadwal Naina cukup padat. Setelah ikut beberapa pertemuan dan meeting, dia juga harus membuat laporan, dan harus selesai hari itu juga.
Beruntung Naina dapat menyelesaikan semuanya dengan cepat. Dia bisa pulang pukul delapan hari ini. Sampai di rumah, setelah mandi, Naina masih belum bisa tenang.
Dia masih harus membuat susu untuk Steve sebelum tidur. Akhir-akhir ini, ada kemajuan baik dari Steve. Anak itu sudah tidak lagi merengek pada Oma dan Tantenya untuk dibacakan cerita sebelum tidur. Sepertinya Steve mulai sadar, bahwa dirinya sudah diabaikan oleh mereka. Tetapi tidak sadar akan kehadiran Naina yang selalu perhatian padanya.
Setelah memastikan Steve tidur, Naina kembali ke kamar. Reygan belum pulang membuatnya lebih bebas di kamar ini. Naina belum hendak tidur. Dia masih harus menyusun agenda jadwal Chris untuk satu minggu ini.
Selama di rumah ini, sudah banyak perubahan yang Naina lakukan. Seperti tata letak perabotan dan bertambahnya beberapa barang. Tidak ada yang protes akan apa dia lakukan. Di kamarnya juga, Naina menambahkan sebuah meja kecil untuknya bekerja.
Tidak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Reygan pulang. Naina melirik sebentar, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
Tidak biasanya. Kemarin-kemarin, Naina masih menyambutnya dengan menyapanya, tetapi tidak pernah dihiraukan. Namun kali ini, Naina terlihat acuh. Sibuk dalam dunianya sendiri.
Reygan juga sama acuhnya. Pria itu meletakkan tas kerjanya di meja yang satunya. Membuka kemejanya sambil masuk ke dalam kamar mandi.
Dering teleponnya mengganggu Naina yang tengah fokus. "Kak Chris."
"Halo Kak."
"Halo adikku sayang. Kamu lagi ngapain?" tanya Chris.
Naina menggeser laptopnya lebih jauh, mengambil posisi duduk lebih santai.
"Ini lagi nyusun jadwal Kakak."
"Udah makan?"
"Udah kok Kak."
"Tidurnya jangan lama-lama. Setengah jam lagi, kamu udah harus tidur. Ok?"
Naina melihat jam, setengah jam lagi pukul sepuluh. "Ok Kak. Udah ya Kak. Naina kerja dulu lagi, biar cepat siapnya."
"Iya adikku sayang. Good night."
"Night too Kak."
Naina menutup teleponnya, dia terkejut saat melihat Reygan berdiri tidak jauh darinya.
"Astaga." pekiknya. Reygan malah biasa saja. Pria itu sudah memakai piyamanya.
"Aku baru tahu atasanmu sangat perhatian padamu." ucap pria itu tiba-tiba dengan wajah datarnya.
"Hah?" Naina bingung.
Senyum sinis terbit di wajah Reygan, "Bagaimana rasanya bekerja dengan bos perhatian seperti itu? Menyenangkan bukan?"
"Maksud bapak apa?" Naina bertanya karena merasakan ada sindiran dalam pertanyaan itu.
"Kamu terlalu pandai berpura-pura Naina." untuk kedua kalinya Reygan menyebut namanya. Sempat membuat Naina berdesir. Berdesir dalam artian merasakan sinyal berbahaya akan panggilan itu.
"Tapi sayang sekali. Aku tidak bisa tertipu akan sifatmu itu."
Naina bengong, berusaha mencari maksud Reygan.
"Aku tidak keberatan sama sekali dengan apa yang kamu lakukan di luar sana. Tapi setidaknya kamu bisa jaga batasan. Bisa-bisa kamu dan bosmu itu melakukan hal di luar batas seperti siang tadi. Tidakkah kamu membayangkan apa kata orang jika bukan aku yang melakukan pertemuan itu? Nama baikku akan tercoreng." cecar pria itu.
Naina kini mengerti, "Tapi tidak ada yang tahu bahwa aku adalah istrimu Pak." balas Naina membuat Reygan terdiam.
Reygan ingat saat pernikahan mereka, Rudi hanya mengundang beberapa kolega yang sangat dipercayai saja. Jadi tidak ada yang tahu bahwa Reygan sudah menikah.
Reygan menyipitkan matanya, kehabisan kata-kata.
"Setidaknya hargai pernikahan ini. Kamu tidak pantas bermesraan dengan pria lain di hadapanku." pria itu tidak habis akal.
"Tapi Anda juga melakukan hal yang sama Pak!" balas Naina tegas. "Saya rasa Anda masih belum lupa bagaimana mesranya Anda dengan sekretaris Alena bukan?"
Dan Reygan benar-benar kehabisan kata-kata untuk memojokkan Naina.
"Dengar ini baik-baik Pak Reygan yang terhormat. Jangan mencela saya sedangkan bapak juga melakukan hal yang sama. Saya tidak juga tidak keberatan akan apa saya yang bapak lakukan. Dan saya juga sangat tahu batasan. Sebaiknya Anda harus mencari tahu kebenarannya, sebelum mencela saya!"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Anjelie Sharma
nah gtu donk bisa jwb
2024-08-04
1
Meili Mekel
good job naina
2022-08-20
0
Rara_Octa
cuekin az Naina,,anggap aja dia org lain meskipun dia suamimu.cukup tunaikan kewajiban kamu sbgai istri, menantu & ibu dri anak sambungmu selama kamu msih dirumah itu.
selebihny Diam az..toh suamimu tak prnah menganggap kamu.jdi bwt apa kamu ladenin dia.biarkan mereka menyesal sdh menyia²kan keberadaanmu selama ini.
2022-06-26
0