Sejak pertama kali mengetahui Naina akan dijodohkan, perasaannya sudah asing. Seperti akan ada badai menyambutnya di depan. Dan itu benar-benar terjadi. Pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini, badai itu sudah terasa.
Setiap orang di keluarga ini menyimpan kebencian terhadap dirinya. Naina memang tidak salah dalam hal sikap dan perbuatannya. Tapi di mata mereka, Naina salah karena terlahir sebagai gadis miskin tanpa latar belakang.
Cara pandang keluarga ini memang sudah salah sejak dulunya. Memandang harta, derajat seseorang adalah poin penting dalam kehidupan. Mereka terlalu remeh pada orang kecil yang tidak sederajat dengan mereka.
Itu yang Naina lihat setelah kurang lebih tinggal di rumah ini. Mereka semua kecuali Rudi, sudah keterlaluan pola pikirnya. Bahkan anak sekecil Steve, bisa-bisanya teracuni oleh cara pandang itu.
Ya, satu minggu berlalu setelah pernikahan, Naina merasakan tekanan batin di rumah ini. Meski Emma, wanita yang paling menolak kehadirannya, sudah pergi, tetapi masih ada Sesil, adik iparnya yang selalu menyindirnya.
Tetapi bagi Naina itu bukanlah masalah besar. Tumbuh dan besar di panti asuhan tanpa kasih sayang kedua orang tua kandungnya, menjadikan Naina menjadi gadis kuat. Sindiran Sesil dan sikap buruk Steven, tidak berarti apa-apa baginya.
Naina memang sudah menikah, tapi dia belum menjalankan perannya sebagai istri yang sesungguhnya. Pasalnya, sejak pernikahan Naina tidak lagi melihat kemunculan Reygan di rumah ini. Pria itu menghilang entah kemana.
Dan hal itu membuat dirinya menjadi bulan-bulanan Sesil dan Reygan yang menyalahkan dirinya akan ketidakpulangan Reygan.
Apalagi Rudi juga sedang tidak di rumah, sehingga tidak ada lagi yang membelanya ketika Sesil dan Steve berulah.
Pilihan terakhir Naina adalah mengurung diri di kamar, dari pada terus mendengar hinaan dan ejekan di luar sana.
Hari menjelang siang, Naina masih berada di dalam kamar. Duduk lemas di lantai, menyandar di tempat tidur. Sesekali menekan perutnya yang perih karena lapar. Ya, sejak pagi Naina belum sarapan.
Naina menunggu Elisa, yang biasanya mengantarkan makanan jika dirinya enggan keluar kamar. Namun sudah hampir siang, Elisa belum juga datang.
Naina ingin sekali keluar, dan makan di meja makan, tapi dia tau Sesil tidak akan melepaskannya begitu saja, tanpa melontarkan kata-kata tajamnya.
Sedangkan di dapur, Elisa menatap nampan makan siang milik Naina di tangannya. Baru saja Elisa ingin mengantar makanan itu, tetapi Sesil menghadang dan mengancamnya jika dia berani mengantar makanan untuk Naina.
Jelas Elisa takut, meski sebenarnya dia lebih mematuhi Rudi. Tetapi Elisa tau bagaimana tabiat Sesil. Gadis ini pasti dengan mudah menyingkirkannya dari rumah ini. Hal itu membuat Elisa bingung.
Elisa tersadar akan kehadiran seseorang yang datang ke dapur.
"Nyonya, Anda sudah keluar?"
Naina mengangguk, "Elisa, aku lapar." akhirnya Naina keluar dari kamar karena tidak bisa menahan rasa laparnya lagi.
Tanpa menunggu Naina melanjutkan bicara, Elisa memotong.
"Mari duduk di meja makan Nyonya. Saya akan menyiapkan makan siang Anda."
"Tidak Elisa. Aku akan makan di sini." duduk di kursi yang tersedia di dapur.
Elisa diam, paham kenapa Naina memilih makan di dapur. Elisa segera mengerjakan tugasnya, melayani Naina dengan baik.
Naina makan dengan lahap, Elisa maklum, wanita ini belum makan sejak pagi.
"Wah wah wah hebat ya!" tiba-tiba Sesil muncul, mencelanya dengan tatapan sengit.
"Enak banget ya hidup kamu, makan enak tiap hari. Mentang-mentang udah jadi Nyonya." ucap Sesil sarkas.
Naina berhenti menyuapkan nasi ke mulutnya, membalas tatapan Sesil dengan datar.
"Apa liat-liat?!" sentak Sesil.
Naina diam, sesabar apapun seseorang, lama-lama juga akan membuat hati lelah. Itu yang Naina alami saat ini. Dia tidak tahan diperlakukan seperti ini.
"Aku salah apa Sesil?" tanyanya.
Sesil tersenyum sinis, "Akhirnya kamu bersuara juga!" Sesil puas karena berhasil memprovokasi Naina yang selama ini tidak pernah menanggapi segala penghinaannya.
"Kamu tanya salah kamu apa? Heh. Kamu pura-pura bodoh atau emang bodoh? Beraninya kamu menerima perjodohan itu dan menikah dengan Kak Reygan! Kamu pikir kamu bisa menguasai rumah ini setelah menjadi istri Kak Reygan? Jangan mimpi. Sampai kapan pun kamu nggak akan pernah diterima di rumah ini. Kamu pikir Kak Reygan akan menerima kamu, perempuan miskin jadi istrinya?" Sesil terkekeh sinis, "Jangan harap! Nggak bakal ada yang sudi nerima kamu di rumah ini. Baik Steven, Kak Reygan, dan aku. Kami nggak sudi!"
"Kamu pikir aku sudi?!" balas Naina tegas. Menatap sengit pada Sesil. "Kamu pikir aku sudi menerima pernikahan ini? Kamu pikir aku senang menjadi istri Kakak kamu itu? Kamu pikir aku menikmati semua kemewahan di rumah ini?"
"Tidak Sesil! Justru aku benci! Aku tidak menginginkan semua ini. Aku ingin pergi dari rumah ini! Rumah mewah yang bagaikan neraka ini! Tidak ada ketenangan di rumah ini sama sekali. Semua hanya diisi dengan keangkuhan dan kesombongan! Kalian terlalu sombong akan apa yang kalian miliki. Menganggap rendah aku yang sangat miskin dan tidak sederajat dengan kalian!" cecar Naina dengan menggebu-gebu melampiaskan kemarahannya.
"Aku juga manusia, punya hati dan perasaan. Kalian tidak bisa menghina dan merendahkanku sesuka hati kalian!" ucapan terakhirnya menegaskan.
Sesil menyipitkan matanya, cukup terkesan akan keberanian Naina melawannya.
Naina segera berdiri, tidak berniat melanjutkan makan siangnya. Saat hendak keluar dari dapur, Naina meneteskan air mata yang ditahannya, bertepatan saat melihat sosok pria yang berdiri tegak di sana. Melihatnya dengan tatapan yang tidak Naina mengerti.
Reygan.
Naina tidak peduli, sesegera mungkin menghapus air matanya, lalu meninggalkan orang-orang itu.
***
Di kamar mandi di dalam kamar, Naina membasuh wajahnya di wastafel. Menahan air mata yang memaksa keluar.
"Bu, Naina ingin pulang. Naina tidak mau tinggal di sini." lirihnya.
Naina keluar dari kamar mandi, bertepatan saat Reygan masuk ke dalam kamar. Naina menjadi canggung. Tapi tidak dengan Reygan. Pria itu santai, melempar tas kerjanya di atas ranjang, membuka jas dan kemejanya satu per satu, hingga pria itu bertelanjang dada.
Naina memalingkan wajahnya. Malu sekaligus bingung ingin melakukan apa. Dia ingin keluar dari kamar, tetapi dia terlalu malas jika bertemu dengan Sesil lagi. Rasanya ingin menghilang saja dari bumi ini. Penghuni rumah ini semuanya tidak ada yang benar.
Reygan masuk ke dalam kamar mandi tanpa sedikit pun bicara dengannya, untuk sementara membuat Naina lega. Naina bingung mau pergi kemana. Setiap sudut rumah ini bagaikan neraka baginya.
Beberapa saat kemudian Reygan keluar, hanya dengan celana santai panjang. Lagi, pria itu mengabaikannya, menganggap dirinya bagai makhluk tak kasat mata.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Meili Mekel
semoga saja yg bucin reygan
2022-08-20
0
devymariani
lanjuutt
2022-01-29
0
Nurlela Aritonang
lanjuuut.
2022-01-25
0