Setelah empat puluh hari masa berkabung, hari ini hari pertama Alfatih pergi ke kantor. Tempat dimana Almarhum Ayahnya mengembangkan bisnis.
Sebenarnya, masih banyak hal yang perlu Al pelajari dari sang ayah. Danu begitu gigih mengembangkan bisnisnya. Mulai dari bisnis transportasi sebagaimana profesinya dulu, sampai bisnis properti dia jalani.
Membutuhkan pemikiran yang matang dan waktu yang tidak sebentar untuk bisa mencapai sebuah puncak kesuksesan.
"Pagi Bunda." Sapa Al di meja makan.
"Pagi Nak, kamu siap ke kantor pagi ini ?" Tanya Bunda saat melihat putranya sudah rapi pagi itu.
"Insha Allah Al siap Bunda." Jawabnya penuh keyakinan.
"Baguslah, Bunda yakin, kamu lebih mampu dalam hal ini."
"Mohon doanya Bunda, Al akan berusaha lebih baik." Kata Al yang belum sempat menikmati sarapan paginya.
"Tentu Nak, Oh ya... sebentar lagi Reza akan datang kerumah." Kata Bunda sembari meletakkan secangkir teh hangat yang sudah berhasil membasahi tenggorokannya.
"Reza ?" Ucap Al, sembari mengingat-ingat, siapa pemilik nama yang Bunda Arum sebutkan tadi.
'Rasa - rasanya, baru pertama kali nama itu aku dengar.' Pikirnya dalam hati.
"Dia orang kepercayaan ayahmu di kantor. Putra tunggal Almarhum Pak Arman. Usianya masih muda, tapi loyalitasnya terhadap perusahaan sangat besar." Terang Bunda seakan bisa membaca apa yang sedang Al pikirkan.
Al mengangguk mendengar keterangan Bundanya. Hanya dengan sedikit cerita dari sang Bunda, Alfatih sudah paham siapa Reza dan Pak Arman.
Sebelum meninggal karena sakit yang telah lama diderita, Pak Arman adalah orang kepercayaan Ayahnya. Dan saat ini, ada Reza putra dari Pak Arman yang akan menjadi asisten pribadi Alfatih nantinya.
Tidak mudah bagi Al untuk langsung percaya kepada orang lain begitu saja. Apalagi orang itu baru dia kenal. Namun bagi Al, apapun yang keluar dari bibir Bunda Arum adalah sebuah amanah yang harus dia jalani.
"Bu Arum, Mas Reza sudah menunggu di pendopo depan." Kata Pak Slamet.
"Oh...iya, Sebentar lagi saya ke depan."
"Saya permisi dulu Bu, mari Mas Al."
"Iya, terimakasih Pak."
Tidak mau tamunya menunggu terlalu lama, Bunda segera berdiri menuju pendopo. Begitupun Alfatih, yang mengikuti langkah Bunda Arum, usai menyelesaikan sarapannya.
"Pagi Za, sudah sarapan ?" Sapa Bunda Arum.
"Pagi Bu Arum, Alhamdulillah sudah tadi di kantor." Nadanya terdengar seperti curhat. Maklum jomblo, semua serba sendiri.
Reza segera berdiri dari tempat duduknya, setelah melihat kedatangan majikan mudanya.
"Selamat pagi Pak Al." Ucapnya.
"Pagi." Jawab Alfatih setengah mengangguk membalas salam hormat calon asistennya.
Usai basa-basi dan memperkenalkan diri, Alfatih dan Reza segera berangkat menuju kantornya. Sengaja tidak diumumkan kepada seluruh karyawan atas kedatangannya hari ini.
"Tidak usah, saya ingin lihat bagaimana karakter mereka jika ada orang baru di lingkungan kerjanya." Kata Al saat Reza menawarkan diri untuk mengadakan meeting sebagai perkenalan kedatangannya.
Bahkan, sebelum keluar dari dalam mobil, Al melemparkan jas yang dia kenakan ke dalam jok belakang mobilnya . Penampilannya saat ini sama seperti karyawan kantor lainnya.
Meskipun ada rasa heran dengan sikap tuan mudanya, namun Reza sudah sangat paham apa yang harus dia perbuat.
Sedikit banyak Reza sudah memahami bagaimana watak dan karakter majikan mudanya. Sebelum Almarhum Ayah Danu meninggal, Beliau sudah banyak bercerita tentang putra sulungnya itu.
"Selamat pagi Pak Reza." Sapa beberapa karyawan kepada Reza, saat mereka mulai memasuki ruang utama.
"Pagi."
"Pagi Pak."
"Pagi."
Memang, selama kepergian Almarhum Danu, Reza yang ambil kendali semua urusan pekerjaan. Dan belum ada yang tahu siapa orang yang berada di sampingnya saat itu.
°Reza Firmansyah
Putra dari Arman Firmansyah, tangan kanan Almarhum Arya Kamandanu. Hutang budi, yang membuat Reza harus patuh dan ikhlas menerima amanah dari sang ayah untuk selalu siap membantu keluarga Kamandanu.
Dan inilah babak pertama, kesabaran Reza harus diuji dengan sikap keras kepala seorang Alfatih.
"Saya mau ruangan saya di renovasi, jangan ada tempelan - tempelan apa itu, saya tidak suka !" Kata Al sengaja bersikap keras dan sedikit arogan, ketiga mereka hanya berdua di ruang kerja Almarhum Danu.
"Ini juga, buang semua. Bikin kotor saja." Ucapnya lagi.
"Baik Pak." Jawab Reza, singkat dan jelas.
Hari ini tidak banyak yang mereka kerjakan. Setelah melaporkan pekerjaannya, Reza meninggalkan Alfatih di dalam ruang kerjanya sendiri, untuk mempelajari semua berkas - berkas perusahaan.
Banyak sekali rencana - rencana Danu dalam mengembangkan perusahaan yang belum sempat terlaksana. Salah satunya sebuah map yang saat ini sedang dia pegang.
"Konsep rumah singgah ? Apa ini ? Apa yang sedang Ayah rencanakan ?" Gumam Al lirih.
Rasa penasaran membuat Al bergerak untuk menanyakan hal itu kepada Reza.
"Za, ke ruangan saya sebentar." Pinta Al melalui sambungan telfon lokalnya.
"Baik Pak."
Tak selang berapa lama, Reza sudah berada di ambang pintu.
Tok, tok, tok...
"Masuk." Kata Al saat mendengar pintu ruang kerjanya di ketuk.
"Ada yang bisa saya bantu Pak ?"
"Duduk Za, ada yang akan saya tanyakan." Jawab Al sembari mem bolak-balik iso stop map yang ada di tangan nya.
Reza masih diam terpaku melihat apa yang sedang bos mudanya lakukan.
"Apa rencana Ayah tentang ini ?" Tanya Al menunjuk map merah yang dia taroh di atas meja.
Hanya dengan membaca kop yang ada di halaman sampul map saja, Reza sudah paham tentang apa yang Alfatih tanyakan.
"Ini salah satu harapan Bapak untuk bisa menampung dan mendidik anak-anak terlantar Pak, terutama bagi mereka yang kurang mampu dan putus sekolah."
Mendengar sedikit penjelasan dari asistennya, Al mulai paham dan berusaha mempelajari konsepnya demi mewujudkan cita-cita dan amanah sang ayah.
"Ya sudah, kamu boleh kembali. Biar aku pelajari terlebih dahulu."
"Baik Pak."
Al kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kerjanya. Hembusan nafas panjang keluar dari mulutnya. Seakan bicara kalau hidup ini masih panjang dan penuh perjuangan.
Sama seperti Almarhum Danu, Alfatih juga seorang pemikir yang ambisius untuk bisa mencapai apa yang menjadi angan-angannya.
Masa mudanya banyak dia habiskan dengan belajar dan berbisnis. Hingga dia lupa, usianya sudah lebih dari pantas untuk segera menjalani kehidupan berumah tangga.
"Hai Al...kapan lo nikah ? Keburu tua lo ? Udah waktunya nyodot jangan nungguin di codot." Ledek teman-temannya waktu itu.
Namun itu tidak ada pengaruhnya bagi Al. Misinya saat ini hanya membahagiakan Bunda dan menebus kesalahannya terhadap Kinan dengan mendidik dan menyayangi Nindya seperti anaknya sendiri.
Misi yang paling utama, dia harus bisa mewujudkan semua mimpi - mimpi Almarhum Ayahnya. Meskipun berat bagi Al untuk bisa mewujudkannya. Dan salah satu impian Almarhum yaitu melihat dia bahagia di atas pelaminan.
______________________
______________________
______________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Veronica Maria
kinanti jg meninggal ? knp ? kok g ada ceritanya
2022-09-26
1
Andras 28
semangat al 💪💪
2021-09-10
4