Janji Faiz kepada Nisa akan tetap dia tepati. Ya, kurang satu hari dia membantu Nisa di restaurannya. Namun karena faktor kesehatan Nisa, akhirnya janjinya pun belum bisa terlaksana.
Sebagai seorang laki – laki dia tidak akan begitu mudah untuk melupakan janjinya. Dia sudah mengatakan kepada Nisa bahwa tak masalah jika dia membantu tanpa kehadiran Nisa di restaurant Nisa. Namun Nisa menolaknya.
Hal tersebut semakin membuat beban Faiz. Bukan apa – apa, dia hanya ingin segera menuntaskannya. Menyelesaikan apa yang sudah menjadi keputusannya.
Rasa tidak enak Nisa membuat Nisa akhirnya meminta izin kepada Tante Ilaa untuk kembali ke restaurant walaupun hanya satu hari saja. Tetap saja Tante Ilaa menolak permintaan keponakan cantiknya itu.
Akhirnya nisa mengatakan alasan yang sesungguhnya kepada Tante Ilaa. Tante Ilaa tetap tetap saja kekeh dengan pendiriannya. Namun untuk tidak membuat Faiz merasa bersalah dan terbebani dengan janjinya sendiri, Tante Ilaa memberikan opsi untuk hanya sekedar makan di restaurant bukan untuk membantu seharian di sana.
Nisa menerima opsi satu satunya yang disarankan Tante Ilaa, walaupun itu terkesan bukan opsi menurutnya. Jika itu bisa membuat Faiz dan dirinya menyelesaikannya, maka akan dia lakukan.
Faiz menolaknya, itu bertentangan dengan apa yang sudah dia janjikan. Namun dia juga tak bisa berbuat apa – apa. Akhirnya dia menyetujui opsi itu juga dengan sangat terpaksa.
Pukul sembilan. Sepakat untuk makan bersama pada jam tersebut. Walaupun terkesan cukup pagi dan bisa dibilang itu adalah waktu untuk sarapan mereka jika hari minggu.
Faiz bangun satu jam sebelumnya. Dia memulai konser tunggalnya di dalam ruangan dingin yang kecil itu dengan sabun wajah berbentuk tube yang difungsikan selayaknya mikrofon. Sudah seperti penyanyi papan atas yang sedang melakukan konser tunggal selama lima belas menit dengan gemericik air kran yang bersorak sorai menikmati hingar suara falsenya.
Dikenakannya kemeja berwarna navy dengan dalaman kaos polos berwarna putih dan celana jeans yang sobek di bagian lutut kanannya. Menyisir rambut dengan gaya khas andalannya. Dan tak lupa menyemprotkan parfume ke beberapa bagian tubuhnya.
Faiz melajukan motornya, menjemput Nisa setengah jam dari waktu yang sudah dijanjikan tanpa izin.
Setelah sampai pada tujuannya, dia mengetuk pintu dengan punggung tangannya, mengucapkan salam dengan hangat. Tidak seperti biasanya Faiz berperangai seperti itu, biasanya juga mengetuk kasar tanpa salam.
Pintu terbuka. Mata Faiz terbelalak dengan sosok wanita yang mengenakan kaos polos berwarna putih dengan bawahan jeans sederhana, cocok dengan apa yang dia kenakan saat ini. Ditambah hiasan bando tipis di rambut pekat hitam sebahu itu. Sederhana namun bisa membuatnya terpana.
Tak hentinya dia menatap Nisa. Mengapa baru sekarang dia sadar bahwa Nisa secantik ini. Berbeda dengan wanita di luar sana yang berbondong – bondong mempercantik diri dengan berbagai style pakaian dengan model masa kini.
“Kak Faiz.. Kak.” Nisa mengayunkan tangannya ke depan wajah Faiz yang sejak tadi menatapnya tanpa berkedip sekalipun.
Faiz tersadar dari lamunanya. “Udah siap belum Nis?” Tanya Faiz dengan senyum sumringah.
“Kakak kenapa repot – repot buat jemput Nisa sih kak. Kan Nisa bisa pake motor Nisa sendiri.” Kata Nisa sembari mempersilakan Faiz untuk duduk di ruang tamunya.
“Eh ngga masalah kok. Aku ngga ngerasa direpotin.” Jawab Faiz yang masih saja menatap Nisa yang saat ini berjalan mengambil tas kecilnya di kamarnya.
“Mau berangkat sekarang kak?” Tanya Nisa setelahnya.
Tanpa menjawab, Faiz sudah berdiri dan beralan sejajar dengan Nisa.
Kali ini Faiz mengendari motornya dengan santai. Keduanya hanya diam saja selama perjalanan. Bingung memikirkan bagaimana bersikap satu sama lain.
Perjalanan yang diwarnai perasaan canggung. Orang lain yang melihat mungkin akan mengira bahwa mereka adalah sepasang muda - mudi yang tengah merasakan gemuruhnya perasaan asmara. Namun kenyataannya, ini adalah kali pertama mereka bersama.
“Nisa..” Faiz berusaha merusak kecanggungan diantara keduanya.
Nisa tak menjawab karena posisinya yang berjarak dengan Faiz, ditambah helm yang menutupi telinganya. Suara Faiz dibawa pergi bersama semilir angin.
Di belakang, seseorang mengawasi setiap gerak - gerik mereka dengan detil. Mengikuti setiap laju perjalanan mereka. Menunggu moment yang pas untuk melakukan rencana yang sudah dipersiapkannya dengan matang.
“Jangan sampai mereka lolos dari pandangan kalian.” Perintah seseorang dari balik telpon Ergi.
Ya. Terhitung sudah tiga hari Ergi mengikuti Nisa tanpa henti. Melaporka setiap kegiatan gadis polos itu kepada Angga.
Ergi, dia juga merupakan orang yang membenci Faiz dan Deni apalagi Aldi.
Faiz dan Nisa meminta menu yang menjadi terfavorite di restaurant itu. Menu yang dulu juga pernah Nisa sarankan saat Faiz galau perihal masalah percintaanya dengan Adel.
Dengan pelan Nisa menikmati nasi goreng spesial pesanannya. Suap demi suap dia masukkan ke mulut imutnya itu. Tak pernah dia sekalipun melirik Faiz yang duduk tepat didepannya dengan meja kecil sebagai pembatasnya. Canggung sekali pikirnya, saat bersama Aldi pun dia tak secanngung ini. Tapi mengapa dengan faiz terasa berbeda?
Bahkan saat makanpun Nisa terlihat sangat sopan, sama sekali bukan gadis dengan tipe yang pecicilan. Bahkan tak pernah ia melihat Nisa menengok ke arah lain selain mengambil the anget yang ada di samping piringnya.
Berbeda dengan Faiz. Sebagai lelaki yang waras, jujur saja pandangannya tak bisa lepas dari Nisa. Dia mulai tertarik pada gadis itu. Semakin penasaran dengan Nisa.
Faiz membuang pandangannya. Entah apa yang sudah dilakukan, dia tidak bisa seperti ini. “Ingat Faiz, ini hanya perasaan biasa saja. Jangan merusak persahabatanmu lagi.” Dewa batinnya menolak keras jantung yang kini berdegup tak karuan. Dia buru – buru menghabiskan makanannya, agar segera tuntas janjinya. Dan tuntas pula perasaannya yang tak karuan oleh Nisa.
Faiz makan sudah seperti orang yang kelaparan tidak makan selama dua hari Lima menit, secepat itu dia menghabiskan makanannya dan segera menghabiskan tetes terakhir es teh manisnya.
Suapan terakhir, Nisa memberanikan diri untuk melihat ke arah Faiz yang ternyata sedang menatapnya, lebih tepatnya menunggu Nisa.
“Maaf Kak, Nisa makannya lama ya?”
“Eh Nggapapa Nis. Aku aja yang kecepetan makannya.
Habis ini mau langsung pulang?” Tanya Faiz untuk memecahkan rasa canggung antara keduanya.
“Aku pengen beli salah satu novel kak. Nanti biar Nisa beli sendiri nggapapa Kak.”
“Engga – engga, nanti biar gue anter. Di toko buku deket sini kan?” tanya Faiz.
Nisa hanya mengangguk.
“Hallo Ngga, sudah siap kan? Biar gue yang bawa target ke sana.” Ucap Ergi yang langsung menutup telponnya, kemudian melajukan motornya dengan cepat agar dapat sejajar dengan motor Faiz yang sudah agak jauh darinya.
“Nisaa… Pegangan yang erat!.” Teriak Faiz pada Nisa setelah melihat Ergi yang sudah berada di sampingnya. Laju motornya ia percepat, membuat Nisa kaget dan tersentak sedikit ke belakang sebelum akhirnya berpegangan erat dengannya.
Ergi berhasil membuat Faiz mengikuti arah laju motornya setalah dipepet olehnya beberapa kali. Ergi bahkan tak segan beberapa kali menyenggol motor Faiz yang membuat Nisa meringis ngeri. Kalo ngga ada Nisa di belakangnya pastilah Faiz tak akan mengalah.
Sebuah gedung kosong. Di sana sudah ada 2 pemuda kembar yaitu Alif dan Alaf yang merupakan komplotan dari Ergi dan Angga.
“Lo kalo mau berantem sama gue nanti aja setelah gue anterin dia.” Ucap Faiz cuek sambil melirik ke arah Nisa yang masih berpegangan erat dengannya.
“Cantik juga pacar baru lo, boleh lah kenalin ke kita.” Ergi yang sudah di depan berniat untuk menyentuh Nisa.
“Jangan sentuh dia. Dia ga ada urusan sama kalian.” Faiz menebas kasar tangan Ergi yang kurang sejengkal menyentuh Nisa.
“Buset galak amat lo Iz.” Ergi memancing Faiz.
“Udah gausah basa - basi, mau kalian apa?” Tanya Faiz pada Ergi dan kedua pemuda kembar itu.
“Kita mau pacar baru lo. Dia udah buat gara - gara
kan sama pacarnya Angga?” Pertanyaan Ergi membuat Faiz mengerti. Ternyata bukan dirinya yang diincar angga kali ini tapi Nisa.
“Ketulusanku sudah kau khianati. Dan sekarang kau menjadikan Nisa sebagai kambing hitamnya. Kau sudah keterlaluan Del. Sebegitu tidak inginkah kau merelakan dan melihat aku bersama yang lain?” Batin Faiz yang geram mendengar pertanyaan yang dilontarkan Ergi sebelumnya.
Nisa sejak tadi diam ketakutan, pegangannya ke Faiz semakin dieratkan. Ini adalah kali pertama Nisa mendapatkan masalah.
“Gue ngga akan biarin kalian nyakitin Nisa.” Kata Faiz yang masih dengan sikap cueknya.
Perkelahian sudah tidak dielakkan lagi. Tiga banding satu. Faiz tak gentar walaupun dia sendirian bahkan masih bisa melindungi Nisa yang mau diseret si kembar untuk ikut dengan mereka. Mana mungkin Faiz tega membiarkan mereka membawa Nisa yang sudah pucat karena takut. Beberapa kali pukulan Ergi mengenai wajah putih Faiz, menjadikan darah segar keluar dari ujung bibir dan memar di pelipisnya.
Faiz yang sudah terlalu sering berkelahi dengan mereka tahu, mereka tak akan bisa menang darinya. Hal itu terbukti, kondisinya sekarang berbalik. Mereka tumbang hanya dengan beberapa kali pukulan dari Faiz dan akhirnya memlilih untuk pergi meninggalkannya dan Nisa.
“Nis.. udah jangan takut lagi ya?” Peluk Faiz pada Nisa yang hampir setengah mati merasa ketakutan.
Tak dilepaskannya pelukan itu sampai Nisa merasa tenang, mengabaikan dirinya sendiri yang bahkan darah dari bibirnya sudah menetes di rambut Nisa. Faiz mengusap darahnya yang ada di rambut Nisa, membuat Nisa sekarang melihat ke arahnya.
Nisa mengobati luka Faiz setelah sampai di sebuah apotek kecil pinggir jalan. “Gara gara Nisa kakak jadi begini. Nisa bahkan nggatau mereka siapa.” Ucapnya dan melanjutkan mengobati Faiz.
“Kamu jangan cerita ke Aldi kalau ini semua perbuatannya Ergi.” Pinta Faiz. “Jangan cerita juga ke Deni apalagi Lana.” Lanjut Faiz sambil memegang tangan Nisa yang masih mengobati lukanya.
Ergi sampai sekarang belum menerima Aldi. Ayah Aldi yang menikah dengan perempuan lain setelah kematian ibu kandungnya menjadikannya memiliki adek tiri. Dan adek tirinya itu adalah Ergi. Walaupun Aldi awalnya juga tidak menerima Ergi sebagai adeknya namun lambat laun dia bisa menerimanaya, tidak ada alasan baginya untuk tidak menerima anak dari ibu tiri yang teramat baik baginya. Berbeda dengan Ergi, dia bahkan sampai sekarang belum bisa menerima pernikahan ibunya.
***
Faiz sekolah dengan kondisi wajah yang merah akibat kemarin. Padahal mamanya sudah melarangnya untuk pergi sekolah. Faiz tidak menggubris, dia ingin meluruskan semuanya dengan Adel.
Setelah dia menunggu, akhirnya Adel datang juga.
“Gue ngga ada apa - apa sama Nisa. Ngga seharusnya lo libatin Nisa dalam kecemburuan gila lo. Dia ngga ada hubungannya sama kita.” Ucap Faiz ketus pada Adel.
“Muka kamu kenapa Iz.” Tanya Adel yang mau memegang wajah Faiz namun keburu ditepis oleh Faiz.
“Gausah pura – pura ngga tau. Gue minta lo jangan macam – macam sama Nisa, apalagi ngelibatin Angga dan temen temennya.” Ucap Faiz terakhir sebelum pergi tanpa menunggu jawaban Adel. Adel hanya diam menerima perlakuan Faiz yang dulu hangat sekarang menjadi dingin padanya.
Sepulang sekolah, Adel datang ke Angga. Dia marah karena Angga bertindak tidak sesuai dengan rencana awalnya yang ingin membuat Nisa jera, bukan malah melukai Faiz.
“Gue ngga bodoh Del. Lo lakuin itu demi Faiz kan? Lo inget, semakin lo masih menginginkan Faiz kembali, gue akan semakin sakitin dia!” Ancam Angga pada Adel.
Jelas saja, Angga tidak akan membiarkan Adel kembali lagi ke Faiz setelah dia berhasil membuat mereka putus. Dia tidak akan pernah melepaskan Adel. Karena dia sangat mencintainya, tidak ingin ada seseorang merebutnya kembali.
Adel yang awalnya mau memanfaatkan Angga untuk menjauhkan Nisa dari Faiz malah kini dia sendiri yang harus menjauhi Faiz, karena Adel tidak ingin Angga melukai bahkan menyelakai Faiz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments