Merapi Tak Pernah Ingkar Janji 2 (Kembalinya Sang Sultan)
'Setelah sekian lama Aku pergi meninggalkan kota ini, akhirnya Aku kembali.' Gumam Al dalam hati.
Kerinduan yang dia pendam hampir terobati. Meskipun mungkin tidak sesempurna dulu lagi.
Hari ini untuk pertama kalinya Al kembali memijakkan kakinya di kota kelahirannya.
Kota kecil yang sudah banyak berubah semenjak kepergiannya.
"Dengan Mas Alfatih ?" Tanya seorang driver Taxi online yang beberapa saat lalu dia pesan.
"Oh, iya Pak."
"Mari, silahkan." Ucapnya sembari membukakan pintu mobil agar si penumpang segera masuk.
"Terimakasih." Jawab Al singkat.
"Kita menuju lokasi sesuai yang ada di aplikasi Mas ?" Tanyanya kembali dengan sopan.
"Iya Pak, sesuai yang saya set pada aplikasi."
"Baik Mas."
Suasana terasa hening. Driver Taxi online sedang berkonsentrasi dengan kemudiannya. Sedangkan Al masih sibuk dengan pandangan matanya ke luar kaca jendela.
"Mas baru datang dari luar kota ?" Tanya driver Taxi online memecah kesunyian.
"Oh .. iya Pak, saya baru datang dari luar negeri." Jawab Al.
"Mas bekerja atau dalam perjalanan wisata ?" Tanyanya kembali.
"Saya sudah lama menetap di luar negeri, sejak mulai melanjutkan sekolah tinggi hingga melanjutkan usaha di sana."
"Wah... hebat sekali, jadi ini kembali ke Indonesia dalam rangka liburan ya Mas ?" Tanya si Bapak semakin penasaran.
"Mengunjungi orang tua Pak, sudah lama saya tidak bertemu Beliau."
"Pasti kedua orang tua Mas Al bangga punya putra seperti Mas Alfatih, sudah ganteng, pinter, sukses lagi." Pujinya membuat suasana semakin ramah.
"Aamien. Tapi sayangnya, saya harus kembali disaat yang kurang tepat Pak."
Ada nada sedih yang terlihat pada raut wajah Al.
"Memangnya kenapa Mas ? Maaf kalau Bapak jadi kurang sopan menanyakan hal ini."
"Gakpapa Pak, saya harus pulang ke Indonesia karena dua hari lalu, Ayah saya meninggal." Kata Al menjelaskan.
"Innalilahi wainnailaihi roji'un...turut berdukacita ya Mas, semoga Beliau Husnul Khatimah."
Percakapan mereka terdengar semakin akrab.
Suasana kembali hening untuk sesaat.
"Ayah Mas meninggal karena sakit ?" Tanyanya, kembali ingin tahu.
"Beliau meninggal karena kecelakaan Pak."
"Astagfirullah...maaf Mas, Bapak tidak tahu."
"Tidak apa-apa Pak."
Tak terasa, obrolan itu membuat Al tidak menyadari, kalau mereka sudah sampai di tempat tujuan.
"Kita sudah sampai sesuai lokasi Mas." Kata driver Taxi online menunjukkan tanda merah di aplikasi handphonenya.
Alfatih masih duduk terdiam di bangku penumpang. Pandangan matanya tertuju pada sebuah rumah yang sudah lama sekali dia tinggalkan.
Sebuah rumah dengan bangunan etnik modern yang pernah dia tempati dulu. Kenangan masa kecil masih terlintas jelas di matanya.
Dimana dia selalu menghabiskan waktu bermain bersama ayahnya dulu.
"Mas Al, apa saya berhenti di tempat yang kurang tepat ?" Tanya Bapak sopir heran.
Al masih diam tak menjawab. Entah karena tidak dengar, atau memang sengaja tidak menjawabnya.
"Mas Al ?" Panggilnya lagi.
"Oh, iya. Maaf, saya kurang memperhatikan tadi." Jawab Al terbata.
Entah apa yang sedang dia rasakan saat ini. Hatinya sangat gundah, beribu pertanyaan menghantui pikirannya.
'Apa aku sanggup melihat kondisi Bunda saat ini ? Dan apa yang harus aku lakukan selanjutnya ?'
Berbagai pertanyaan mengelilingi hati dan pikiran Al saat ini.
"Mas Al, apa ada yang salah ?" Tanya si Bapak lagi, saat melihat penumpangnya mulai bergerak membuka pintu mobilnya.
"Oh, maaf Pak." Ucapnya sembari memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu kepada Bapak pengemudi taxi online.
"Eh Mas Al, ini kebanyakan. Satu lembar saja masih harus kembali, ini banyak lembar." Ucapnya sambil tertawa kecil.
"Gak papa Pak, itu kembaliannya buat Bapak semua."
"Jangan Mas, ini terlalu banyak."
"Tidak apa-apa Pak, ini bonus untuk Bapak." Ucap Al sembari tersenyum ramah.
"Masya Allah...beneran ini Mas ?"
"Iya Pak, terimakasih sudah mengantarkan."
"Itu sudah kewajiban saya Mas, saya yang seharusnya berterimakasih, semoga Allah senantiasa memberikan kebahagiaan, kesehatan dan rezeki yang berlimpah buat Mas dan keluarga."
"Aamiin, terimakasih Pak."
Kendaraan yang dia tumpangi sudah pergi menjauh. Namun, lagi-lagi Al masih berdiri terpaku di depan pagar halaman rumahnya.
"Alhamdulillah, Mas Al !" Teriak Pak Slamet dari dalam.
Pak Slamet adalah seorang penjaga sekaligus orang kepercayaan Ayahnya untuk mengelola perkebunan milik keluarga besar Arya Kamandanu.
"Assalamu'alaikum Pak."
"Wa'alaikumsalam Mas, Mas Al sehat ? Ibu pasti bahagia melihat Mas Al datang." Ucapnya setelah si Tuan rumah memasuki halaman rumahnya.
Al sengaja tidak kasih kabar sebelumnya, kalau dia akan pulang ke Indonesia waktu itu. Al hanya tidak mau merepotkan semua orang yang harus sibuk menyambut kedatangannya.
Usai bertanya kabar dan sedikit berbincang, Al bergegas menuju rumahnya untuk segera bertemu dengan Bunda tercinta.
'Betapa bahagianya Bu Arum, saat bertemu Mas Al nanti.' Gumam Pak Slamet dalam hati.
Rasa penasaran, menggerakkan kakinya untuk melangkah mengikuti kepergian majikan mudahnya.
Perlahan tapi pasti, Al berjalan memasuki ruang utama. Disana masih terlihat sepi. Ruang kosong yang hanya beralaskan tikar itu seolah merasakan kedatangan seorang putra mahkota yang lama telah hilang.
Semakin masuk ke dalam, semakin dia rasakan aroma kasih sayang seorang ibu yang telah lama dia rindukan.
Dari kejauhan, terlihat betapa kokohnya punggung yang saat ini sedang membelakanginya.
🎶🎶🎶🎶
Tak lelo, lelo, lelo ledung
Cep meneng ojo pijer nangis
Anakku sing ayu rupane
Yen nangis ndak ilang ayune
🎶🎶🎶🎶
Sayup-sayup terdengar alunan tembang jawa yang begitu menenangkan jiwa.
"Kalau tidak ada Genduk Nindya mungkin Bu Arum masih larut dalam kesedihan Mas." Bisik Pak Slamet yang sempat mengagetkanku.
°Anindya Sekar Kinasih
Cucu pertama Bunda, putri dari Sekar Kinanti, adik perempuan kesayangannya.
Masih pada posisi duduknya di kursi malas, dengan tembang penghantar tidur yang semakin lirih terdengar, Bunda Arum membelai lembut anak rambut seorang bocah yang ada di pangkuannya.
"Assalamu'alaikum Bunda." Ucap Al lirih.
"Wa'alaikumsalam warohmah..."
Ucapan Bunda Arum terhenti, seakan menyadari siapa pemilik suara yang ada di belakangnya saat itu.
Perlahan Bunda Arum mulai memutar tubuhnya dengan enggan. Entah karena takut jika seorang anak di pangkuannya akan terbangun atau karena masih belum percaya dengan pendengarannya sendiri.
"Bunda..."
Rasanya tidak sabar Al menunggu Arum berdiri dan menyambut kedatangannya. Al segera memeluk tubuh Arum dari yang belum sempat dengan jelas melihatnya.
"Alfatih, putraku..." Kata Arum terbata.
Pak Slamet yang ada diantara mereka dengan sigap mengambil alih Nindya dari pangkuan Bunda Arum.
Arum segera berdiri dan memeluk erat putranya. Kerinduan yang dia rasakan bertahun-tahun, seakan terobati sudah.
Isak tangis keduanya terdengar memilukan. Derai air mata mengalir deras membasahi pipi.
"Maafkan Al Bunda, Maafkan Al Bunda..." Kalimat itu tak henti-hentinya keluar dari bibir Alfatih.
Seolah dia yang bersalah atas kepergian orang-orang yang sangat berarti di dalam hatinya.
"Semua sudah menjadi kehendak-Nya Nak, Bunda sudah ikhlas." Jawab Arum meyakinkan dirinya sendiri.
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak sedih dengan kepergian orang-orang yang kita sayangi, meskipun hanya sebentar atau bahkan untuk selamanya.
__________________
__________________
__________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Azzahra Nian
Wa'alaikumsalam ... 🙏
Terimakasih atas dukungan & kunjungannya Bunda....🙏🥰
Cek juga kisah lainnya ya Bun...
- Mengejar Cinta Lyvia (end )
- Takdir Cinta Aleesha ( On Going )
Dijamin bikin makin geregetan...🙏🥰😘
2023-07-13
1
Hasrie Bakrie
Assalamualaikum aq mampir ya thor, baru baca tapi dah nyesek ne thor
2023-07-12
1