Sejak hari itu Anton tak pernah lagi mencoba menemuiku, dia hanya berkomunikasi dengan Amanda melalui telepon dan sesekali mengajak Amanda tidur di rumahnya, tanpa pernah bertemu denganku. Aku merasa bahagia bisa lepas seutuhnya dari Anton. Cafe milikku yang semakin berkembang, membuatku kian sibuk dan tidak memikirkan kehidupan cintaku. Aku merasa bahagia dengan hidupku dan kesendirian ku saat ini.
Waktu berlalu, tak terasa Amanda kini sudah berusia sepuluh tahun. Suatu malam, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun kulihat seorang tamu cafe belum beranjak dari tempat duduknya. Aku pun menghampirinya, karena cafe akan segera kututup.
"Permisi selamat malam Tuan, maaf mengganggu tapi cafe ini akan kami tutup, silahkan berkunjung kembali esok hari."
Mendengar kata-kataku, dia hanya diam. Aku cukup terkejut dengannya yang seolah mengindahkan kata-kataku.
"Selamat malam Kamila."
Betapa terkejutnya aku saat dia berbalik padaku "Ran.. Randi." kataku terbata.
"Bagaimana keadaanmu Mila? Sudah lama kita tidak bertemu, 15 tahun lebih kita tak bertemu, mari duduklah denganku, aku ingin berbicara denganmu."
"Maaf Randi, aku sedang tidak ada waktu, cafe ini juga akan tutup silahkan berkunjung lagi esok hari." kataku sambil berlalu meninggalkannya.
Aku lalu menyerahkan kunci cafe pada anak buahku, dan menyuruh mereka menutup cafe ini. Saat aku akan masuk ke dalam mobil, pintu mobilku tertahan oleh seseorang.
"Kamila, aku rindu padamu, sudah bertahun-tahun aku mencoba melupakanmu tapi aku tak pernah bisa Mila, tolong beri aku kesempatan."
"Maaf Randi, aku harus pulang, anakku sudah menunggu di rumah, jika ada yang ingin dibicarakan kamu bisa datang lagi besok, ini sudah malam." Bergegas aku masuk ke dalam mobil, dan menguncinya sebelum Randi berhasil menahanku lagi.
Dalam perjalanan pulang air mataku tak dapat lagi kutahan, masih kuingat bagaimana rasanya patah hati dan hari-hariku yang berubah begitu pilu saat Randi meninggalkanku. 'Ngga..ngga.. come on Kamila, move on."
Aku lalu masuk ke dalam rumah dengan air mata yang masih berlinang. Saat kubuka pintu, tiba-tiba ada tubuh kecil yang memelukku."
"Mamaaaaa."
"Amanda, kok kamu belum tidur sayang, ini kan udah hampir tengah malem."
"Sekali-kali Manda pengen nungguin mama pulang dong, ini kan malem minggu, kata Opa besok Manda boleh bangun siang."
Mataku langsung berpaling pada Ayah dan Ibu yang sedang duduk di depan televisi. "Sekali-kali boleh lah Manda malam mingguan." kata Ayah sambil terkekeh. Aku hanya bisa mengangguk melihat kedua orang tuaku yang sedang asyik menonton film.
Sejak Ayah pensiun, dia memang lebih banyak menikmati hari-hari nya dengan memanjakkan diri, dulu waktunya habis dia kerahkan untuk mengurus semua pekerjaannya. Sekarang mungkin saat yang tepat baginya untuk memanjakan diri dan menikmati masa pensiun bersama keluarganya.
"Ya udah deh sekarang kita ke kamar yuk, mama cape mau bobo, Manda juga bobo dong."
Amanda mengangguk, lalu kami berjalan masuk ke dalam kamar. "Ma.. Mama kangen ngga sama Papa?"
Aku cukup terkejut mendengar kata-kata Amanda, selama ini dia tidak pernah menanyakan hal seperti itu padaku.
"Kenapa sayang kok tiba-tiba nanya kaya gitu?"
"Soalnya tiap hari Papa kangen sama Mama, di kamar Papa masih ada loh fotonya mama sama Papa yang gede banget waktu nikah."
Mendengar kata-kata Amanda membuat hati ini terasa begitu sakit. Ada sedikit rasa bahagia karena sampai saat ini Anton benar-benar menepati janjinya, jika dia hanya akan menikah denganku. Namun rasa sakit dan dendamku pada keluarganya selalu hadir, jauh besar daripada rasa cinta yang kumiliki untuknya.
"Amanda ini udah malem, yuk bobo ngobrolnya kita sambung lagi besok."
"Mama mau bobo tapi Mama harus janji dulu me Manda kalau suatu saat Mama harus kembali lagi sama Papa."
"Manda, siapa yang ngajarin Manda ngomong kaya gini?"
"Ga ada Ma, Manda cuma ingin kita hidup bersama lagi, kasihan Papa setiap hari selalu menangis karena merindukan Mama."
"Ya udah kita sambung besok lagi ya sayang, Mama udah ngantuk nih." kataku sambil berpura-pura menguap untuk mengakhiri pembicaraan mengenai Anton.
"Oke Ma, selamat malam Mama."
"Selamat malam Manda cantik."
Aku merebahkan tubuhku di samping Amanda lalu mencoba memejamkan mata inj, aku hanya ingin beristirahat tanpa beban pikiran apapun.
Keesokan harinya, aku baru bisa mengunjungi cafe milikmu di sore hari, karena hari ini adalah hari minggu dan aku harus menemani Amanda bermain dan berjalan-jalan di mall.
"Selamat sore Mila."
Sapaan seseorang benar-benar membuatku terkejut. "Kamu ngapain lagi ke sini?"
"Memangnya ada pengecualian untuk pengunjung di cafe ini?"
Aku hanya bisa menggeleng lalu duduk di sudut ruangan sambil membuka laptop untuk mengerjakan pembukuan bulanan.
"Aku temani ya."
Aku hanya diam tak menjawab sepatah katapun. Sepintas aku melirik padanya, dia masih begitu tampan, masih sama seperti kami terakhir bertemu dulu. Hanya tubuhnya kini yang kian berisi.
"Ga usah malu-malu Mila kalau mau memandangku."
Raut wajaku berubah merah saat mendengar kata-katanya. Sungguh aku merasa sangat malu, debaran jantungku pun tak bisa lagi kutahan.
"Maaf saya harus pergi, ada urusan yang harus saya kerjakan."
"Aku temani Mila." katanya sambil menggenggam tanganku. Aku lalu menatap matanya dan memberi kode untuk melepaskan tanganku.
"Maaf, berada di dekatmu sungguh membuatku tak bisa mengendalikan diriku Mila."
Aku lalu pergi meninggalkannya, namun dia mengejarku bahkan ikut masuk ke dalam mobilku. Sepanjang perjalanannya dia mencoba untuk mengajakku mengobrol dan bercanda, namun selalu kuacuhkan. Begitupula saat aku berbelanja, dia selalu mengikutiku meski aku sudah mendiamkannya.
"Maaf Randi, saya mau pulang, anda mau saya antarkan kemana?"
"Cukup disini saja, nanti saya pulang sendiri."
"Tapi ini sudah malam Tuan Randi."
"Wah ternyata kamu masih perhatian padaku Mila."
"Saya bukannya perhatian dengan anda, namun saya tidak mau sesuatu terjadi pada anda, karena saya orang yang terakhir bersama anda, perlu anda tahu, daerah ini begitu rawan, banyak preman berkeliaran disini."
"Ya sudah Mila, aku tinggalkan disini saja nanti aku bisa naik taksi, aku pasti bisa jaga diri kok." aku lalu mengangguk dan masuk ke dalam mobil.
Ketika akan kulajukan mobilku tiba-tiba beberapa orang menghampiri Randi, tampaknya mereka hendak merampas ponsel dan dompet milik Randi, lalu mereka terlibat perkelahian dan salah seorang diantara mereka menusukkan pisau pada perut Randi. Setelah tubuh Randi ambruk mereka lari dengan membawa ponsel dan dompet milik Randi. Aku yang sedari tadi hanya mengamati dari dalam mobil lalu keluar dan mencoba mencari pertolongan.
Saat aku mendekat pada Randi, dia sudah tidak sadarkan diri dan darah mengalir dari dalam perutnya.
"TOLONGGGGGGG"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments