Desa Karang Gayam, April 2010
Aku sedang sibuk mengerjakan latihan soal ujian masuk perguruan tinggi di jam istirahat. Aku bersekolah di salah satu SMA favoritku di kota Pasuruan.
"Pssstt, Lan. Ke kantin yuk!" ajak Lisa, sahabatku lain kelas, dari jendela kelasku.
"Ga ah, Lis. Lagi sibuk. Titip es teh aja ya. Nanti aku ganti" jawabku.
"Biasaan!" cibir Lisa berlalu ke kantin.
Sekalipun berkata sambil mencibir Lisa selalu membelikan apa yang aku titipkan. Terkadang ia tidak mau mengambil uang yang aku serahkan.
Baru 5 menit Lisa meninggalkanku, suara langkah kaki seseorang yang mendekat membuatku mendongak dari kegiatan belajarku untuk melihat siapa yang datang. Aku tersenyum tatkala mengetahui pria yang mendekatiku.
"Serius amat yank belajarnya," Ryo mengacak rambutku saat telah sampai di tempat aku duduk.
"Ga ke kantin?" tanyaku padanya.
"Males. Mending ngapelin kamu" jawab Ryo sambil nyengir. Ryo duduk di bangku sebelahku.
Alasan sebenarnya Ryo tidak ke kantin sama denganku, berhemat. Ryo Anggara adalah kekasihku sejak kelas XI. Wajahnya biasa saja, tidak tampan juga tidak jelek. Cukup tinggi untuk ukuran pria, sekitar 180 cm karena Ryo anak basket. Sayangnya berat bedannya tak begitu proporsional dengan tingginya, berkisar 65 kg sehingga terkesan kurus. Rambut hitam, bola mata hitam, kulit kecoklatan. Tidak ada yang istimewa pada diri Ryo. Aku menerimanya menjadi kekasihku, hanya karena dia sopan. Pria-pria lain di sekolahku sering kali menatapku dengan tatapan menjijikkan, penuh ***** yang membuat aku jengah.
Dengan tinggiku 160 cm, berat 52 kg bisa dikatakan badanku proporsional. Lisa bilang aku seksi dan cantik, body gitar, area depan dan belakang menonjol, betis yang menyerupai model yang berjalan di catwalk, kulit kuning langsat, rambut lurus sepunggung dan lesung pipi yang menambah kecantikanku.
"Kenapa masih belajar? Kan kita udah daftar beasiswa penuh ke universitas?" Ryo bertanya padaku. Aku dan Ryo memang sama-sama mendaftar beasiswa pendidikan penuh ke universitas di Surabaya. Ryo mendaftar ke universitas negeri ITS Surabaya, sementara aku mendaftar ke Universitas Petra.
"Tapi kan belum ada kepastian yank, lolos atau tidak. Pokoknya jangan kasi kendooorr," selorohku sambil terkikik.
"Apaan kendor? Kamu udah kendor, Lan?" kata Lisa yang baru datang dari kantin, membawa sebungkus plastik berisi jajanan dan dua bungkus es teh.
"Mulut yaa, mulut!" aku mendelik sewot, sementara Ryo hanya berdecak sambil menggeleng pasrah.
"Hahahaha. Lagian kendar-kendor depan pacar. Nih es teh kamu, Lan. Duitnya gampang deh." Lisa menyerahkan es teh pesananku.
"Aku ga beliin kamu, Yo. Ga tahu kalau kamu ada disini." lanjut Lisa pada Ryo.
"Aku berdua sama Wulan," jawab Ryo sambil nyengir.
"Dih, najong!" cibir Lisa.
"Belajar apaan lagi, Lan? Udah keterima di universitas swasta terbaik kok. Pacarnya di universitas negeri terbaik. Ngiri deh sama kalian," Lisa menghembus nafas kasar, tak habis pikir pada sahabatnya yang hobby belajar.
"Sama aja nih berdua. Ryo juga barusan nanya gitu. Kan belum ada kabar kepastiannya, Neng. Aku tetap harus mengantisipasi kemungkinan terburuk," jelasku.
"Ya ya ya. Suka-suka kamu deh," jawab Lisa mendengar penjelasanku. Otak dan wajah Lisa memang biasa saja. Selama bersahabat denganku, dia sering membandingkan dirinya denganku. Dia selalu bilang, bahwa dia salah memilih teman. Aku lebih segala-galanya dari dia, begitu kata Lisa. Tapi hanya sampai disitu, Lisa tak pernah berkata buruk atau menjelekkan diriku di belakangku.
Sebenarnya Lisa manis. Bibir merah alami, pipi sedikit chubby yang menggemaskan, rambut hitam sebahu, kulit kuning langsat, tinggi 154 cm, dan berat 55 kg. Hanya saja dia "rata". Manusia memang seperti itu, selalu melihat kekurangan padahal ada banyak kelebihan lain yang dimiliki.
Aku, Lisa dan Ryo satu kelas saat kelas X. Menginjak kelas XI, Ryo masuk kelas IPA, sementara aku dan Lisa masuk kelas IPS. Kelas XI aku sekelas dengan Lisa, tapi kemudian berpisah pada saat kelas XII.
Ryo menembakku saat awal-awal kelas XI, dan aku langsung menerimanya karena aku memang juga menyukainya. Dia pria sopan yang aku kenal, tak pernah berani berlama-lama menatapku. Tak seperti pria lain yang memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki seolah menelanjangiku.
Selama sisa jam istirahat itu, aku habiskan dengan latihan soal. Lisa sibuk dengan ponselnya. Dan Ryo, sibuk memainkan rambutku dengan jarinya sembari memandangiku belajar. Sesekali menyodorkan sedotan es teh untuk kusesap.
20 menit kemudian, bel tanda istirahat berakhir terdengar. Ryo dan Lisa pamit untuk kembali ke kelas masing-masing. Ryo memberikan kiss bye padaku sementara Lisa mencibir sambil sambil mendesis, "Idiiihh". Aku tertawa pada tingkah konyol mereka.
Hari ini hari Jum'at, waktu sekolah singkat. Tersisa satu mata pelajaran dengan durasi 2x45 menit setelah jam istirahat.
Mengejar impian, melelahkan sekaligus menyenangkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Erma Nurdiana
sukses kak
2021-09-27
1
Erma Nurdiana
sukses kak
2021-09-27
1