Bel tanda akhir pelajaran berbunyi, aku bergegas mengemasi barang-barangku. Aku tak mau membuat Lisa menunggu terlalu lama. Setiap pulang dan pergi sekolah aku selalu nebeng pada motor Lisa karena kami searah. Meski searah, tapi rumah Lisa lebih dekat dengan sekolah. Jadi Lisa hanya memboncengku sampai depan gang rumahnya, kemudian aku melamjutkan berjalan kaki ke rumah sekitar 250 meter.
Lisa sudah menungguku di depan ruang kelasnya. Sambil menggamit lenganku Lisa mengajakku segera pulang, "Yuk langsung pulang, Lan. Keroncongan nih! Tadi ga sarapan, siang cuma kebagian donat sebiji. Gara-gara pisang molenku diembat sama cowok kamu!" Lisa bersungut-sungut mengingat saat istirahat tadi.
"Hahaha udah sih ikhlasin aja. Aku ke kelas Ryo bentar ya. Ada perlu.5 menit doang," ujarku sembari melepaskan lengan Lisa, kemudian berlari ke kelas kekasihku.
"Lima menit, Lan!" Lisa meneriakiku yang berlalu meninggalkannya.
"Beres!" seruku.
Sampai di depan kelas Ryo, kekasihku itu sedang berjalan keluar kelas. Aku tersenyum menyambutnya. Ryo menggamit tanganku untuk digandengnya.Kami terbiasa ke parkiran bersama karena Ryo tak pernah mengantarku pulang. Rumah Ryo dan rumahku berlawanan arah. Hanya pada hari Sabtu Ryo akan mengantarku pulang, karena hari itu adalah jadwal kami berkencan.
Sambil berjalan ke area parkir kami berbincang mengenai rencana kencan besok.
"Besok mau kemana?" tanya Ryo padaku.
"Hmm, kemana aja deh. Nonton boleh," jawabku padanya.
"Oke, nontonnya aku yang bayarin. Kamu bayarin makannya ya? Hehehe" Ryo mengiyakan ajakanku.
"Siap, Bos!" candaku.
"Udah ditungguin Lisa tuh!" tunjuk Ryo pada arah gerbang sekolah.
"Ish, kenapa pula Lisa harus ngobrol bersama empat pria itu. Aku tak suka cara mereka memandangku." Aku mengeluh kesal karena melihat Lisa sedang berbincang dengan "Genk Kece", begitulah empat pria itu menamai kumpulan mereka.
"Langsung pulang aja. Tidak perlu meladeni mereka. Mereka pria-pria brengsek," Ryo pun juga tak begitu menyukai teman-teman sekelasnya itu. Menurut Ryo mereka hanya pria-pria sok keren yang mendompleng kekayaan dan jabatan orang tua mereka.
"Aku duluan yank," pamitku pada Ryo.
Ryo mengangguk dan melepaskan tanganku. "Hati-hati, ya. Bilang Lisa jangan ngebut bawa motornya." kata Ryo menasihati.
Aku melambai pada Ryo yang memasuki lahan parkir untuk mengambil motornya. Lalu dengan enggan aku menuju Lisa yang sedang menungguku. Sebisa mungkin aku menghindari interaksi dengan Genk Kece. Cara mereka menatapku seperti kucing kelaparan yang melihat ikan, membuatku risih. Terutama pada Deni Wiratmaja, ketua genk itu. Deni tampan, ayahnya kaya karena pemilik usaha satu-satunya di desa Karang Gayam. Menyadari ketampanan dan kekayaannya menjadikan Deni sosok yang sombong.
"Yuk langsung, Lis", ajakku pada Lisa yang duduk di atas jok motornya tanpa berbasa basi dengan mereka berempat.
Lisa yang terlihat sedang mengagumi salah satu anggota Genk Kece terlonjak karena tak menyadari kehadiranku. Lisa memang menyukai Prastama Andrean sejak kelas X.
"Aku anter ya, Lan" kata Deni merespon ajakanku pada Lisa.
Mending aku jalan kaki! Rutukku dalam hati. "Aku bareng Lisa aja, Den!" tolakku halus.
"Kamu pacaran sama Ryo yang miskin mau Lan, sama aku yang tampan dan kaya ga mau!" Deni menggeram tak terima dengan penolakanku.
"Urusan hati ga bisa dipaksa, Den. Ayuk Lis" jawabku pada Deni dengan ketus sembari menggamit tangan Lisa.
"Ya udah naik, buruan!" kata Lisa segera menstarter motornya, menyadari keenggananku.
Dalam perjalanan aku mengecam Lisa yang tadi asyik berbincang untuk menarik perhatian Tama. "Ngapain sih Lis, tadi nunggu depan anak-anak itu? Mana ngeliatin Tama sampe melotot gitu lagi."
"Duh Wulan, kamu kan tau aku udah kesengsem sama pria jangkung itu," jawab Lisa.
"Untung aja kamu kesengsemnya sama Tama, bukan sama Ryo. Kan mereka berdua jangkung banget." Aku berandai-andai sendiri, bergidik membayangkan dirinya akan berebut seorang pria dengan sahabatnya. Tak lucu! pikirku.
"Lagian kenapa sih, kamu ga suka sama Tama? Aku rasa dia asyik-asyik aja orangnya" tanya Lisa padaku.
"Aku bukannya ga suka sama Tama, Lis. Aku cuma ga suka teman pergaulannya, si Deni brengsek. Maaf maaf aja ya Lis, lagian Tama juga kayaknya ga suka sama kamu. Aku ga suka sama orang yang ga suka sahabatku," terangku panjang lebar.
Huuft. Lisa mendesah kasar. "Ya emang sih, Lan. Tapi aku akan tetap usaha buat mendapatkan perhatian Tama." ungkapnya sedih.
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Seperti kataku pada Deni tadi, urusan hati tak bisa dipaksa. Lisa sudah menyukai Tama sejak lama, tapi sayangnya tidak begitu dengan Tama. Tama pria jangkung hampir setinggi Ryo, berwajah semi kotak, hidung mancung, alis dan mulut tebal, kulit kecoklatan. Dan seperti kebanyakan pria lain, alasan Tama tak melirik pada Lisa adalah karena Lisa "rata". Aku tahu alasan Tama tak menyambut Lisa karena aku sering memergokinya curi-curi pandang menatapku. Seandainya Deni tidak terang-terangan mengatakan ingin menjadikanku kekasihnya, mungkin Tama akan menyatakan cintanya padaku.
Sisa perjalanan itu kami habiskan dalam diam. Setelah dua puluh menit perjalanan, kami sampai di depan gang yang menuju rumah Lisa. Lisa menghentikan motornya untuk menurunkanku.
"Makasih Lisa sayang tumpangannya. Besok jangan telat lho, aku tunggu disini kayak biasanya". Aku mewanti-wanti Lisa yang memang sering terlambat.
"Siap bos! Aku duluan ya." pamit Lisa, kemudian melajukan motornya masuk gang yang menuju rumahnya.
Sementara aku, melanjutkan perjalanan menuju rumahku. Bersiap menerima serentetan kata-kata pedas dari ibuku karena jadwal kencanku besok dengan kekasihku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments