Keesokan harinya.
Diana sebenarnya sudah menemukan letak pintu keluar, hanya saja terlalu banyak penjaga yang menghalanginya untuk keluar. Padahal, kalau dipikir-pikir untuk apa ia tinggal di sini? Apa kegunaannya di rumah ini?
Pagi ini, Diana akan berusaha keluar. Sudah terlalu lama ia tinggal di sini sedangkan ayahnya mungkin tengah mencari keberadaan nya.
"Mari sarapan, nona." Pak Hans menuntun Diana ke arah meja makan.
"Aku tidak ingin makan, aku ingin pulang," ucap Diana namun pak Hans hanya mendiaminya.
Diana pun di tuntun hingga di paksa duduk di meja makan yang sudah di penuhi makanan lezat.
"Silahkan, nona." Pak Hans masih setia berdiri di samping Diana memastikan agar Diana memakan sarapannya.
"Makanan nya terlihat enak," gumam Diana menatap makanan yang tertata dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, makanan nya memang enak, akan semakin enak kalau nona menyicipi nya," ucap pak Hans membuat Diana menatap laki-laki gagah itu.
"Apa aku akan bisa pulang setelah makan?" tanya Diana.
Pak Hans tampak mengangguk, bukan berarti itu jawaban nya iya, melainkan jawaban lain yang sedang ia jawab.
"Kalau begitu, bolehkah aku membungkus sedikit makanan nya untuk ayah ku?" tanya Diana.
"Tentu saja." Diana tersenyum senang, ia pun menyantap sarapan nya dengan lahap, ini adalah pertama kalinya Diana makan makanan seenak ini. Ayahnya pasti akan senang karena Diana membawa makanan lezat nantinya.
Setelah selesai sarapan. Diana pun bangkit dari duduknya lalu menatap pak Hans penuh harap.
"Apa aku boleh membungkus ayam ini? Ayah ku pasti senang, kami tidak pernah makan ayam," pinta Diana membuat pak Hans merasa tak tega karena sudah membohongi wanita malang yang ada di depan nya.
"Akan saya bungkus, nona. Sekarang anda boleh pergi ke kamar tuan muda," ucap pak Hans membuat Diana bingung.
"Untuk apa?" tanya Diana takut.
"Tuan muda ingin membicarakan sesuatu dengan anda," jawab pak Hans santai.
"Tapi, kalau dia menyakitiku bagaimana?" lirih Diana gemetaran.
"Sepertinya tidak, nona. Mood tuan muda sedang baik pagi ini," bohong pak Hans. Padahal tuannya itu sudah memperlihatkan raut wajah mengerikan, hanya saja tak mungkin ia jujur pada Diana, bisa-bisa wanita hamil itu akan mati ketakutan.
"Mari saya hantarkan, anda juga bisa meminta izin untuk pulang pada tuan muda nanti, urusan ayam nya akan di urus oleh pelayan lain," ucap pak Hans menuntun Diana berjalan ke arah kamar Nathan.
Diana hanya diam sembari menunduk mengikuti pak Hans.
Sesampainya di depan kamar Nathan, pak Hans tampak mengetuk pintu kamar.
"Silahkan, nona." Pak Hans membuka pintu kamar lalu mempersilahkan Diana untuk masuk.
"Aku takut," lirih Diana ingin menangis.
"Tak apa-apa, nona. Anda pasti akan baik-baik saja," ucap pak Hans mencoba menenangkan Diana.
Diana pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar Nathan hingga pak Hans menutup kembali pintu kamar.
Diana terkejut karena pak Hans menutup pintu kamar, ia pun memegangi perutnya lalu mengedarkan pandangannya ke sembarang arah.
"Apa kau melihatnya?" tanya Nathan yang tampak baru saja keluar dari ruang ganti.
"Si-siapa?" tanya Diana takut.
"Wanita semalam."
"Tidak, aku tidak melihat nya," jawab Diana jujur.
"Kenapa? Bukankah kau bisa melihat arwah? Lalu sekarang mengapa kau tak bisa melihatnya!" hardik Nathan mulai tersulut emosi.
"Eum, aku tidak tau. Tapi, aku tak melihatnya di sini," jawab Diana gugup.
"Apa dia tak ingin masuk ke kamar ku? Kalau dia tak mau masuk ke kamar ku, lalu dimana aku bisa menemukan nya?"
Diana tampak berpikir keras, dalam keadaan genting seperti ini ia akan sulit untuk berpikir.
"Mu-mungkin di ruangan yang ada foto kemarin," jawab Diana asal.
"Tunggu apalagi? Cepat kesana!" titah Nathan.
Diana pun mencoba membuka pintu namun ternyata pintu di kunci.
"Di kunci," ucap Diana membuat Nathan berdecak kesal.
Nathan berjalan ke arah Diana lalu menendang pintu itu dengan keras. Sontak Diana terkejut apalagi melihat pintu yang terbuka, ternyata pak Hans ada di depan pintu sedari tadi.
"Cepat!"
Diana pun bergegas menuju ruang keluarga, ia tak tau apakah nanti ia bisa melihat wanita itu lagi.
Sesampainya di ruang keluarga, Diana mengedarkan pandangannya. Ia tak menemukan apapun di sana. Habislah riwayat nya, ia harus bagaimana? Apa ia harus berbohong agar bisa selamat dan pulang.
"Dimana dia?" tanya Nathan masuk ke dalam ruang keluarga.
"Mengapa dia tidak muncul?" batin Diana bertanya-tanya.
Diana membalikkan badannya lalu menatap ke arah Nathan, matanya terbelalak seketika melihat siapa yang ada di belakang Nathan.
"Dia mengikuti mu," ucap Diana menunjuk ke arah Nathan.
Nathan pun membalikkan badannya lalu menatap kesana-kemari, kenapa ia tak bisa melihat apapun. Ia kecewa akan hal itu.
"Katakan padanya agar datang ke mimpiku!" titah Nathan. Laki-laki itu sedang meminta, tapi ia tak bisa sedikit lebih lembut.
Diana tampak bingung, bagaimana ia bisa mengatakan itu sedangkan wanita yang mengikuti Nathan tak pernah mengajaknya berbicara.
"Katakan cepat!" titah Nathan tak sabaran.
"Eum, katanya jangan marah-marah, nanti dia tak mau datang ke mimpimu," ucap Diana berbohong.
Nathan menatap tajam ke arah Diana, benarkah yang diucapkan wanita itu? Apa Nathan bisa mempercayai perkataan wanita asing di depannya ini.
"Apa hanya karena aku marah-marah dia tak mau datang ke mimpiku? Apa aku se-mengerikan itu hingga dia tak mau mengunjungi ku walau dalam mimpi?" tanya Nathan pelan.
Laki-laki itu tak sadar bahwa ia begitu sangat mengerikan. Mengapa ia malah bertanya apakah ia se-mengerikan itu? Itu adalah pertanyaan konyol, tentu jawabannya Nathan memanglah sangat mengerikan.
"Kalau aku tidak marah-marah, apakah dia akan datang ke mimpiku?" tanya Nathan pada Diana.
"Eum, mungkin. Cobalah untuk menjadi lebih baik lagi, wanita itu akan menangis jika kau marah-marah," jawab Diana asal.
"Begitukah?"
Nathan menatap ke sembarang arah, berharap sekali saja ia menangkap sosok wanita yang sangat ia rindukan itu.
"Datanglah ke mimpiku, ibu." Nathan berbisik kecil yang tak dapat di dengar oleh Diana maupun pak Hans.
"Eum, apa aku sudah boleh pulang?" tanya Diana penuh harap.
Nathan tampak terdiam lalu menatap pak Hans. Yang di tatap pun langsung mengerti.
"Anda boleh berkunjung sebentar, nona."
Diana tersenyum senang, ia tak menangkap makna dari kalimat pak Hans.
"A-apa aku boleh membawa makanan itu? Ayahku pasti senang." Diana kembali menatap pak Hans penuh harap.
"Tentu, nona. Pelayan sudah membungkus kan nya untuk anda."
"Terimakasih," ucap Diana senang sembari mengatupkan kedua tangannya.
Akhirnya ia bisa pulang dan ia pulang dengan membawa makanan lezat. Ayahnya pasti akan senang dan mereka akan kembali hidup seperti biasa.
"Kita akan makan ayam, ayah. Nana pulang."
_
_
_
_
_
_
_
jangan lupa beri dukungan yah.
Typo bertebaran di mana-mana harap bijak dalam berkomentar yah.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Lisa Halik
kesiannya diana berharap bapaknya masih ada pada hal sudah tiada,bagaimana nasib diana&anak yang di kandungnya
2024-05-10
0
Ayni Sari
kasihan diana. gimNa nanti nasibnya dan anak nya
2024-01-26
0
Nanda Lelo
gak kebayang gimana sedih ny nan pas Sampai d rumah ny ntik
2023-01-17
0