Saat orang-orang berpikir bahwa malam adalah waktunya untuk tidur sebagai media beristirahat setelah hari yang panjang, beberapa orang malah berpikir untuk saling menonjok sebagai sarana melepas penat setelah hari yang panjang.
Hal itu membuat UB-Underground Boxing-sebuah klub tinju bawah tanah yang terletak di sudut kota masih ramai. Mereka para anggota klub berasal dari berbagai kalangan asalkan sudah lewat dari 18 tahun dan mempunyai kartu identitas, siapapun boleh bergabung.
Di dalam klub ini, siapapun derajatnya sama. Latar belakang keluarga, dan pekerjaan semua diabaikan. Orang dengan derajat tertinggi di klub ini adalah orang yang menang dalam pertarungan. Jika kau beruntung, kau bisa mendapatkan bayaran dari taruhan yang cukup tinggi.
Klub ini legal, makanya tak pernah dibubarkan oleh pemerintah kota. Namun, bersifat rahasia. Karena, beberapa polisi dan pejabat pemerintah lainnya serta orang-orang penting yang namanya dirahasiakan, tergabung dalam klub ini. Kau bisa menggunakan nama asli atau samaran untuk memperkenalkan dirimu. Hanya kau dan petugas administrasi klub yang tahu identitas aslimu. Semua identitas anggota klub tersimpan rapi dan sangat terjaga kerahasiaannya.
Malam ini kursi penonton di UB nampak terisi penuh. Semua orang berkumpul untuk menyaksikan Sang Juara bertarung melawan seorang anak muda yang baru naik daun. Mereka berdua sama-sama belum memiliki catatan kekalahan dalam setiap pertarungan.
Bayaran untuk taruhan malam ini cukup tinggi. Sang Juara menantang langsung Sang Anak Muda setelah melihat pertandingan terakhirnya. Sang Anak Muda tak menolak tantangan tersebut karena kapan lagi bisa bertarung dengan Sang Legenda.
Panggilannya J saat berada di ring tinju. Usianya baru menginjak 22 tahun. Tubuhnya tidak sebesar lawannya, namun gerakannya gesit dan pukulan-pukulan yang ia layangkan selalu tak terduga, tidak biasa dan mengagumkan.
Lawannya kali ini adalah Evan-Sang Legenda yang sudah lama bertarung di klub ini tanpa adanya catatan kekalahan. Usianya 30 tahun.
Badannya lebih besar dari pada J. Rambutnya panjangnya yang ikal selalu ia ikat ketika bertanding. Baginya, saat melihat J ia seperti melihat dirinya sendiri. Karena Evan juga mulai bergabung di klub ini saat usianya masih muda. Walaupun tak semuda J, yang bergabung di usia 21 tahun. Evan sendiri baru bergabung di klub ini saat usianya 25 tahun. Itulah sebabnya ia menantang J, karena ia melihat dirinya sendiri dalam diri J.
Pertandingan dimulai, semua penonton bersorak sorai hingga suara mereka memenuhi ruangan. Suara teriakkan cenderung lebih banyak mengelukan nama Evan dari pada J. Namun, bagi J itu bukanlah masalah. Banyaknya pendukung Evan dan sedikitnya pendukungnya tidak membuat J gentar sedikitpun. Ia tidak takut kalah sama sekali, meskipun sedang melawan Sang Legenda sekarang. J tidak pernah takut pada siapapun. Tidak juga pernah takut kepada pristiwa atau kondisi apapun.
Masing-masing dari mereka meletakkan posisi tangan kanan dengan telapakyang mengepal tepat di samping dagu dengan bagian siku posisinya berada tepat di depan tulang rusuk. Lalu, tangan sebelah kiri berada kira-kira enam inci tepat di depan wajah sejajar dengan mata.
Permainan dimulai dengan Evan yang menyerang terlebih dahulu. Namun, berhasil dihindari oleh J. Gerakan J yang gesit membuat Evan tersenyum miring. Pertandingan ini akan menarik baginya. J pun berusaha memberi serangan balasan walaupun berhasil terhalau oleh tangan Evan yang rupannya sudah mempelajari teknik bertarung yang digunakan oleh J.
J kesulitan mencari titik lemah dari Evan. Begitu pula Evan. Akhirnya J melayangkan pukulan-pukulan lurus dengan sangat cepat yang seolah-olah membidik wajah Evan. Tentu saja Evan dapat menghalaunya. Namun yang Evan tidak duga adalah, ketika ia fokus dengan pukulan J yang menurutnya buang-buang waktu dan remeh, ternyata J tak lagi melemparkan serangan lurus. J bergerak cepat dari arah bawah dan memukul bagian rahang sebelah kiri Evan dengan kuat.
BUGH!
Serangan J benar-benar membuat Evan cukup terkejut. Hingga beberapa detik ia menjadi lengah. J yang terkenal dengan serangannya yang cepat dan gesit tentu saja langsung memanfaatkan hal tersebut dengan memberondong Evan pukulan-pukulan lainnya.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Permainan semakin menegangkan. Orang-orang semakin dibuat ramai. Hingga akhirnya kemenangan diraih oleh J. Meskipun ia tidak sampai membuat Evan K.O, tapi permainannya dapat membuat lutut sang Legenda menyentuh tanah dan membuatnya menyerah atas pertarungan.
Setelah pertarungan usai, Evan memeluk J dengan penuh penghormatan. Tidak ada dendam ataupun kemarahan. Kekalahannya tidak membuatnya terhina. Itulah yang dilakukan oleh petarung sejati.
“Aku menghormatimu, Anak Muda. Aku menantikan pertandingan kita selanjutnya.” Evan menepuk pelan pundak J sebelum berbalik pergi setelah melemparkan senyum simpulnya.
J menganggukkan kepalanya setelah Evan hilang dari pandangannya, dan ditelan kerumunan orang-orang yang berlomba-lomba keluar dari rungan klub. Pertandingan Evan dan J tadi memanglah merupakan pertandingan terakhir hari ini.
J melepaskan sarung tinjunya dan berjalan ke ruangan tempat ia mengambil hadiahnya. Seorang lelaki paruh baya dengan kumis lurus di atas bibirnya, melemparkan senyum ke arah J yang baru saja masuk ke ruangannya. Giginya yang berwarna kekuningan terlihat jelas saat kedua sudut bibirrnya terangkat ke atas.
Lelaki tersebut kemudian memberikan amplop berwarna putih yang sudah terisi penuh dengan uang. “Kerja bagus, J. Aku menikmati pertandinganmu.”
J hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum simpul. Ia menghitung jumlah uang di dalamnya. Jumlahnya pas. Tak kurang sepeserpun. “Terima kasih,” katanya kepada lelaki paruh baya sebelum akhirnya berbalik pergi menuju pintu keluar.
“Sering-seringlah kemari J. Pertandinganmu tadi benar-benar menghibur,” ucap lelaki paruh baya dengan sedikit berteriak sebelum akhirnya J benar-benar hilang dari pandangannya.
J berjalan menuju lokernya dan mengambil barang-barangnya. Tasnya ia sampirkan di pundaknya, kemudian ia segera pergi meninggalkan klub. Setelah sampai ke tempat pemberhentian bus. J segera menaiki bus terakhir malam ini, yang akan membawanya pulang ke tempat tinggalnya.
Baru saja ia menyalakan ponselnya setelah sudah lama ia matikan, panggilan telepon segera masuk. Ia pun segera mengangkatnya dan menepelkan ponselnya ke arah telinga.
“Joshua, kau pasti sudah mengerjakan tugas kelompok kita kan? Karena besok tugasnya harus dikumpulkan,” ujar suara laki-laki di seberang telepon. Ya. Nama asli J adalah Joshua. Lebih tepatnya Joshua Daniswara.
Joshua menyungingkan senyum sinisnya. “Sudah. Sudah selesai semua. Besok tinggal dikumpul.”
“Baguslah. Berarti nanti kami tinggal ngirim NIM¹ kami ke kamu.”
Joshua menatap ke arah luar jendela bus sambil meringis. Selalu saja begitu. Ia tak terkejut lagi dengan adanya orang-orang tak tahu diri seperti ini. “Ya,” katanya singkat.
Bip.
Panggilan dimatikan secara sepihak tanpa ucapan terima kasih. Joshua kembali memasukkan ponselnya ke dalam sakunya. Baginya hal seperti ini bukan masalah besar. Ia akan tetap memasukkan nama orang-orang tidak tahu diri tersebut ke dalam tugas yang akan dikumpul besok. Urusan mereka sendiri yang tidak mendapat ilmu. Joshua tidak peduli, selagi ia mendapatkan ilmu dari tugas tersebut dan mendapatkan nilai yang menyelamatkannya, urusan orang lain mendapat ilmu atau tidak bukan urusannya.
Saat kelas dibubarkan Joshua segera mengumpulkan tugasnya bersaaan dengan mahasisawa lainnya. Sementara itu anggota kelompoknya segera berlalu pergi meninggalkan kelas saat sudah memastikan bahwa Joshua sudah mengumpulkan tugas mereka. Tidak ada ucapan terima kasih. Bahkan Joshua seperti tidak terlihat. Ia diabaikan dan diremehkan keberadaannya.
Selalu begitu. Mahasiswa-mahasiswa lain hanya mencarinya jika membutuhkan sesuatu darinya. Tidak ada yang mau bergaul dengannya karena bagi mereka tidak ada yang dapat dimanfaatkan dari Joshua kecuali ia yang mudah disuruh-suruh ketika tugas kelompok, ataupun paling mudah dimintai catatan ketika mereka sibuk mengabaikan kelas. Bagi mereka Joshua tak ayal seorang anak yatim dari desa yang rajin mengikuti kuliah.
Biar pun wajah Joshua tidak bisa dikatakan tidak tampan, tapi tetap tidak ada yang begaul denganya. Pun dengan Joshua, ia tidak tertarik bergaul dengan anak-anak orang kaya yang menurutnya sangat konyol karena hobi mamerkan harta yang baginya malah terlihat norak. Karena menurutnya jika seseorang benar-benar kaya maka harta bukanlah sesuatu yang perlu dipamerkan. Orang-orang yang benar-benar kaya tidak akan butuh pengakuan dari orang lain bahwa ia adalah orang kaya.
Walau harus ia akui bahwa tidak semua mahasiswa di kampusnya seperti itu. Tapi, hidup di kota besar seperti ini menyadarkan Joshua tentang fakta bahwa orang hanya akan mendekatimu untuk mengambil manfaat darimu. Setelah itu ia akan pergi.
Joshua tidak ambil pusing. Ia malas berdebat dan bertikai hanya karena masalah kecil. Mereka memang bersikap seenaknya kepada Joshua, tapi itu bukanlah hal besar untuknya. Pun juga baginya tidak ada hal yang bisa ia ambil dari orang-orang tidak dewasa di sekitarnya tersebut. Joshua terbiasa hidup mandiri. Dan ia tidak butuh orang-orang manja untuk mempersulit hidupnya.
Joshua mungkin petarung tinju terbaik di UB, namun ketika keluar dari arena klub, ia adalah seorang penyendiri yang tak dihiraukan keberadaannya oleh orang sekitarnya. Hanya dianggap jika dapat dimanfaatkan saja, dan diabaikan setelah manfaatnya habis.
.
.
.
.
.
Note: 1. NIM adalah singkatan dari Nomor Induk Mahasiswa. Sebuah nomor induk yang dikeluarkan oleh suatu kampus yang digunakan sebagai kartu identitas mahasiswa yang terdaftar pada kampus tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Ivy_Ivory
Gatau mau ngomen apa, tapi semangat buay bikin ceritanya :3
2021-08-23
2
Elkuna
aku melihat diri author dlm diri joshua, cuman beda kehlian sih🤣
2021-08-18
2