Rumah yang dulunya selalu ramai, kini tampak sepi. Terlebih pagi ini, langit terlihat gelap, mendung pekat menyelimuti.
Di ujung koridor sana, berdiri seorang Alfatih. Matanya tertuju pada gumpalan hitam di atas langit. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
Apakah dia menunggu kapan jatuhnya air dari langit ?
Ataukah dia merasakan, gelapnya langit pagi ini segelap suasana hatinya.
Sunyi, sepi bagai tak ada kehidupan. Hanya semilirnya angin pagi yang dia rasakan.
Sesekali rengekan tangis seorang bayi terdengar di telinganya.
Ya...itu suara Nindya, seorang bocah yang harus meniti hari nanti tanpa kedua orangtuanya dan itu akan menjadi tugas utama Alfatih Kedepannya.
Dari balik kaca jendela dia melihat Pak Slamet sedang membersihkan halaman tengah. Sebuah taman kecil yang menjadi favorit keluarga Danu sejak dulu.
Dengan langkah tegap tanpa suara, Alfatih berjalan mendekatinya.
"Mas Al..." Sapa Pak Slamet.
Yang disapa hanya mengangguk hormat.
"Dulu...ditempat ini Bapak sering bersantai menikmati semilirnya angin pagi. Sambil ditemani secangkir kopi tawar dan cemilan ala ndeso Mas." Ceritanya kepada Alfatih.
"Di tempat ini pula, Non Kinan menghabiskan hari-harinya dengan duduk memeluk lutut, menumpahkan air mata setelah Mas Al bilang kalau tidak bisa hadir di hari pernikahannya." Lanjutnya.
"Saya berusaha menenangkan hatinya dengan berbagai cara, namun tidak ada hasilnya." Ucapnya sembari mengingat masa lalu.
"Biarkan saja Pak, biar dia tumpahkan kekesalan hatinya dengan menangis... begitu kata Bapak kala itu."
Bukan sekedar bercerita, namun Pak Slamet mulai larut dan kembali pada keadaan di masa lalu.
Masa dimana keluarga ini masih utuh. Masa dimana ada suka dan duka yang ikut dia rasakan. Pak Slamet bukan lagi orang lain yang ikut bekerja di keluarga Kamandanu, tapi sudah seperti kerabatnya sendiri.
Memang benar apa yang Pak Slamet ceritakan. Kinanti benar-benar marah kapada Al karena ketidakhadiran dia di hari pernikahannya.
Masih terngiang jelas di benaknya betapa adiknya itu sangat kecewa.
'Ayah, Kinan, maafkan aku...coba jika aku tidak mementingkan egoku waktu itu, pasti kita masih bisa bertemu dan aku ikut merasakan kebahagiaan yang kamu rasakan.' sesalnya dalam hati.
•Flastback On
"Kinan mohon kak, moments ini hanya sekali seumur hidup Kinan, dan Kinan berharap kehadiran Kakak." Rengeknya memohon.
"Maafkan Kakak Kinan, Kakak tidak bisa hadir di hari bahagiamu." Jawab Al melalui sambungan telepon.
"Jadi Kakak tega melihat Kinan melenggang sendiri tanpa ketidakhadiran Kakak ? Apa Kakak sudah tidak sayang lagi sama Kinan ?" Kata Kinan mulai kesal.
'Maafkan Kakak Kinan, entah apa yang Kakak rasakan ? Tapi Kakak benar-benar tidak sanggup melihatmu bersanding dengan pria lain.' Keluh Al dalam hati.
"Hallo Kak ? Kakak masih disana ? Hallo..."
"I...iya hallo." Jawab Al mulai tersadar setelah volume Kinanti semakin terdengar meninggi.
"Kakak dengar Kinan gak sih !"
"Iya, Kakak dengar. Tapi harus bagaimana lagi, Kakak tidak bisa meninggalkan pekerjaan Kakak."
Klotaakkk...!
"Aauu..." Teriak Al saat telinganya terasa sakit mendengar gemeletak gagang telepon yang ditaruh paksa.
"Hhuufff....Kinan Kinan, sudah mau menikah, tapi sikapnya masih seperti anak kecil." Gumamnya sendiri.
Kesal dengan apa yang dikatakan kakaknya, Kinan meletakkan gagang telepon dengan kasar, dan berlari menuju ruang tengah dimana ada Ayah dan Bunda Arum disana.
"Kenapa Nak ?" Tanya Bunda yang mendapati putrinya duduk menangis dengan wajah suram.
"Kakak Bunda, Kakak tidak bisa pulang di hari pernikahan Kinan. Acara tunangan dan lamaran, Kakak tidak bisa datang. Itu masih Kinana maklumi. Tapi kali ini, Kakak benar-benar kelewatan Bunda." Rengeknya kesal.
"Kinan, Kakak seperti itu pasti bukan tanpa alasan. mungkin memang ada hal yang tidak bisa dia tinggalkan." Kata Bunda mencoba menenangkan.
"Kinan gak peduli, kali ini Kakak harus pulang. Jangan sampai dia menyesal nanti." Ucapnya sambil berlalu menuju taman tengah tempat dimana Kinan melampiaskan kekesalannya.
Melihat sikap putrinya, Ayah Danu segera meraih handphonenya dan menghubungi Al kembali.
Sedangkan di sebrang sana, Al masih mondar mandir memikirkan apa yang barusan terjadi.
Kring....kring...
Tak selang berapa lama, handphone Al berdering kembali.
"Hallo, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam Al." Kali ini Ayah Danu yang menghubunginya.
'Pasti Kinan sudah mengadu banyak tentang hal tadi.' Pikirnya dalam hati.
"Barusan Kinan cerita, katanya kamu tidak bisa pulang ke Indonesia di hari pernikahan Kinanti bulan depan ?" Tanya Ayah Danu tanpa basa-basi.
'Benar dugaan saya, pasti sekarang Ayah Danu yang akan membujukku untuk pulang.' Gumamnya sendiri.
"Hallo Al ?"
"Eh...iya Ayah, maafkan Al. Masih banyak pekerjaan yang harus Al selesaikan di sini. Jadi kemungkinan besar, Al belum bisa pulang ke Indo." Jawabnya mencari alasan.
"Pernikahan adikmu masih akhir bulan depan, masih ada waktu satu bulan kedepan. Ayah mohon Al bisa usahakan pulang." Pinta Ayah Danu kembali.
"Insha Allah Yah...Al tidak janji, tapi akan Al usahakan."
"Iya Nak, Ayah ingin kita bisa berkumpul bersama di moment bahagia Kinanti nanti."
"Iya Ayah."
Meskipun jawaban 'Iya' belum bisa dia pastikan kebenarannya, tapi minimal sudah bisa membuat hati Ayahnya tenang. Walaupun hatinya sendiri kacau balau.
Hati memang tidak bisa dibohongi. Perasaan yang dulunya sayang telah berubah menjadi cinta.
Namun, rasa itu tak berani dia ungkapkan. Hingga akhirnya yang di sayang akan menjadi milik orang.
Gini kata 'sesal' yang pernah Kinan ucapkan benar-benar terjadi. Sebuah penyesalan harus Al rasakan setelah kepergian orang-orang yang dia sayang.
•Flashback Off
"Mas Al..." Panggil Watik mengagetkan.
Yang dipanggil hanya memutar sedikit lehernya ke arah suara.
"Bunda mencari Mas Al dari tadi."
"Hhmmm." Gumamnya sembari berlalu.
"Eleh - eleh...ada ya makhluk sedingin itu, tapi gak papalah, gantengnya itu lo...langka. upssss, hehehehe..." Gumam Watik tanpa ada seorangpun yang mendengar.
Watik, asisten rumah tangga yang kemana-mana dulu turut serta bersama Kinanti. Dan sekarang masih tetap menetap bersama Bunda Arum.
Dia kembali ke habitatnya di dapur, setelah tuan muda Alfatih, hilang dari pandangan matanya.
"Bunda memanggil saya ?" Tanya Al yang mendapati Bunda Arum di pendopo depan.
"Hari ini, hari ke tiga kepergian Ayah dan Adikmu Al. Apa rencanamu kedepannya ?" Kata Bunda Arum datar.
Sembari menghela nafas panjang, Alfatih duduk bersimpuh di hadapan Bundanya.
"Bunda, jangan terlalu larut dalam duka. Masih ada Al disini."
"Iya Le ... Bunda ikhlas, Bunda bersyukur masih ada kamu di dekat Bunda." Kata Beliau sembari mengusap manja kening dan rambut putranya.
"Hari ini, Al akan pergi ke makam ayah dan Kinanti. Bunda mau ikut serta ?" Tanya Alfatih menawarkan.
Bunda Arum hanya menganggukkan kepalanya. Rasa bahagia dan sedih masih menyelimuti hatinya.
Bahagia karena putranya kini telah kembali, namun kebahagiaan itu harus diiringi dengan kesedihan karena kepergian kedua belahan jiwanya.
_____________________
_____________________
_____________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Rozid2015
nanti mas alnya jodohnya mba Andin...
2022-11-18
1
Nova Yuliati
kirain al bakalan berjodoh sama kinanti......😭😭😭
2021-10-09
3
Andras 28
jadi kinannya udah meninggal ya ah trus al y ama siapa tar
2021-09-05
3