Paman Tampan

"Apa pemuda itu sudah tidak waras!! Bagaimana bisa dia memakai pakaian seperti itu ditengah cuaca sedingin ini!!" gumam Jessica penuh keheranan.

Gadis itu berdiri dibalkon kamarnya sambil melihat seorang pemuda tampan tapi juga cantik berdarah China yang tengah bermain basket dihalaman belakang rumah kakak iparnya.

Sepasang mutiara hazelnya tak lepas sedikit pun dari sosok itu yang tak lain dan tak bukan adalah Ken. Ken sedang memainkan bola basket di tangannya dengan sangat lihat. Pemuda itu memakai kaos putih polos tanpa lengan dan celana bahan selutut, rambut coklat terangnya tampak lepek karena keringat. Begitu pula dengan baju bagian belakangnya yang tak jauh berbeda, basah.

Entah kenapa Jessica tidak bisa meloloskan pandangannya dari sosok Ken yang terlihat begitu mempesona, ditambah dengan rambut basahnya yang jatuh di atas dahinya. Begitu tampan dan terlihat, eerrr sexy. Jessica menggeleng, mencoba menepis semua pemikiran kotornya.

Gadis itu meletakkan salah satu tangannya di atas pagar pembatas sebagai tumpuan wajahnya. Sungguh, Ken berhasil menarik semua atensinya. Pemuda berdarah China itu memang memiliki wajah yang sangat tampan.

"Paman, tampan!!"

Ken menghentikan gerakan tangannya yang hendak melemparkan bola kedalam ring setelah mendengar suara yang begitu familiar masuk kedalam pendengarannya. Pemuda itu berbalik badan dan mendapati Laura berlari kearahnya sambil membawa minuman dan handuk kering yang kemudian ia berikan pada Ken.

"Terimakasih cantik!" Ken mengambil botol minuman itu kemudian meneguk separuh dari isinya.

"Paman kemarilah!"

Laura melambaikan tangannya, meminta Ken supaya mendekat. Tanpa berkata apa pun, Ken mendekati gadis menggemaskan itu kemudian mensejajarkan tingginya dengan Laura. Laura membisikkan sesuatu pada Ken, entah apa yang baru saja dikatakan oleh gadis kecil itu padanya. Tiba-tiba saja pemuda itu mengangkat wajahnya hingga pertemuan dua pasang mutiara berbeda warna itu tidak dapat terhindarkan.

Jessica yang sadar tengah diperhatikan menjadi gugup. Dengan gerakan kaku, gadis itu melambaikan tangannya pada Ken. Pemuda itu menarik sudut bibirnya dan mengulum senyum setipis kertas. Jessica menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian berbalik dan melenggang pergi. Rasanya ia seperti tidak memiliki muka lagi, Jessica seperti seekor kucing yang ketahuan dan tertangkap basah saat sedang mencuri Ikan.

"Kekekekek!!!"

Ken menatap Laura dengan dahi berkerut. Pemuda itu merasa heran. "Kenapa Laura tertawa??" tanya Ken, gadis imut itu kembali terkekeh.

"Laura gemas melihat wajah bibi Sica ketika paman tampan mendongak dan menatapnya. Dia lucu jika sedang gugup!" ujar Laura dengan polosnya.

Ken mencubit pipi gembil Laura dengan gemas. Pemuda itu mengangkat tubuh mungil gadis kecil itu dan menggendongnya, gadis kecil itu tidak merasa risih atau jijik sedikit pun meskipun pakaian yang Ken pakai basah oleh keringat. Ken melemparkan bolanya asal kemudian membawa Laura masuk kedalam rumah.

"Ibu...!!"

Ken menurunkan Laura dari gendongannya setelah melihat keberadaan Ara diruang tengah. Ibu satu anak itu tersenyum menyambut putri kecilnya dan membawa gadis kecil itu ke dalam pelukannya. "Ken, sebaiknya bersihkan dirimu. Setelah ini kita sarapan sama-sama!" kata Ara yang segera dibalas anggukan oleh Ken.

Selepas kepergian Ken, diruang tengah hanya menyisahkan Ara dan Laura saja. Laura bercerita pada ibunya tentang apa yang terjadi dihalaman belakang. Wanita itu terkekeh membayangkan bagaimana lucunya ekspresi Jessica saat itu.

"Ibu, bagaimana jika kita atur saja kencan buta untuk mereka?" ujar Laura menyampaikan usulnya.

"Eeehhhh," sedangkan Ara tampak begitu terkejut mendengar usul putri kecilnya.

Bukan karena kalimat Laurent, melainkan karena pengetahuan gadis kecil itu tentang kencan buta. "Sayang, dari mana kau bisa tau jika dua orang dewasa jika ingin dekat harus melakukan kencan buta?" tanya Ara.

"Drama romantis yang penuh dengan kisah roman picisan. Oya, Ibu. Bisakah Ibu mengatur kencan buta untukku dan San-woo oppa juga?" pinta Laura dengan polosnya.

Ara mencubit pipi Laura dengan gemas. Putri kecilnya tidak hanya memiliki wajah yang cantik dan imut, namun dia juga begitu menggemaskan.

"Nanti saja kita bicarakan, sebaiknya sekarang Laura pergi mencuci tangan dan setelah ini kita sarapan sama-sama." Ara mengusap rambut panjang putrinya sambil tersenyum lebar.

Laura mengangguk. "Baik, Ibu."

.

.

Ken menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Jessica yang sedikit terbuka. Pemuda itu mengintip ke dalam dan mendapati Jessica tengah duduk di atas tempat tidurnya sambil memeluk sebuah album foto di dadanya. Raut wajahnya sendu dan kesedihan tersirat jelas dari sorot matanya yang teduh.

Tokk... Tokk.. Tokk...

Ketukan pada pintu sedikit menarik perhatiannya. Jessica menoleh dan mendapati Ken berdiri di ambang pintu kamarnya. "Boleh aku masuk?" tanya Ken yang kemudian di balas anggukan oleh Jessica.

Setelah mendapatkan ijin dari sang empunya kamar. Ken melanjutkan kembali langkahnya dan berjalan memasuki kamar Jessica. Pemuda itu berhenti di depan jendela yang berada tepat di samping kanan tempat tidur gadis itu.

Butiran-butiran putih lembut kembali berjatuhan membentuk gumpalan. Membuat jalanan, taman, kebun, halaman, atap rumah, semua tertutup butiran putih itu. Suhu udara turun hingga ke titik terendah, membuat sebagian warga kota memilih tetap berada di rumah daripada harus bepergian di tengah cuaca sedingin ini.

"Salju turun lagi." Ucap Ken tanpa menatap lawan bicaranya.

Jessica bangkit dari tempat tidur yang sedari tadi didudukinya, perlahan ia berjalan ke arah jendela. Jessica kembali tertegun melihat pemandangan yang terlihat dari balik jendela kamarnya yang besar.

Bingkai kayu cokelat itu tampak memucat karena ditutupi salju. Jemarinya menyentuh kaca jendela bening yang basah karena cuaca. Ia mendesah. "Aku benci musim dingin apalagi salju. Aku sangat menyesalkan kenapa harus ada musim dingin di negara ini." Ujar gadis itu dengan tatapan lurus ke depan.

"Kenapa kau sangat membenci musim dingin?"

"Karena musim dingin telah merenggut segalanya dariku." Gadis itu tersenyum pilu.

Tahun-tahun lagi telah berlalu. Musim selalu datang silih berganti, membawa kota ke dalam berbagai suasana. Seiring dengan berlalunya angin, di setiap triwulan aroma yang muncul dalam udara hari terasa berbeda dari waktu ke waktu.

Harum bunga di awal musim semi, harum matahari di dalam eksotika musim panas, angin kencang yang membawa gugurnya daun di musim gugur, dan kini semilir angin perlahan membawa suhu udara yang lebih rendah. Musim dingin telah tiba. Lagi. Dan Jessica sangat membencinya

Musim dingin. Meskipun cuaca dingin dan kadang badai menghadang tanpa ampun, bagi kebanyakan orang yang hidup di negara empat musim. Musim dingin adalah musim yang membawa kehangatan. Karena mereka akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman dan keluarga.

Musim dingin adalah musim di penghujung tahun. Dimana liburan akhir tahun tiba. Thanksgiving, Natal... semua orang pulang ke kampung halaman, berkumpul dengan keluarga masing-masing, menimbulkan kehangatan tersendiri.

Dan seperti tahun-tahun kemarin, menjelang natal, salju turun dengan intensitas tinggi setiap harinya, menimbun kota dalam selimut putih besar. Seperti tahun kemarin, orang-orang berpayung menembus hujan salju, dengan mantel tebal, mencoba mengusir rasa dingin.

Lampu-lampu lebih cepat dinyalakan, membuat kota bagai arena karnaval dengan titik-titik cahaya memanjang di setiap ruas jalan. Orang-orang berjalan beriringan, saling merapat. Mencoba menemukan kehangatan di tengah suhu udara yang kian menurun.

Musim dingin adalah memori.... Entah itu memori indah atau memori pahit. Musim dingin selalu memberikan kesan tersendiri bagi mereka yang hidup di dunia empat musim.

Pandangan Jessica bergulir pada pemuda di sampingnya. Ken masih memakai pakaian yang sama. Kaos polos tanpa lengan dan celana pendek selutut. "Apa kau tidak merasa kedinginan?" tanya Jessica penasaran.

"Tidak," jawab Ken singkat.

"Dasar aneh."

Dan Ken hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Jessica. "Aku pergi mandi dulu." Ken menepuk kepala coklat Jessica dan pergi begitu saja. Meninggalkan gadis itu sendiri di kamarnya.

Jessica mendengus. "Dasar menyebalkan. Bisa-bisanya dia merusak tatanan rambutku." Gadis itu menggerutu. Detik berikutnya sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk lengkungan indah di wajah cantiknya. Jessica beranjak dari posisinya dan melenggang keluar meninggalkan kamarnya.

-

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Deti Lase

Deti Lase

kencan buta hbs tu bucin🤣🤣

2021-08-25

1

Arkan

Arkan

lanjut thor semangat

2021-08-25

1

Vina Pembriyani

Vina Pembriyani

lanjut De😍😍siapa yg duluan jatuh cinta nih nanti🤔🤔Jess apa Ken😁😁😁

2021-08-24

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 63 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!