Semuanya terasa seperti mimpi. Naina merasa dirinya masih berada di bawah alam sadar saat kaki jenjangnya perlahan melangkah menuju altar, dalam balutan gaun pengantin. Menghampiri pengantin pria yang menunggu kehadirannya di sana.
Jika biasanya pesta pernikahan akan selalu dihiasi oleh senyuman, itu tidak berlaku pada pernikahannya kali. Beberapa wajah melemparkan tatapan murung, jelas-jelas tidak suka akan kehadirannya di sini.
Namun Naina tidak peduli akan hal itu. Jantungnya seolah melayang, tidak karuan, tidak percaya apa yang telah dilakukannya. Dirinya akan benar-benar menikah, dengan seorang yang tidak dikenalnya.
Naina menundukkan wajahnya sesaat setelah sampai di altar. Enggan melihat calon suaminya yang kini berada tepat di hadapannya. Gadis itu lebih memilih menatap sepatu pantofel hitam mengkilat milik pria itu, di sepanjang acara pemberkatan.
"Saudara Reygan Dos Santos, maukah engkau menerima Naina Putri Ayu sebagai istri yang dijodohkan oleh Tuhan didalam pernikahan yang kudus? Maukah saudara mengasihi dia, menghibur dia, menghormati dan memelihara dia baik pada waktu dia sakit maupun pada waktu dia sehat, serta melupakan orang lain tetapi hanya mengasihi dia saja, selama saudara berdua hidup di dunia ini?"
Ketika Pastor memulai pemberkatan, keheningan cukup lama mendominasi, hingga menyebabkan kebisingan oleh para tamu undangan.
Entah mengapa, Naina berharap sesuatu terjadi untuk menghentikan pernikahan ini. Jujur saja, gadis itu ingin melarikan diri saat ini juga. Tetapi saat melihat Arnita di sana, memberikan semangat melalui tatapan sendunya, Naina menghentikan niatnya itu.
Tetapi sepertinya harapan Naina pupus begitu saja ketika sebuah suara berat menyapa gendang telinganya.
"Ya, Saya Bersedia."
Naina langsung menengadah. Menatap langsung pria itu. Maniknya berkedip beberapa kali, syok saat mengetahui siapa yang kini berada di hadapannya. Keduanya saling memandang.
"Pak GM." gumam Naina yang hanya dapat didengar oleh pria itu.
"Saudari Naina Putri Ayu. Maukah engkau menerima Reygan Dos Santos sebagai suamimu? Maukah engkau mengasihi dia, menghibur dia, menghormati dan memelihara dia baik pada waktu dia sakit maupun pada waktu dia sehat, serta melupakan orang lain tetapi hanya mengasihi dia saja, selama saudari berdua hidup di dunia ini?"
Naina tidak menjawab. Dia terpaku pada pria tampan di hadapannya. Bukan akan ketampanannya, melainkan siapa sosok yang sedang menikahinya ini.
Naina tersadar saat kedua tangannya diremas cukup kuat oleh pria itu.
"Ya... Saya Bersedia." ucapnya dengan susah payah.
Naina masih mematung bahkan hingga pastor mensahkan pemberkatan. Tidak ada acara ciuman antara kedua mempelai, dan sepertinya itu sudah diatur oleh pria ini.
Acara pernikahan itu cukup singkat. Hanya memerlukan waktu tiga jam, para tamu undangan sudah berpulangan. Sebenarnya Rudi tidak mengundang semua koleganya. Ini adalah permintaan putranya, agar pernikahan ini terjadi. Tidak ada perayaan besar-besaran seperti pernikahannya dengan istri pertamanya delapan tahun yang lalu.
Naina duduk di kursi yang dikhususkan untuk pengantin. Benar-benar sendirian. Sebab Reygan yang sama sekali tidak menyapa dirinya, lima menit yang lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Begitu juga dengan Sesil, Raina dan Steve. Mereka pergi setelah menyapa beberapa tamu, seolah enggan berada di tempat ini.
Emma? Sepertinya wanita tua itu tidak sudi menghadiri pernikahan ini. Karena sepanjang acara, wanita itu tidak menunjukkan batang hidungnya.
Para petugas hotel surah berlalu lalang di area ballroom untuk membersihkan sisa pesta. Sedangkan Naina kebingungan. Mencari-cari orang yang mungkin dikenalnya membawanya pergi dari sini.
Dirinya benar-benar ditinggalkan.
Naina akhirnya memilih meninggalkan tempat duduknya. Berjalan keluar dari ballroom hotel, susah payah mengangkat gaun pengantinnya, tidak peduli akan tatapan aneh beberapa petugas hotel.
Air mata sejak tadi membendung di pelupuk matanya. Rasanya ingin menangis, tetapi Naina tidak ingin terlihat semakin menyedihkan dilihat oleh orang-orang ini.
Tidak sengaja Naina melihat toilet saat akan keluar dari gedung hotel itu. Naina memutuskan meluapkan segala bebannya di sana.
Naina berjongkok, tidak peduli gaunnya mengenai lantai toilet. Menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya, dan menumpahkan tangisannya. Naina menangis sejadi-jadinya. Semua ini sangat berat baginya.
Cukup lama Naina berada di sana. Beruntung tidak ada pengunjung, yang membuatnya leluasa menumpahkan tangisnya.
Naina berdiri, hendak membersihkan wajahnya di wastafel. Namun tubuhnya hampir terjengkang saat melihat seseorang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
"Tidak hanya miskin. Ternyata kamu juga sangat jelek." ucap orang itu sarkas.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Meili Mekel
kutuk pux nenek kayak emma
2022-08-20
0
Gan Net
visual nya ganti kak jngn kartun yg asli dong..
2022-02-09
0
devymariani
jd sediiih yaa thorr liat naina
2022-01-29
0