Dengan senyuman manisnya, Diana menatap keluar kaca mobil. Ia memegang beberapa bungkus makanan, mulai dari ayam goreng dan makanan lezat lainnya.
Diana pulang dengan menaiki mobil yang sudah di siapkan oleh pak Hans, anak buah Nathan tentunya akan menjaga Diana karena wanita itu adalah aset penting untuk melihat arwah ibunya.
"Ayah pasti sangat senang karena aku membawa makanan enak, kami belum pernah makan makanan seenak ini sebelumnya," ucap Diana seperti sedang mengajak bicara pak supir.
"Saya turut senang, nona." Pak supir menjawab dengan sekenanya saja.
"Tuan itu juga membungkus kan nasi goreng," ucap Diana senang.
"Pasti akan lezat jika di santap dengan ayam goreng," sahut pak supir membuat Diana semakin senang.
"Iya, pasti rasanya akan sangat lezat." Diana mengangguk lucu, ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan sang ayah, laki-laki cinta pertama nya yang sangat tulus mengorbankan sisa hidupnya hanya untuk Diana. Tak ada dusta maupun pengkhianatan dari cinta pertamanya itu.
Setibanya di daerah perumahan Diana, wanita hamil itu turun dari mobil lalu berjalan setengah berlari menuju arah rumahnya. Mobil tak bisa masuk ke area rumahnya karena jalanan sempit.
Senyuman Diana terus saja mengembang, dengan memegang bungkusan makanan, ada segenap harapan yang sangat mengharukan.
Beberapa orang yang lewat menatap Diana dengan tatapan sinis, sedih, biasa saja dan juga terkejut.
Langkah kaki Diana terus membawanya menuju arah rumahnya, perlahan kaki itu melangkah dengan lambat, senyuman yang tadinya mengembang kini menghilang.
"Rumah," gumam Diana menatap rumahnya yang sudah tak berdiri lagi, hanya ada sisa-sisa runtuhan yang terbakar.
"Ayah," lirih Diana berjalan mendekati reruntuhan rumahnya.
"Kau sudah pulang Diana?" tanya seorang wanita pada Diana yang masih tercengang dan belum bisa mengerti dengan apa yang terjadi sebenarnya.
"I-iya, apa ibu melihat ayah ku?" tanya Diana menundukkan kepalanya.
"Kami sudah menguburkan nya, dia terbakar bersama satu orang preman. Di sana kuburan nya, karena tak ada yang membiayai maka kami kuburkan saja di sana," jawab wanita itu menunjuk ke arah lahan yang penuh dengan rerumputan yang tinggi.
"A-ayah kenapa? Kenapa di kubur? Bukankah ayah ku masih hidup?" tanya Diana dengan mata yang sudah berair.
"Ayah mu terbakar, mungkin dia bunuh diri karena sudah tak sanggup lagi menjalani hidup. Makanya, kau jadi anak itu harus tau cara membalas budi, bukannya bekerja malah hamil," sinis wanita itu.
Diana menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tak percaya ayahnya pergi meninggalkan nya selamanya. Kalau ayahnya pergi, lalu dengan siapa ia harus hidup sekarang? Siapa lagi yang akan mencintainya sekarang?
"Masih untung kami kuburkan ayah mu, mengingat kalian ini hanya menyusahkan saja, sudah membawa aib dengan menghamili anak sendiri, kini malah bunuh diri," lanjut wanita itu lalu pergi dari hadapan Diana.
Diana berjalan ke arah lahan yang masih di penuhi dengan rerumputan yang tinggi, ia tak peduli dengan apa yang akan ia injak nanti, yang terpenting adalah ayahnya.
Sampailah Diana pada sebuah kuburan yang masih segar, Diana terduduk lemas di pinggiran kubur ayahnya.
"Ayah, Diana bawa ayam." Diana mengangkat bungkusan makanan yang ada di tangannya.
"Ayo kita makan," lirih Diana membuka bungkusan makanan itu.
"Diana mendapatkan makanan dari orang kaya, ayah pasti suka." Diana mengambil satu potong ayah goreng lalu menggigit ayam itu. Tatapan nya kosong, air matanya terus mengalir, bibirnya kini sudah pucat.
"Ayam nya enak," lirih Diana dengan suara bergetar.
"Ayah mau?" Diana mengangkat potongan ayam itu seolah-olah sedang menawari ayahnya untuk makan.
"Kalau ayah tidak mau, untuk Diana saja yah, ayah jangan merajuk nanti," ucap Diana tertawa kecil.
Diana kembali meletakkan potongan ayam itu lalu melempar makanan itu ke sembarang arah. Tubuhnya sangat lemah sekarang, ia menyandarkan kepalanya di batu nisan sang ayah.
"Apa salah Nana, ayah? Apa salah Nana?" tanya Diana dengan suara bergetar sembari memukuli dadanya.
"Nana ini manusia juga sama seperti mereka, tapi mengapa Nana berbeda? Mengapa ayah?" tangis Diana pecah.
"Nana sudah bilang lari lah bersama Nana, mengapa ayah berpura-pura menjadi pahlawan! Mengapa ayah!" teriak Diana histeris.
"Apa Nana tidak boleh bahagia? Apa Nana hanya boleh menangis dan menderita? Mengapa ayah meninggalkan Nana? Mengapa ayah?" tangis Diana sesegukan. Kini wanita itu sudah menyandarkan kepalanya di tanah kuburan.
"Apa yang harus Nana lakukan sekarang, ayah? Kemana Nana akan pergi sekarang? Siapa yang akan menyayangi Nana seperti ayah? Siapa yang akan merawat Nana?"
Tangisan Diana terdengar sangat pilu dan juga menyayat hati, mereka yang lewat dari area itu pun merasakan kesedihan wanita yang sekarang tinggal sebatang kara.
Diana masih menangis dan mungkin akan terus menangis hingga ia mati nanti, sebuah penyesalan karena meninggalkan ayahnya hanya demi keselamatan yang tak berguna.
"Nana." Diana mendongakkan kepalanya menatap siapa yang memanggil nama kesayangan ayahnya itu.
"Ayah," lirih Diana tersenyum senang.
"Jangan menangis gadis kecil ayah."
"Ta-tapi, ayah meninggalkan Nana sendirian, bagaimana bisa Nana tidak menangis," ucap Diana ingin menyentuh sang ayah, namun ia pastinya tak akan bisa melakukan itu.
"Kau tak sendirian, nak. Ada anakmu yang akan menemanimu nanti, hiduplah dengan tenang dan bahagia demi ayah."
"Tidak, tidak bisa, ayah. Nana tidak bisa hidup bahagia jika tidak bersama ayah, Nana akan menyusul ayah juga," ucap Diana dengan mata yang sudah memerah.
"Kehidupan mu masih panjang, ayah tak akan rela kau mengakhiri hidup hanya untuk perbuatan sia-sia. Percayalah, bahwa ada kebahagiaan yang sedang menunggu mu."
"Tapi bahagia Nana bersama ayah," tangis Diana pilu.
"Ayah yakin kau akan menemukan kebahagiaan itu nanti, ayah yakin itu. Tetaplah hidup dengan baik, jangan jadikan perjuangan ayah sia-sia, nak."
Setelah mendengar itu, Diana tak bisa lagi melihat sang ayah. Entah kemana ayahnya pergi, Diana ingin menyusul ayah nya, tapi tak mungkin ia menyia-nyiakan perjuangan sang ayah.
"Diana," panggil seseorang membuat Diana membalikkan badannya.
"Kak Juna," gumam Diana tak tertarik melihat laki-laki yang ada di hadapannya sekarang.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya laki-laki itu yang bernama Juna, laki-laki yang pernah melamar Diana sebelumnya lalu di tolak oleh Diana.
Diana tak menjawab pertanyaan dari Juna, kalau di pikir-pikir, laki-laki itu pasti bisa menyimpulkan keadaan Diana sekarang.
"Kau jangan khawatir, Diana. Aku akan menggantikan posisi ayahmu yang akan menjagamu," ucap Juna duduk di sebelah Diana.
"Apa maksudmu, kak? Tak ada yang bisa menggantikan ayah ku," ucap Diana dengan tatapan kosong.
"Aku memang tak bisa menggantikan posisi ayahmu di hati maupun hidupmu, tapi aku bisa menjagamu seperti ayahmu menjaga dirimu," ucap Juna tampak menyakinkan.
"Maksudnya?" tanya Diana pelan seperti tak tertarik dengan pembahasan ini.
"Aku akan menikahi mu." Diana menatap Juna dengan tatapan sendu.
"Menikahlah denganku, Diana."
_
_
_
_
_
_
...Hei, bujang! Berani sekali.kau ingin menikahi aset penting tuan Albert🔪 masih mau hidup kah😂😂😭😂...
Jangan lupa kasih dukungan dan semangat nya🥰 jangan lupa share ke teman-teman nya juga yah biar semakin rame🤭
Cerita ini hanyalah fiksi.
typo bertebaran di mana-mana harap bijak dalam berkomentar yah.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Nanda Lelo
owh tidak bisa Juna
2023-01-17
1
epifania rendo
😭😭😭
2022-09-24
0
Rahmi AZka Nugroho
Sedih Thor😭😭
2022-08-29
0