Beberapa minggu kemudian.
Pagi ini Naina tengah bersiap-siap, memulai awal yang baru setelah lulus kuliah. Beberapa waktu yang lalu, Naina sudah melemparkan lamaran kerja ke beberapa perusahaan. Sepertinya nasib baik berpihak padanya, sehingga Naina diterima sebuah perusahaan. Naina sudah melewati interview beberapa hari yang lalu, jadi hari ini akan menjadi hari pertamanya bekerja. Meski masih dalam tahap percobaan, Naina sangat bersemangat. Gadis itu mempersiapkan segalanya dengan baik.
"Iya Bu, Naina pasti datang kok akhir pekan ini." ucap Naina yang tengah berbicara dengan ibu melalui panggilan telepon. "Ehm, ini hari pertama Naina bekerja. Doain Naina biar semua lancar ya Bu."
"Ok Bu. Titip salam buat adik-adik aku di sana." ucap Naina sebelum menutup panggilannya.
Naina berpikir sejenak, berusaha menerka-nerka kenapa Arnita mendesaknya pulang ke panti dalam waktu dekat ini. Karena tidak biasanya Arnita seperti ini, dan dari yang Naina dengar, suara Arnita seperti tengah menahan cemas.
"Bagaimana Arnita?" seorang pria tua yang duduk di dekat Arnita menyanggah setelah menutup teleponnya.
"Naina akan pulang akhir pekan ini Rud." sahut Arnita.
"Bagus. Pastikan dia menerima keputusan ini. Lakukan apapun, agar gadis itu bersedia." ucap pria tua itu, yang lebih mengarah pada perintah yang tak terbantahkan.
"Tapi Rud, apakah kamu benar-benar ingin melakukan ini pada Naina? Naina anak yang baik dan tulus. Kamu tega meletakkan anak sebaik itu di tengah kehidupan keluargamu yang begitu kejam?" Arnita menyanggah, tidak tega menjerumuskan anak asuhnya yang sangat dia sayangi.
Pria tua itu menyeringai, "Justru itu yang membuatku tertarik padanya Nita. Aku butuh gadis seperti Naina untuk memperbaiki kehidupan putraku."
"Tapi putramu sudah tua."
"Apa maksudmu?" tidak terima.
"Bukan. Maksudku, putramu terlalu tua untuk gadis seumuran Naina. Naina baru dua puluh tiga tahun. Sedangkan putramu, hampir menginjak tiga puluh empat." protes Arnita.
"Kenapa tidak? Kalau mereka memang jodoh, umur tidak akan menjadi masalah." jawab pria tua itu, membuat Arnita tidak punya alasan lagi.
"Aku tau apa yang kamu cemaskan Nita. Percaya padaku, aku tidak akan membiarkan calon menantuku menderita." pria itu seolah tau kecemasan Arnita, berusaha menenangkan teman dekatnya tersebut.
Arnita pasrah, menyerahkan semuanya pada temannya tersebut. "Baiklah Rud. Semoga semuanya akan baik-baik saja."
***
Satu minggu sudah Naina bekerja di sebuah perusahaan properti. Naina di tempatkan di bagian pemasaran. Selama satu minggu ini pekerjaannya tidak terlalu memberatkan. Karena Naina mendapat beberapa teman dan senior yang ramah dan baik. Tidak seperti bayangannya sebelum masuk kerja beberapa hari yang lalu.
"Aranya nanti pulang bareng yuk." ucap Naina pada teman barunya. Aranya, gadis cantik yang juga merupakan anak baru sama seperti Naina yang masih fresh graduate.
Kost-an mereka memang searah, hanya saja lebih jauh kost milik Naina.
"Boleh. Sekalian temenin aku beli perlengkapan, kamu mau?"
"Ok. Sip."
Keduanya kembali bekerja. Ruangan mereka cukup bising saat itu, karena tim-tim yang lain tengah sibuk mendiskusikan peluncuran produk terbaru bulan ini. Hal itu membuat terganggu, karena dia juga harus mengerjakan tugas dari seniornya.
"Mau kemana?" tanya Naina saat melihat Aranya bergegas pergi.
"Toilet. Kamu mau ikut?" seloroh Aranya.
"Nggak. Pergi aja sana."
Setelah Aranya pergi, Naina benar-benar tenggelam dalam pekerjaannya. Hingga tidak sadar karyawan lain sudah meninggalkan ruangan.
Naina tidak sadar, karena memang jika sudah fokus, gadis itu pasti mengabaikan sekitarnya. Hingga lima belas menit kemudian, Naina sadar. Memperhatikan ruangan yang hanya dihuni dirinya sendiri.
"Kemana semua orang?" gadis itu bertanya-tanya. Aneh, karena jam masih belum menunjukkan jam istirahat.
Lalu Naina memeriksa ponselnya, berniat menghubungi Aranya. Namun sebelum itu terjadi, Naina membuka pesan grup dari kepala divisi mereka.
"Semuanya dipanggil menuju aula. GM akan mengumumkan peraturan baru. Semua kumpul dalam lima belas menit. Jangan sampai ada yang terlambat."
Naina membulatkan matanya. Karena terlalu fokus dia sampai tidak mendengar bunyi notif ponselnya. Naina panik, segera bersiap-siap menuju aula yang berada di lantai lima belas.
"Aduh gimana ini?" gadis itu cemas sambil menekan tombol lift berkali-kali.
Lift terbuka, Naina langsung masuk. Naina merapal doa selama di dalam lift, karena teringat cerita Aranya, bahwa GM katanya sangat galak. Tidak segan memecat karyawan yang membuat kesalahan sekecil apapun.
Naina belum mengenal pimpinan perusahaan ini. Oleh karena itu gadis ini tidak terlalu memikirkan ucapan Aranya.
Namun sepertinya doa Naina tidak terkabul, Naina sampai di aula saat GM tengah bicara di atas panggung. Berdiri tegak, menatap dingin semua karyawan tanpa ada ekspresi menyenangkan.
Saat itu juga, seluruh pandangan tertuju pada Naina yang berdiri di ambang pintu, sambil terengah-engah.
Naina menjadi canggung karena teman-teman dan seniornya menatapnya dengan tatapan tak biasa. Bahkan ada salah satu menggelengkan kepalanya, seolah menghiba padanya.
Tidak lupa, tatapan yang paling mengerikan di ruangan ini, yang berasal dari atas panggung sana, menyorot Naina dengan sangat tajam.
Naina menundukkan kepalanya, disertai keringat dingin yang mulai mengucur di sekujur pelipisnya, "Ma...maaf Pak... Saya terlambat." ucap Naina gugup setengah mati.
Namun sepertinya pria yang merupakan petinggi perusahaan itu tidak menanggapi. Pria itu melirik sekretaris yang berdiri di belakangnya. Hanya dengan tatapan saja, sekretaris itu turun dari panggung, berjalan menghampiri Naina.
"Naina..." sekretaris yang juga sama mengintimidasi dengan GM, mengeja nama di kartu pengenal yang menggantung di lehernya. "Silahkan ambil surat pengunduran diri anda dari perusahaan ini." ucap pria berkacamata tersebut tanpa basa basi.
Naina menjatuhkan rahangnya, lututnya lemas, hampir tidak bisa menopang tubuhnya.
"A...apa Pak...? Pengunduran diri..? Maksud..." Naina terbata, masih mencoba menerima perkataan tersebut.
"Kamu benar. Kamu dipecat dari perusahaan ini." sekretaris itu tidak berperasaan.
"Tapi Pak... saya.. "
"Bos tidak suka karyawan yang tidak disiplin, apalagi tidak disiplin waktu. Kamu sudah membaca pesannya bukan? Lima belas menit cukup untukmu berjalan dari parkiran menuju tempat ini. Dan sekarang...." melirik jam tangan mewahnya, "Hampir tiga puluh menit, tidakkah menurutmu ini sudah keterlaluan?"
"Pak..." Lidah Naina terasa kelu ingin menjelaskan. Dia bukan disiplin waktu, hanya saja keadaan ini terlalu mendesaknya.
"Silahkan bereskan barang-barangmu." perintah sekretaris itu, lalu berjalan kembali menuju panggung aula.
"Baik. Kita lanjutkan." GM melanjutkan pembicaraan dari depan sana, membuat karyawan lain kembali fokus.
Mengabaikan Naina yang hampir merosot jika saja tidak menjadikan dinding beton sebagai penopang tubuhnya. Masih seperti mimpi.
Dirinya dipecat begitu saja. Padahal baru satu minggu Naina bekerja. Untuk gadis seperti Naina, tentu saja ini sangat menyakitkan. Susah payah dirinya untuk mendapatkan pekerjaan ini, tetapi dalam sekejap mata, semuanya berakhir.
Naina menoleh ke arah pria jangkung yang tengah menjelaskan di atas panggung. Naina tidak terima dipecat begitu saja. Ini adalah kesalahan pertamanya sejak bekerja, dan tidak terlalu fatal baginya. Harusnya dirinya mendapatkan kesempatan.
Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu, hingga dengan beraninya berjalan menuju panggung. Tidak peduli pandangan semua orang yang heran akan tindakannya.
"Pak, tolong kasih saya saya kesempatan Pak... Saya janji tidak akan mengulanginya lagi..." cecar Naina langsung pada petinggi perusahaan tersebut.
Naina mengangkat pandangannya, menatap pria yang ternyata adalah seseorang yang pernah dilihatnya.
"Bule KW...?" tanpa sadar Naina memanggil nama itu dengan suara besarnya. Masih dipenuhi keterkejutan, karena ternyata GM adalah pria bule yang menabraknya beberapa minggu yang lalu.
Karyawan lain menggelengkan kepalanya, heran pada Naina yang sangat berani, apalagi menghina GM dengan sebutan itu.
Tidak hanya karyawan, dalang dibalik semua keributan ini pun sama terkejutnya. Pria bule itu semakin menajamkan matanya, mengeluarkan aura intimidasi yang pastinya akan membuat semua orang ketakutan.
Berani sekali! Pikirnya.
"Kamu ini berani sekali. GM sudah memecatmu secara langsung. Apakah kamu belum mengerti?" Salah satu seniornya mendekat, berusaha membawa Naina dari tempat itu. Karena jika tidak, pemimpin perusahaan pasti akan sangat murka.
"Urus dia!" perintah pria asing itu pada sekretarisnya, sebelum akhirnya berjalan keluar dari aula.
"Pak saya gimana. Saya minta maaf Pak. Saya cuma telat sepuluh menit Pak, tolong kasih saya kesempatan." teriak Naina, berharap pemimpinnya itu menanggapi.
Namun, semua itu sia-sia. Pria itu bahkan tidak sudi melihatnya.
"Pak..."
"Naina udah..." Aranya datang menghampiri, berusaha menenangkan Naina.
"Nya... gimana dong, aku dipecat..."
"Maafin aku juga ya Nai, harusnya tadi aku datang panggil kamu waktu pesan dari divisi masuk. Aku pikir kamu udah jalan duluan."
"Trus aku gimana dong Nya..."
"Sabar ya Nai... mungkin kerja di sini bukan nasib kamu. Tapi kamu tenang aja, aku pasti bantu kamu dapat kerjaan lagi." ucap Aranya menenangkan Naina.
***
Naina berjalan keluar dari gedung perusahaan properti terbesar di kota itu. Meski hatinya masih belum terima dipecat begitu saja, mau tidak mau, Naina harus keluar dari sini. Gadis itu menahan air matanya sedari tadi. Tidak menyangka akan menjadi pengangguran dalam waktu sesingkat ini.
"Dasar bule kw! Harusnya Kak Risa habisin dia kemarin!" Naina menggerutu, mengutuki pimpinan perusaan besar tersebut.
Ketika Naina melewati lobi, tidak sengaja dia melihat sebuah mobil hitam mengkilap saat melewatinya. Naina ingat, pernah melihat sekretaris GM turun dari mobil ini.
"Ini mobil si sekretaris itu kan?" Naina sangat kesal hingga sebuah ide muncul di kepalanya.
"Rasain tuh. Makanya jadi orang jangan blagu." umpatnya sambil menendang kap mobil dengan kasar.
"Gue sumpahin perusahaan lo bangkrut!" umpatnya sebelum akhirnya meninggalkan perusahaan tersebut.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Anonymous
Jangan kartun thor
2024-08-28
0
Mam ann
ya elah thor fotonya yg kerenan apa thor bule beneran gitu jangan yg kw bener🤣gak bisa ngehalu aku thor klo bulenya kartun mending suamiku aja kang mas 🤣🤣🤣🤣
2022-09-13
2
Meili Mekel
lanjut
2022-08-20
0