Malam ini Lana rehat dari belajarnya. Buku – buku yang sudah dia keluarkan untuk belajar, dia lempar ke karpet bawah ranjang tidurnya. Entah mengapa dia kali ini tidak berselera untuk membuka buku – buku itu.
Lana ingat pada Kak Aldi. Keseruan Kak Aldi saat mengajarinya belajar. Lana kangen masa – masa itu.
Walaupun dia kerap melihat Kak Aldi menghampiri Nisa saat di kelasnya. Namun ia merasa berbeda. Lana tidak pernah berpikir kalau Kak Aldi seperti itu karena Nisa. Saat berpacaran dengan Kak Linda pun Kak Aldi masih menyempatkan bermain game di rumahnya bersama Abang dan Kak Faiz.
Lana pergi ke kamar Abangnya yang terletak persis di samping kamarnya.
“Bang.. udah tidur kah?” tanya Lana sambil mengetuk pintu kamar Abangnya dengan telapak tangannya.
“Apaan?” Sahut Deni dari balik pintu.
Lana tak menunggu Abangnya membukakan pintu untuknya. Karena dia tahu abangnya tak akan mengunci kamarya.
“Kenapa? Ada angin apa dek lo kesini. Ngga belajar?”
“Lana lagi ngga mood belajar bang.”
“idihh.. jangan sok sokan galau lo dek, ngga pantes buat lo yang jomblo itu.” Ketawa Deni.
“Abang memberi adek inspirasi.”
“Udah kayak motivator aja. Hehehe. Sang Motivator Cinta.” Ketawa geli Deni.
“Berarti abang harus cariin Lana pacar, biar ngga sok – sokan galau jadinya”
“Ngga…. ngga.. ngga… Lo ga gue izinin pacaran”
“Yah. Abang ngga seru ih.”
“Biarin aja. Ntar kalo ada yang nyakitin. Lo jadi galau ngga jelas. Terus ngga mood belajar, terus jadi anak bodoh. Abang nggamau punya adik bodoh. Hihihi”
“Pantes aja Abang bodoh. Hahahah.”
Lana ketawa terbahak – bahak dengan ekspresi abangnya yang udah asem karena ledekannya itu.
“Bang.. kok Kak Aldi sekarang jarang main kesini ya Bang? Akhir – akhir ini Kak Faiz juga sendiri kalo kesini.
“Itu dia dek. Abang bingung. Gimana caranya biar mereka bisa saling memaafkan dan saling menerima lagi.”
“Mereka berantem bang?” mata Lana terbelalak.
“Menurut abang sih ngga berantem. Nggatau deh.” Deni bingung menjelaskan kepada adeknya.
Singkat cerita, akhirnya Deni menceritakan tentang apa yang terjadi pada Faiz dan Aldi.
“Itulah kenapa dek, kalo di sekolah abang lebih banyak sama Aldi. Tapi kalo bermain sering sama Faiz. Abang merasa bersalah karena seperti selingkuhan mereka. Hihihihi.
Abang merasa gagal jadi sahabat mereka. Belum bisa menyatukan mereka kembali.” Deni membuang nafasnya kasar.
“Ya ampun. Abang ribet amat sih. Kan tinggal dipertemukan doang, habis itu suruh deh Kak Faiz sama Kak Aldi baikan lagi.” Kata Lana.
“Kalo ngomong memang enteng ya, hmhmhm” sambil mengacak – acak rambut Lana.
“Yaudah besok abang yang bawa Kak Faiz, Lana yang bujuk Kak Aldi.”
“Lo kenapa deh dek. ***** amat buat mereka baikan.”
“Lana kangen sama Kak Aldi.”
“Lo suka sama Aldi?” Tanya Deni penasaran.
“Suka…. Diajarin PR sama Kak Aldi. Siapa suruh abang bodoh. Nggabisa ngajarin Lana.” Lana megang perutnya yang terasa kaku kebanyakan ketawa itu.
“Abang ngga bodoh ya. Cuma ngga suka sama pelajaran sekolah. Hehehe” Sangkal Deni.
“Yaudah besok mau pertemukan mereka dimana bang?”
“Di tempat biasa aja dek. Lo masih ingat kan?”
“Oke.” Jawab Lana singkat dan berlalu meninggalkan kamar Deni.
***
“Nis… Lo pulang sekolah ada janji ngga?” tanya Lana pada Nisa yang baru datang.
“Ngga ada Na, kenapa?” Tanya Nisa balik.
“Bantuin gue ya buat ngajak Kak Aldi ke danau. Bilang aja kalo lo mau ketemu sam gue di danau itu”
“Nanti kalo Kak Aldi curiga gimana? Kan lo bisa ngomong sama gue langsung di kelas.”
“iya ya. Ya ampun… kebodohan abang gue nular.” Lana menepuk jidatnya sendiri.
“Yaudah lo ajak aja dia kesana langsung. Males mikir alesan gue. Bilang aja kalo lo mau ke suatu tempat. Nah lo maunya ke danau itu. Danaunya ada di tengah kota. Lo bilang aja sama Kak Aldi, dia pasti tahu tempatnya.” Ucap Lana tanpa jeda.
Nisa hanya mengangguk mengerti dengan ucapan Lana barusan.
Saat pulang sekolah, Nisa mencoba untuk mengajak Kak Aldi ke tempat yang disepakati.
“Kak, setelah pulang kakak ada kegiatan ngga?” Tanya Nisa sambil memakai helm yang diberikan Aldi.
“Ngga ada.”
“Ikut Nisa yuk kak. Nisa bosen, mau ke Danau yang ada di tengah kota dulu.
Tapi kalo Kak Aldi ngga mau nggapapa, nanti Nisa bisa kesana setelah pulang aja.” Cerocos Nisa mengikuti gaya bicara Lana.
“Oke!”
Di sisi lain, Deni juga membujuk Faiz untuk mau ke Danau itu bersamanya.
“Iz.. ke Danau yuk!” Ajak Deni menghampiri Faiz yang masih ada di kelasnya.
“Ngapain? Di rumah lo aja. Nuntasin main yang kemarin.”
“Itu entar aja setelah ke danau ya. Gue lagi suntuk nih.”
“hmhmhm gimana ya?” pikir – pikir Faiz.
“Udah gausah kebanyakan mikir. Entar lo kayak Bapak kepala sekolah. Botak. Hihihi” Canda Deni.
“iya iyaaa..” Jawab Faiz dengan terpaksa.
Rencana berjalan dengan lancar. Deni dan Faiz sampai lebih dulu di danau, sedangkan Lana menunggu di sisi jalan dekat danau itu menunggu Nisa.
Akhirnya Nisa dan Kak Aldi sampai. Aldi menghampiri Lana yang sedang diatas motor maticnya di sisi jalan.
“Dek.. kamu ngapain?” tanya Aldi ke Lana.
“Nunggu Nisa kak. Heheh” senyum pura – pura Lana yang ketahuan.
“Ohh… Yaudah ayok?” Ajak Aldi.
“Gue pikir yang diajak Nisa Cuma gue aja.” Batin Aldi.
Dengan terpaksa Lana ikut Aldi dan Nisa. Dia tidak ingin Aldi mengurungkan niatnya kalau tahu Kak Faiz sudah disana. Aldi, Nisa, dan Lana berjalan ke arah danau itu.
Aldi menghentikan langkahnya setelah mengetahui bahwa Faiz juga ada di sana bersama Deni. Lana yang tahu itu langsung menggandeng tangan Aldi, menyeretnya dengan paksa agar mau melanjutkan langkahnya.
Sedangkan Nisa hanya berdiri di pohon pinggir danau menunggu Lana yang sedang berusaha dengan sekuat tenaga menyeret Aldi.
Faiz diam acuh melihat Lana dan Aldi. Dia tahu kalau ini pasti perbuatan Deni. Setelah Lana dan Aldi sampai di dekat Faiz dan Deni, Deni mulai membuka pembicaraan dan Lana pulang bersama Nisa.
“Iz.. Al.. kalian baikan lah. Jangan cuek - cuekan gini ah. Gak seru ih udah kayak anak cewek aja.” Geutu Deni pada mereka.
“Eh gue serius ini, udah ya jangan diem - dieman lagi. Kalian ngga kangen apa main bareng lagi?” Deni kali ini serius.
Saat ini Aldi dan Faiz saling berpandangan. Hati mereka sesungguhnya ingin mereka baik baik saja. Namun karena ego mereka masing – masing, hubungan mereka malah jadi renggang karena rasa bersalah mereka.
“Gimana?” ucap Deni sambil memandang Aldi dan Faiz.
Aldi dan Faiz kembali saling berpandangan.
Akhirnya Aldi mengalah, dia mendekati Faiz dan mengulurkan tangannya. Tatapan matanya menjadi hangat lagi kepada Faiz. Faiz juga menjabat tangan Aldi. Menandakan ego mereka masing – masing sudah dihilangkan. Berharap hubungan mereka bisa kembali seperti dulu lagi. Mereka memulai lagi hubungan persahabatan itu.
Deni tersenyum lega melihat kedua teman, ehh sahabatnya itu saling berpelukan. Dia terharu dan ikut memeluk mereka. Dia berharap bahwa persahabatan ini bisa sampai kapanpun. Masalah - masalah kecil yang menjadi rintangan tak menjadinya hancur.
“Ternyata benar apa yang dikatakan adek gue, ngga perlu rencana yang muluk – muluk untuk membuat kalian berdamai. Awas kalian kalo sampe marahan lagi!, sudah cukup pacar gue aja yang hobi ngambek. Masa gue harus ngurusin satu macan betina dan dua singa sih.” Ucap Deni asal sambil ketawa – tawa.
“Oh.. Jadi ini ulah Lana. Awas nanti kalo gue main ke rumah lu. Gue bales dia karena udah ngebuat gue GR gara - gara diajak keluar sama Nisa.” Kata Aldi
“Mau lo apain Lana? Jangan macem – macem sama dia.” Sekarang Faiz menimpalinya.
“Kok jadi lo sih Iz yang bilang gitu. Kan harusnya guee, gue yang Abangnya Lana Izz.” Kata Deni kesal.
“Lo kan ngga diakui sama adek lo. Jadi buat gue aja.” Jawab Faiz menggoda Deni.
“Lo bodoh, Lana pintar. Ngga sepadan. Hahaha.” Timpal Aldi dengan ketawa senang.
“Tapi kan dia lucu dan humoris kayak gue.” Deni tak mau mengalah.
“Udah jangan ngerebutin Lana. Dia adek kita. Hehehe” kata Faiz.
Sore tiba, mereka memutuskan pulang ke rumah masing masing. Menyudahi suasana kocak itu.
Deni selalu saja bisa mencairkan suasana tegang dari kedua pemuda itu. Sudah sejak dulu kalau kedua pemuda itu saling bermusuhan, maka Deni lah yang akan berperan sebagai badut mereka. Membuat mereka ketawa lagi dengan kekonyolannya.
Lana yang mendengar motor Deni langsung berlari ingin segera mendengar cerita dari abangnya itu.
“Gimana bang, lancar kan?”
Deni berpura pura sedih dengan wajah yang ditekuk. Kemudian dia menunjukkan kedua jari jempolnya ke arah Lana dan tersenyum sumringah. Lana kegirangan dengan kabar dari Deni sampai sampai dia tidak sadar melompat – lompat di depan Deni. Deni hanya tersenyum kembali melihat tingkah adeknya yang menggemaskan itu.
“Lo sebenernya adeknya siapa sih Na?” goda Deni yang membuat lana berhenti dari lompatannya.
“hmhm kayaknya gue lebih pantes jadi adiknya Kak Faiz sama Kak Aldi deh bang.” Jawab Lana membalas Deni.
“Yaudah sana sama mereka aja!.” Deni pura – pura kesal, melewati lana dan pergi ke kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments