Senja mulai meredup malu-malu, berusaha menyembunyikan kilau sinannya ke ufuk barat.
Suasana kantor mulai hening. Satu persatu penghuni nya mulai meninggalkan area kerja. Begitupun dengan Alfatih dan Reza.
"Sore Pak." Sapa Reza saat melihat bos mudanya keluar dari ruang kerja.
"Sore."
"Pak Al mau pulang ?"
"Iya, tapi saya masih mau mampir sebentar ke minimarket."
"Apa perlu saya antar ?"
"Tidak, terimakasih. Saya bawa mobil Ayah saja."
"Baik Pak, hati-hati dijalan."
Reza menyerahkan sebuah kontak mobil inova reborn yang biasa dipakai Almarhum Danu bekerja. Semenjak kepergian Danu untuk selamanya, mobil itu selalu terparkir di garasi kantornya.
Jalanan terlihat sangat ramai, karena bertepatan dengan banyaknya orang yang mengakhiri aktivitas kerja. Lalu lalang kendaraan membuat Al sedikit merasa pusing.
"Huufff."
Al menghembuskan nafas lega, saat inova reborn warna hitamnya bisa memasuki area parkir sebuah minimarket.
Tak berapa lama, apa yang dia cari sudah dia dapatkan. Sesuai pesan Bunda sebelum pulang kerja tadi, Beliau meminta untuk membelikan susu formula buat Nindya dan beberapa vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh keluarga kecilnya.
"Totalnya tiga ratus tujuh puluh dua ribu rupiah." Kata kasir minimarket.
Alfatih menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu.
"Kembaliannya."
"Terimakasih."
"Terimakasih, kami tunggu kedatangan anda kembali."
Kring...kring...
Diambilnya handphone yang sejak tadi menghuni kantong sakunya. Tertulis nama 'Bunda' pada layar utama.
"Assalamu'alaikum Bun."
"Wa'alaikumsalam Nak, Al tidak lupa pesanan Bunda."
"Tidak Bun, ini saya baru keluar dari minimarket, sebentar lagi sampai rumah." Jawab Al sembari berjalan tergesa-gesa menuju dimana dia parkir mobilnya.
"Aaaa.... !!!! Awas, minggir, tolong remnya blong." Teriak seorang wanita yang menjajakan dagangannya dengan mengendarai sebuah sepeda pancal.
Bukan teriakan menawarkan jajanannya yang terdengar, namun teriakan sebuah peringatan untuk menghindar.
Baru sempat Al menyadari suara lantang yang mengarah kepadanya, sudah terlambat.
Gedubrakkkk...!
Sebuah benturan cukup keras dia rasakan pada siku tangan kanannya.
Barang belanjaan yang dia tenteng, jatuh berantakan. Namun, apa yang dia rasakan tidak seberapa, dibandingkan dengan rintihan kesakitan seorang gadis yang baru saja menabraknya.
"Aduh, sakit."
Menyadari hal itu, Al langsung berlari. Tidak jauh dari tempat dimana dia jatuh, Al melihat seorang gadis membenturkan sepedanya agar berhenti.
"Kamu tidak apa-apa ?" Tanya Al sedikit khawatir.
Gadis itu masih tertunduk menahan rasa sakit tanpa menjawab pertanyaan Al.
"Hei, kamu tidak apa-apa ?" Tanya Al kembali.
"Maaf Tuan, maafkan saya. Saya tidak sengaja menabrak Anda. Maafkan saya tuan, rem saya tidak berfungsi dengan benar." Rengeknya memohon.
"Hhmmmm..."
Ternyata dia merunduk bukan hanya karena merasakan sakit, tapi juga menahan rasa takut.
Alfatih mengumpulkan kembali barang dagangannya yang berserakan dan membiarkan dia meratapi kesedihannya.
Gadis itu terperanjat kaget dan segera ikut membereskan dagangannya, setelah melihat orang yang dia tabrak tidak marah, tapi malah membantunya.
"Terimakasih Tuan, tidak apa-apa. Biar saya bereskan sendiri Tuan." Ucapnya gugup.
Entah apa yang ada dalam pikiran Al saat itu. Dia menghentikan aktivitas tangannya saat tanpa sengaja Al melihat raut wajah gadis yang menabraknya tadi.
"Masya Allah, wajahnya mirip sekali dengan dia." Gumamnya lirih. Bahkan hampir tak terdengar olehnya sendiri.
'Dia ? Siapa yang orang ini maksud dengan Dia ?' Tanya gadis itu dalam hati. Namun tetap melanjutkan membereskan barang dagangannya, seolah tidak mendengar apa-apa.
"Maaf tuan, apa tuan tidak apa-apa ?" Tanya gadis itu yang masih heran melihat tingkah Al.
"Oh... Tidak, kamu sendiri apa ada yang luka ?"
"Tidak Tuan, saya baik-baik saja."
"Sepeda kamu rusak, rumah kamu dimana ? Biar saya antar."
"Tidak apa-apa Tuan, terimakasih. Masih bisa saya bawa sendiri." Jawabnya sembari berlalu begitu saja.
"Hei, tunggu !"
Teriakan Al tidak dia pedulikan.
Kalau saja tidak ada telepon masuk di handphonenya, ingin rasanya Al mengejar dan mengetahui siapa pemilik wajah yang mirip dengan Almarhum adiknya itu.
Ya... 'Dia' yang Al maksud adalah Kinanti, satu-satunya perempuan yang pernah mengusik hatinya.
Wajah yang sempat pelan-pelan memudar dari benaknya itu, gini muncul kembali dengan sosok yang berbeda.
Allah maha tahu, seakan pertemuan ini sudah menjadi isyarat baginya. Masih ada sebuah kue puthu ayu tergeletak tepat di dekat kakinya.
-Putri Ayu-
Begitulah lebel yang tertulis pada kue tersebut.
Al segera melajukan kendaraannya kembali. Pandangan matanya berkeliling ke sekitar pinggiran jalan, namun dia kehilangan jejaknya.
Hari semakin gelap dan mengharuskan Al untuk segera kembali pulang. Meskipun di dalam hatinya masih mengingat - ingat kejadian sore tadi.
Sedangkan di tempat lain, seorang gadis sedang terisak, menangis tersedu meratapi nasibnya.
"Kamu pikir, Bulek bikin ini tidak pakai uang !"
"Maafkan saya Bulek." Rengeknya memelas.
"Enak saja minta maaf, memangnya dengan maaf, kamu bisa menggantikan semua dagangan Bulek yang sudah kamu hancurkan !"
Semakin gadis itu memelas minta maaf, semakin besar kemarahan Bulek kepadanya.
'Lebih baik aku diam, daripada Bulek semakin marah kepadaku.' Pikirnya dalam hati.
"Mulai hari ini, Bulek tidak peduli lagi ! Sebelum kamu ganti semua dagangan Bulek, jangan harap Bulek kasih makan !" Bentaknya.
"Tapi Bulek_"
Krompyanggggh .... !!!
Belum selesai gadis itu memohon, sebuah loyang alumunium sudah melayang menyambar pelipis dan jatuh ke lantai sehingga menimbulkan suara yang begitu nyaring.
"Ibu, ada apa ini ? Kenapa berantakan sekali ?" Tanya Paklek Arman, saat mengetahui dapurnya berantakan karena kemarahan istrinya.
"Tanya tu sama keponakan kesayangan kamu !" Bentaknya lebih keras, sambil berlalu meninggalkan suami dan anaknya, juga keponakannya yang sedang merintih kesakitan.
"Ada apa lagi Mbak ! Kamu bikin masalah lagi, sehingga ibu marah - marah begitu !" Tanya Astrid, anak Paklek Arman yang baru saja pulang dari sekolah bersama Paman.
Gadis itu hanya diam, merunduk menahan rasa sakit, sembari membereskan barang-barang yang berantakan.
"Kenapa diam ! Jawab Mbak !" Bentaknya lagi.
"Astrid ! sudah kamu masuk ke dalam." Pinta Paman.
"Terus Pak, terus saja dibelain. Dasar pembawa sial !" Umpat Astrid berlalu pergi.
"Tata, maafkan Paman ya. Paman tidak bisa menjagamu dengan baik."
Ucapan paman mengandung banyak penyesalan.
"Tidak apa-apa Paman, Tata bersyukur masih punya Paman Arman yang baik dengan Tata."
"Ya sudah, kamu mandi dan obati luka kamu. Ini biar Paman yang bereskan."
"Tapi nanti Bulek_"
"Sudah, jangan pikirkan Bulekmu. Selama masih ada Paman disini, Bulekmu tidak akam berani macam-macam lagi."
"Terimakasih Paman."
°Anita Astutiningtyas
Ya, gadis malang itu bernama Anita. Banyak orang memanggilnya Tata. Sebelum hidup bagai di dalam neraka dunia ini, Anita hidup bersama kedua orangtua yang sangat menyayanginya.
Sama seperti Nindya yang harus kehilangan kedua orangtuanya disaat masih butuh banyak perhatian, hanya nasib yang membedakan keduanya.
Sejak kepergian ayah dan bundanya untuk selamanya, Anita kecil diasuh oleh Pakleh Arman dan Bulek Rukmini. Namun bukan kasih sayang pengganti yang dia dapatkan, melainkan tekanan mental dan fisik yang dia terima.
Apalagi sikap Astrid yang selalu tidak adil terhadap dia.
°Astrid Maharani
Satu-satunya putri dari Paklek dan Bulek Arman. Usianya sama dengan Anita, namun sifat dan tingkah lakunya sama seperti Bulek Rukmini yang galak dan judes.
____________________
____________________
____________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments