"Menikahlah denganku, Diana."
Diana tertawa kecil mendengar penuturan Juna, ia menyeka air matanya lalu menatap laki-laki itu dengan tatapan penuh arti.
"Lalu kakak akan membiarkan ku di siksa oleh ibu kakak yang tak menyukai ku, sudahlah kak, tak ada restu di balik hubungan ini, aku juga tak suka dengan kakak, biarkan aku hidup sendiri," ucap Diana berusaha tegar.
"Aku janji akan selalu melindungi mu dari ibuku, kau pasti bisa mengambil hatinya," ucap Juna tak mau menyerah. Laki-laki itu, sudah sangat lama menyimpan rasa suka pada Diana, namun terhalang oleh ibunya yang tak menyukai Diana karena berasal dari keluarga miskin.
"Tidak, aku menolak. Lebih baik aku sendiri daripada harus makan hati setia hari," ucap Diana berdiri.
"Diana, aku mohon. Kali ini saja beri aku kesempatan," pinta Juna ikut berdiri.
"Baiklah, aku akan menikah dengan kakak jika ibu kakak sendiri yang datang memintanya. Bukan sombong atau apalah itu, aku hanya tak ingin makan hati dengan hadir di keluarga yang tak mengharapkan ku," ucap Diana berjalan meninggalkan Juna.
"Baiklah, aku setuju. Aku akan berusaha membujuk ibuku, selama itu tolong jaga hatimu hanya untukku," ucap Juna berjalan mengejar Diana.
"Tergantung berapa lama kakak mengusahakan nya, aku tak akan menunggu sesuatu yang tak pasti. Jika, nanti ada seseorang yang tulus dan juga keluarganya menerimaku, maka aku akan menerimanya," balas Diana menatap Juna lalu pergi meninggalkan laki-laki itu yang masih terdiam.
Diana terus berjalan mengabaikan tatapan orang-orang yang mengasihani nya.
Diana melihat supir yang mengantarnya tadi masih berdiri di dekat mobil.
"Mengapa kau masih berdiri di sini?" tanya Diana pada supir itu.
"Saya menunggu anda, nona."
"Menunggu ku? Tapi untuk apa? Aku tak punya uang untuk membayar ongkos nya, uang yang kemarin diberikan ayah sudah hilang," ucap Diana.
"Saya bukan menunggu ongkos, nona. Saya menunggu anda, tuan muda akan memarahi saya jika anda tak pulang bersama saya," ucap pak supir.
"Maksudnya? Aku tak mengerti mengapa aku harus pulang kesana?" tanya Diana.
"Karena anda sekarang adalah aset penting tuan muda, kami yang di perintahkan untuk menjaga anda akan merelakan nyawa kami untuk melindungi anda. Silahkan masuk, nona." Pak supir membukakan pintu mobil.
Diana tampak ragu, apalagi melihat tatapan warga dan juga Juna yang keheranan.
"Aku rasa tak ada alasan untuk aku pulang kesana, aku tidak mau ikut." Diana memilih berjalan meninggalkan pak supir.
Kembali kesana? Sama saja ia mengantarkan kejiwaannya agar sakit. Melihat tingkah orang rumah yang begitu mengerikan membuat Diana takut.
"Anda harus ikut dengan kami." Seorang wanita keluar dari mobil satunya lagi lalu menggendong Diana menuju mobil.
"Apa-apaan ini?" Diana langsung panik ketika ia di paksa masuk ke mobil. Bagaimana bisa mereka memaksanya untuk pulang? Apa yang akan dilakukan nya di sana? Melihat pembunuhan dan penyiksaan, atau melihat arwah-arwah yang bergentayangan dengan wujud yang mengerikan.
Setelah masuk ke mobil, Diana melihat wanita tadi masuk kembali ke dalam mobil satunya lagi. Ia baru sadar kalau ia sedari tadi di kawal oleh beberapa orang, Diana kira hanya pak supir yang ikut.
Mobil pun melaju meninggalkan kawasan perumahan sederhana itu, Diana menatap keluar kaca mobil, matanya berembun, dadanya sesak. Ia seperti orang yang hidup tanpa arah sekarang.
*****
Sesampainya di mansion, Diana kembali di kawal hingga sampai di depan kamar. Bukan kamar yang kemarin, kini ada kamar baru untuk Diana.
"Anda sudah pulang, nona? Apa makanan nya lezat?" tanya pak Hans yang sudah ada di depan pintu kamar.
Diana menatap pak Hans dengan tatapan sendu dan memilih untuk diam.
"Mungkin anda lelah, silahkan istirahat dengan nyaman," ucap pak Hans membukakan pintu kamar.
Diana memilih masuk kedalam kamar, ia menutup pintu lalu berjalan ke arah ranjang yang besar. Sebuah kamar yang cantik karena ditata sedemikian rupa untuk seorang wanita.
Namun, keindahan itu tak membuat Diana tersenyum, hanya ada tatapan kosong yang penuh akan luka.
"Menangis lah," ucap seseorang sembari mengelus kepala Diana.
Diana mendongakkan kepalanya lalu menatap sosok wanita yang selalu saja di cari oleh Nathan, kini wanita itu duduk di sebelahnya sembari mengelus kepalanya. Diana dapat merasakan elusan itu, dingin namun nyaman.
Diana tak bisa menahan tangisannya, ia menangis sejadi-jadinya, ia rindu ayahnya, ia ingin hidup hanya dengan ayahnya saja.
"Hidup ini tidak adil," ucap Diana di sela tangisannya.
"Mengapa tak adil, sayang?" tanya wanita itu.
"Mengapa hanya aku yang menderita? Mengapa wanita lain bahagia? Mengapa hanya aku yang mendapatkan semua hinaan itu? Aku lelah," lirih Diana memeluk wanita itu.
"Kau akan bahagia, nak. Hanya saja kau belum bisa merasakan itu sekarang, akan ada waktunya kau bahagia," ucap wanita itu membelai rambut Diana.
"Tapi kapan? Haruskah aku menjadi gila dulu baru bisa bahagia? Atau aku harus cacat dulu agar bahagia? Semua yang ada di kehidupanku hilang, keluarga, kasih sayang bahkan rumah juga hilang. Mengapa penderitaan ku sangat panjang?" tangis Diana histeris.
"Kebahagiaan mu ada di sini, dialah yang akan membawa kebahagiaan mu," ucap wanita itu mengelus perut Diana.
Diana mendongakkan kepalanya menatap wanita itu.
"Siapa kau? Mengapa kau selalu datang padaku?" tanya Diana penasaran.
Wanita itu hanya tersenyum saja laku menghilang dari pandangan Diana.
Diana menatap seisi kamarnya, ia tak menemukan wanita itu lagi.
"Diana harus apa sekarang, ayah?"
Diana membaringkan tubuhnya lalu menutup matanya, ia berharap sang ayah akan hadir di mimpinya.
"Hidup ini sangat berat. Jadi, biarkan aku bahagia sebentar walau itu hanya di dalam mimpi."
_
_
_
_
_
_
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Nanda Lelo
arwah camer mu itu Nana
2023-01-17
0
epifania rendo
untuk menghibur diri bisa bicara sama arwa
2022-09-24
0
Rahmi AZka Nugroho
Diana anti-mainstream ya,,curhatnya sama arwah,, 😄
2022-08-29
0