*Flashback*
Mentari pagi masuk melalui bilik jendela. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi. Tapi aku masih tertidur begitu lelap, rasanya mata ini begitu sulit untuk kubuka.
"Mila.. Milaa... bangun Nak, sudah siang, hari ini liburan sudah selesai, kamu harus berangkat sekolah Nak."
"Sebentar Bu." jawabku.
"Sudah siang Mila, kamu mau terlambat ke sekolah?"
Dengan malas aku beranjak dari tempat tidur. Hari ini adalah hari pertamaku masuk Sekolah Menengah Atas.
Ketika membuka kamar kulihat Ayah dan Ibu sedang sarapan. Aku lalu menghampiri mereka.
"Mba Tari sama Mba Rani mana? Kok sepi sih?"
"Tari hari ini ke Jogja mau melanjutkan studi S2 nya, sedangkan Rani sudah berangkat sekolah, dia kan rajin ga kaya kamu Mila." kata Ibu sambil tersenyum.
Aku hanya meringis sambil melanjutkan sarapanku.
"Kalau sudah selesai buruan kamu mandi, nanti berangkat dianter Ayah, ini udah siang loh Mila, bisa-bisa kamu terlambat."
"Siappp Bos." jawabku sambil mengedipkan mata pada ibu. Aku lalu masuk ke dalam kamar mandi dan mandi begitu cepat karena aku pun takut jika sampai terlambat, hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah dan merupakan hari orientasi siswa baru, tentu akan sangat berakibat fatal jika aku sampai terlambat, aku bisa saja langsung mendapat hukuman.
Aku berlari tergesa-gesa memasuki gerbang sekolah, dan memang hampir saja aku terlambat.
Tiba-tiba tubuhku menabrak seseorang.
"Arg.. maaf Mas saya sedang tergesa-gesa." kataku sambil berlalu.
Aku hanya melihat laki-laki itu sekilas, aku tidak peduli jika dia marah, yang terpenting saat ini adalah aku harus secepatnya masuk kelas sebelum orientasi dimulai.
Laki-laki yang kutabrak hanya tersenyum dan menggelengkan kepala lalu beranjak pergi.
Sesampainya di kelas, suasana sudah gaduh, Amel, sahabatku lalu menghampiriku.
"Aduh Mila kemana aja sih, ini hari pertama orientasi loh, kalau telat bisa mampus kamu dikerjain kakak kelas." Amel menyambut kedatanganku sambil mengomel tak karuan.
"Sori Mel, tadi bangunnya kesiangan, semaleman habis baca novel nih sampe lupa waktu." jawabku sambil meringis.
Acara orientasi siswa baru pun dimulai, Amel lalu mencolekku saat melihat seorang kakak kelas mereka masuk.
"Mila itu liat, cowo ganteng banget dia satu komplek perumahan sama kamu loh, namanya Randi, baru pindah dari Jambi tahun kemarin." bisik Amel sambil menunjuk seseorang.
"Ga kenal ah Mel, aku jarang keluar rumah, lebih suka baca novel di dalam kamar."
"Dasar kuper."
"Bodo." jawabku sambil mencibir.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu 'Bukankan laki-laki itu tadi yang kutabrak, Ah bodo amat toh dia ga marah'. Sekilas kuamati laki-laki tersebut, memang benar kata Amel. Dia memang cukup tampan, tubuhnya tinggi dan kulitnya putih bersih. Hidungnya yang mancung serta senyumnya yang begitu menawan memang menambah daya tarik pada dirinya.
Saat tengah asyik menatapnya, dia berbalas menatapku. Aku yang salah tingkah lalu beralih pandangan pada kakak kelasku yang berdiri di samping Randi.
Orientasi siswa baru selama tiga hari akhirnya berakhir. Aku dan Amel bisa bernafas lega tidak harus membawa barang-barang aneh lagi ke sekolah.
Di suatu siang yang terik aku terpaksa berdiri sendiri menunggu angkutan dalam kota untuk pulang. Biasanya aku selalu pulang bersama Amel. Tapi hari ini, Amel sudah dijemput ibunya, mereka akan pergi ke mall untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga.
Tiba-tiba suara seseorang mengagetkan lamunanku.
"Kamu Kamila kan? Rumah kamu di komplek Perumahan Permata Permai?"
"Iya Mas, kok tahu?"
"Kita kan satu komplek, kamu sih jarang banget keluar rumah, aku sering loh olah raga di taman deket rumahmu." kata lelaki itu sambil tersenyum
"Yuk aku anter pulang, kita kan satu arah."
"Ga usah mas, sebentar lagi angkotnya juga datang."
"Jangan sungkan gitu deh, kita kan bertetangga, orang tua kita juga deket loh. Kamu anaknya Pak Wiguna kan" katanya.
"Iya, kok mas tau"
"Tahulah, apa sih yang ga aku tahu tentangmu Mila."
Aku hanya meringis sambil tersenyum, rona merah menghiasi wajahku. Hatiku mulai merasa berdetak tak karuan merasakan suatu getaran yang begitu aneh, rasanya aku sungguh bahagia. Lalu buru-buru kutepis perasaan ini.
"Jadi sekarang gimana? Mau kan pulang bareng sama aku? Daripada nunggu di sini sendirian."
Aku hanya mengangguk dan naik ke atas sepeda motor miliknya. Sepanjang jalan kami bercerita dan bergurau. Ternyata Randi orang yang begitu menyenangkan. Tanpa terasa kami sudah sampai di depan rumahku.
"Sampai jumpa Mila, sampai ketemu besok."
"Ya mas sampai ketemu besok, terimakasih ya udah anter Mila."
Randi lalu mengangguk dan pergi dari hadapanku. Saat beranjak masuk ke dalam rumah tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku.
"Ciyeeee yang punya pacar baru, pantes tu cowo sering banget nongkrong di taman komplek, ternyata mau ngapelin kamu ya Mil?"
"Apaan sih Mba Rani, Mila kan cuma numpang pulang gara-gara ditinggal sama Amel belanja."
"Mila, kamu sudah pulang?" kata Ibu yang ternyata sudah ada di sampingku.
"Iya Bu, Ibu kenapa kok tampak cemas kaya gitu?"
"Sudah satu tahun ini, Ayah cerita sama Ibu jika keamanan di kota ini sedang memburuk, kejahatan, peredaran narkoba dan konsumsi miras sangat sulit dikendalikan, Ayah saja sampai bingung, beberapa intel sudah dikerahkan tapi belum menuai hasil, masih belum diketahui siapa dalang di balik kekacauan di kota ini selama satu tahun terakhir."
"Terus kok Ibu ikut cemas? bukannya memang pekerjaan Ayah seperti itu kan Bu?"
"Ibu bukan cemas sama Ayah Nak, ibu cemas sama kalian berdua, kalian masih remaja, ibu minta jaga pergaulan kalian agar tidak terjerumus ke hal-hal negatif karena di kota ini sedang begitu marak terjadi kejahatan, ibu takut sesuatu terjadi pada kalian."
"Ibu tenang aja deh, aku dan Mba Ranj pasti bisa jaga diri kok." Aku melihat pada Mba Rani, lalu diapun mengangguk. Kemudian kami memeluk ibu bersama-sama untuk menenangkan perasaannya.
Tiba-tiba Ayah masuk ke dalam rumah dengan wajah begitu marah.
"Kamila, Rani kalian hati-hati dengan pergaulan kalian ya nak, terutama kamu Kamila kamu harus berhati-hati dengan siswa yang orang tuanya menjadi pendatang baru di kota ini."
Hatiku tiba-tiba berdetak kencang 'Bukankah orang tua Randi juga pendatang di sini, apakah aku harus berhati-hati dengan mereka, ah tidak mungkin.' batinku. Namun mendengar kata-kata ayah benar-benar membuatku merasa bimbang.
"Memangnya kenapa yah? Apa yang sebenarnya sudah terjadi?"
"Kapan-kapan akan Ayah ceritakan jika kebenarannya telah terungkap, sekarang kalian turuti saja kata-kata ayah."
"Baik yah" jawabku dan Mba Rani serempak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
naya
ikit alur dulu lah akoh...😂😂😂😂🤭🙏
2021-10-06
1
naya
thoor....ini cerita nya gimna ....kembali kemasa lalu kah ...
soal nya judul nya pakai bhs penjajah aku gk ngerti artinya🤣🤣🤣🤭🤭🙏🙏
🎭🎭
2021-10-06
1