Jam sembilan malam, Steve masih membuka matanya, meski sudah terbaring di ranjang kecilnya. Steve tidak bisa tidur sebelum dibacakan cerita oleh Sesil atau Oma Emma. Tapi mereka sudah pergi dari rumah ini, membuat Steve bingung ingin minta tolong pada siapa.
Ingin meminta Reygan atau Rudi, tapi Steve tahu mereka tidak punya waktu senggang untuknya. Mereka terlalu sibuk bekerja.
Sampai seseorang masuk ke dalam kamarnya, Steve langsung mendelik melihat Naina yang berada masuk ke dalam kamarnya.
"Steve, kamu belum tidur?" tanya Naina lembut sambil membawa segelas susu di tangannya.
"Kamu sedang apa di sini? Keluar!" sentak bocah itu.
Tetapi Naina tidak menurut, kemudian meletakkan susu di atas nakas dekat tempat tidur. "Kata Elisa kamu tidak bisa tidur sebelum dibacakan cerita. Biar aku saja yang membacakannya."
"Tidak perlu! Lebih baik kamu pergi dari sini!" tolak Steve membuat Naina tersenyum kecut.
Sesaat kemudian, terdengar dering dari ponsel yang ada di dekat Steve. Steve langsung mengangkatnya. Panggilan video dari Emma dan Sesil.
"Hai Steve." sapa keduanya.
"Oma, Tante. Bagaimana kabar kalian? Lebih baik kalian cepat pulang. Steve tidak punya teman di sini." ucap Steve.
"Sabar ya sayang. Oma belum bisa kembali ke sana, sebelum Mama sambungmu itu pergi dari rumah itu. Oma tidak sudi tinggal satu rumah dengan wanita miskin itu." ucap Emma.
"Dia bukan Mamaku Oma! Dia itu hanya pelayan!"
Naina tersenyum kecut, mereka tidak peduli dengan perasaannya.
"Sayang, kamu sambil tiduran. Biar Tante yang bacain dongengnya." ucap Sesil.
Steve menurut, mulai berbaring di atas ranjang. Merasa tidak dibutuhkan lagi, Naina segera menyingkir dari ruangan itu.
Beberapa menit berlalu, Naina memastikan Steve sudah tidur. Naina kembali masuk ke kamar Steve sambil membawa air hangat dan sebuah handuk kecil. Naina tersenyum kala melihat susu yang dia bawa tadi, tandas tak bersisa.
"Dasar bocah." desis Naina.
Naina duduk perlahan di samping Steve yang tertidur, mulai memeras handuk yang direndam di air hangat, kemudian mengompres leher Steve yang sudah membiru tersebut. Bergantian dengan pergelangan tangan yang juga membiru. Naina melakukannya dengan hati-hati, agar Steve tidak terbangun. Tidak lupa, Naina juga mengoles salep untuk meredakan sakit, yang dia minta dari Elisa. Setelah selesai, barulah Naina keluar dari kamar Steve. Menuju kamarnya, tapi bukan untuk tidur, melainkan menunggu Reygan.
***
Keesokan harinya, Naina bangun lebih cepat. Ada banyak pekerjaan yang menantinya. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Naina melihat Reygan yang tertidur di sofa kamar mereka. Naina teringat, setelah Reygan mencacinya semalam, pria itu pergi entah kemana. Dan Naina tidak tahu kapan Reygan kembali ke rumah.
Naina menghembuskan nafasnya kasar. Orang-orang di rumah ini tidak ada yang benar.
Naina mencuci wajahnya sebentar, lalu menyiapkan pakaian Reygan untuk bekerja. Kemarin Elisa juga mengajarinya untuk memilihkan pakaian kerja Reygan. Setelah itu, barulah Naina ke kamar Steve untuk membangunkan anak itu.
Benar saja, bocah itu masih belum bangun saat Naina masuk.
Steve mengerjapkan matanya perlahan saat merasakan usapan lembut di kepalanya, juga suara lembut menyapa gendang telinganya.
"Mama..." masih setengah sadar, melihat bayangan wajah cantik di hadapannya.
"Steve, bangun. Kamu sekolah kan?"
Steve sadar sepenuhnya saat menyadari orang itu. Wajah polos seperti bayi saat tidur, seketika hilang begitu saja, berganti menjadi wajah angkuh penuh kesombongan.
Steve bangun setelah menyingkirkan tangan Naina kesal. "Jangan membangunkanku lagi!" ucapnya, lalu turun dan masuk ke dalam kamar mandi.
Naina memutar matanya resah, anak seperti Steve ini sangat keras kepala. Naina memilih menunggu Steve di kamar itu. Sambil menunggu, dia merapikan tempat tidur Steve, lalu menyiapkan seragam yang akan Steve kenakan hari ini.
Tidak lama, Steve keluar dari kamar mandi. Bocah itu melilitkan handuk di pinggangnya. Naina tersenyum geli.
"Kenapa masih di sini? Pergi sana!" usirnya.
"Memangnya kamu udah bisa pakai baju sendiri?" tanya Naina.
Steve diam sebentar, melirik seragam sekolahnya yang sudah rapi di atas tempat tidur. Kemudian menatap Naina angkuh, "Tentu saja bisa. Keluar sana. Dasar miskin!" ucapnya.
"Baiklah. Aku pergi." Naina berbalik, tapi tidak berniat pergi. Dibelakangnya, Naina tahu Steve mulai memakai seragamnya.
Cukup lama, lima menit berlalu, Naina akhirnya berbalik. Steve terlihat kesulitan memakai seragamnya.
Naina tersenyum, anak ini sangat keras kepala. Naina mendekat, mengambil alih kesibukan Steve tanpa izin.
Dengan cekatan Naina memperbaiki kancing kemejanya yang dikancing tidak beraturan, dan juga ikat pinggang yang tidak rapi. Naina tidak mempedulikan tatapan kesal Steve.
"Nah, sudah rapi. Sekarang pakai sepatu." ucap Naina setelah memasangkan dasinya.
Naina melihat sepatu sekolah Steve di sebuah rak di sana. Naina mengambilnya, lalu membawanya menuju Steve. Belum Naina berjongkok, sepatu itu sudah direbut oleh Steve.
"Aku bisa sendiri! Pergi sana!" ucapnya ketus. Pergi ke sisi lain ranjang, terhindar dari jangkauan Naina.
Naina menggelengkan kepalanya. Anak ini sebenarnya belum mampu melakukan semuanya sendiri, tetapi dia terlalu gengsi minta tolong padanya.
"Kenapa kamu masih di sini?! Pergi sana! Jangan pernah masuk ke dalam kamarku lagi!" bentak Steve karena masih melihat Naina di sana.
Naina mengabaikannya, "Ayo turun, kita akan sarapan bersama." ucap Naina sambil mengulurkan tangannya.
"Dasar miskin!" sarkas Steve, mengabaikan tangan Naina, lalu berjalan melewatinya.
Naina mengikuti Steve di belakangnya menuju ruang makan. Di sana sudah ada Rudi dan Reygan, sudah rapi dengan setelan pekerjaan mereka. Rudi memang masih aktif bekerja di usianya yang sudah renta ini. Tidak terlalu banyak yang dilakukannya. Hanya meninjau beberapa proyek, selebihnya dikerjakan oleh Reygan.
Naina memperhatikan Reygan, pria itu tidak memakai pakaian yang dia siapkan sebelum mengurus Steve. Reygan memakai kemeja yang lain. Jujur saja, Naina sakit hati, karena pekerjaannya tidak dihargai.
Naina memilih mengabaikannya, lalu duduk di samping Steve, berhadapan langsung dengan Reygan, sedangkan di sebelah kananya ada Rudi.
"Selamat pagi menantuku, selamat pagi Steve." sapa Rudi.
"Pagi Pa.." balas Naina.
"Steve mau sarapan apa. Biar Mamamu yang buatkan." tanya Rudi.
Di depan Rudi, Steve tidak bisa melawan, hingga akhirnya dia menunjuk roti.
Naina dengan sigap mengambil dua lembar roti, "Mau selai apa?" tanya Naina.
Steve tidak lupa menatap sengit Naina, lalu dengan terpaksa menunjuk selai stroberi yang tersusun rapi dengan selai varian lainnya.
Naina tersenyum, lalu mulai mengoleskan selai ke roti itu. Naina membuat dua, satu lagi untuknya.
"Makan yang banyak." ucap Naina setelah meletakkan roti di hadapan Steve.
Ketika Naina menoleh, ternyata Reygan memperhatikannya. Naina menaikkan alisnya, dia bingung cara memulai percakapan dengan manusia gunung es di hadapannya ini.
Naina melirik piring di hadapan Reygan yang masih kosong. Entah mendapat bisikan dari mana, Naina membuatkan satu lagi sarapan roti untuk Reygan.
Naina meletakkan di piring Reygan, membuat Rudi tersenyum. Reygan melihatnya, percikan api muncul di mata itu.
Tidak ingin berlama-lama di sana, Reygan segera bangkit.
"Rey, kamu mau kemana? Tidak sarapan? Naina sudah menyiapkan untukmu." Rudi menahan.
Reygan berhenti, melirik Naina dengan sinis, "Berikan saja pada kucing." ucapnya ketus lalu pergi begitu saja.
Naina diam. Untuk yang ketiga kalinya Reygan menyinggungnya.
"Maafkan Reygan Nak." Rudi menepuk pelan punggung tangannya.
Naina mengangguk, kemudian melihat Steve yang tersenyum puas melihatnya. Anak itu menertawakannya.
Jangan Lupa Votenya ya
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Meili Mekel
bapak sama anak sama sombongx
2022-08-20
0
shinta safira
jadi ingat pas jadi babysister ngurusin 2 anak adik kaka umur 5tahun sm 3tahun lagi aktip aktipnya waktu itu umur aku baru 17.. susah banget tp gk menyerah pertama sampe seminggu pd susah gk mau diurusin tp pas aku cuekin mereka. malah merekanya yg cari perhatian keaku pengen tidur ditemenin. aku pulang kampung pengen pada ikut
2022-03-09
0
Mia Kusmiati
sabar naina
2022-02-07
0