episode 4

Happy reading my beloved readers🥰

6 bulan kemudian

Aku sekarang lagi duduk di perpustakaan buat tugas, Ya aku melanjutkan kuliahku di Oxford University tempat para orang hebat mengeyam pendidikan disini.

Sebenarnya aku tidak kehilang kontak dengan orang di Indonesia, karna masih ada Mama Lina yang selalu menelponku setiap hari. Aku senang saat bercerita panjang lebar lewat telepon dengan Mama Lina. Karena dia sudah seperti mama kandung ku sendiri, sejak dulu dia selalu perhatian, penuh kasih sayang. Aku sangat beruntung sekali memilikinya.

Dan juga Kak Alisia yang memberi kabar suami kami dan kehidupan bahagianya di sana.

Tapi seminggu yang lalu Kak Alisia memberi kabar duka kepada ku, dia bercerita bahwa janinnya harus di kuret karna tidak berkembang. Kata dokter menegaskan sebaiknya dia jangan hamil dulu untuk beberapa tahun kedepan.

Bagaimana dengan Bang Samuel?

kalau itu jangan di tanyakan

Dia tidak memperdulikanku sama sekali, terbukti dari tidak adanya chat dan telpon selama ini untuk ku. Setelah pesan singkatnya kepadaku, tidak ada komunikasi antara kami lagi.

Aku benar benar di lupakan oleh suamiku sendiri, sungguh menyedihkan sekali.

Lalu apakah aku harus menangis? well tentu saja tidak karna dari awal aku tau peranku disini hanya sebagai pemeran pendukung saja.

Oleh karna itu aku tidak terlalu memikirkan itu, yang aku harus aku lakukan sekarang harus cepat lulus, lalu bekerja di perusahaan ayah sebagai leadernya.

tiba tiba ponsel ku berdering tertera nama Mama Lina disana, segera aku menekan tombol hijau.

"Assalamualaikum, Hani bagaimana kabarmu?" Tanya Mama Lina dari sebrang telpon sana.

" Waalaikummussalam Mah alhamdulillah, Hani sehat mah ini lagi persiapan UAS. Doain lancar ya, mah. " Aku merebahkan diriku di kasur sambil bertelepon ria dengan Mama Lina.

"Iya sayang, mama selalu mendoakan kamu. Jangan lupa makan, juga jaga kesehatan dan yang terpenting jangan sampe tinggal sholat ya!

Sekarang lagi musim dinginkankan? jangan lupa pake sweter yang tebel kalo ke kampus, biar gak dingin! Nasehat Mama Lina yang membuatku terharu.

Samuel dan Alisia masuk kerumah dari pintu utama, sepertinya mereka habis pergi jalan jalan dari luar. Samuel berjalan ke arah dapur, sementara Alisia mendekati Mama Lina yang sedang duduk di ruang tamu.

Saat sedang asyik menelpon dengan Mama Lina, tiba tiba aku di kejutkan dengan suara Kak Alisia yang muncul begitu saja.

"Siang mah, mamah lagi nelpon siapa?" Tanya Alisia penasaran, lalu semakin mendekatkan kupingnya ke ponsel mama Lina.

"Sama madu kamu yang terlupakan." Jawab Mama Lina ketus.

"Kok Mama galak banget sih? Eh maksud mama itu Hani mah?" Tanya Alisia terkejut.

"Emang selain Hani, kamu punya madu siapa lagi?" Tanya Mama Lina semakin emosi.

Tanpa sadar aku mengigit jari ku, karena mendengar percakapan telpon di seberang sana.

Kenapa sekarang suasananya menjadi tegang seperti ini?

"Ya, bukannya gitu, Mah. Tapi ...."

Hening kemudian tiba-tiba menyapa, entah apa yang terjadi di sana, yang jelas. Setelah bentakan Mama Lina tadi dan pembelaan yang menggantung Kak Alisia tadi, Aku tak mendengar suara apapun lagi dari seberang telepon Mama Lina.

Ku kira, panggilan itu terputus, atau

sinyalnya jelek. Aku sampai mengecek ponselku untuk melihat, apa telpon ini masih tersambung, atau tidak.

Ternyata masih tersambung, kok. Lalu kenapa tak ada suara sedikit pun di sana? Apa yang sedang mereka lakukan?

"Maaf, Mah. Kami gak bermaksud melupakan keberadaan Hani." Akhirnya suara kak Alisia kembali terdengar.

"Kami ... sebenarnya selalu inget kok sama Hani. Itulah kenapa, Alisia selalu kasih kabar tentang kami di sini, karena Alisia mau, Hani juga merasa kalau kami selalu mengingatnya. Hanya saja--"

"Sejak kapan kamu jadi kepala keluarga di rumah tangga ini Alisia?"

Haaa..?

"Apa suami kamu sudah kehilangan suaranya, sampai bicara saja harus di wakilkan istrinya?" tanya Mama Lina marah.

Membuat aku refleks memijat kepalaku yang mendadak pusing.

Aduh! Kenapa Mama Lina harus mengomeli mereka, sih? Kalau Bang Samuel semakin benci sama aku, gimana?

"Samuel?" Panggil Mama Lina dengan keras.

"Mah, Mas Samuel juga bukannya ngeluapain Hani. Tapi, Mas Samuel sibuk, Mah. Jadi--"

"Sampai kapan kamu lari dari tanggung jawab kamu, Samuel!" Bentak Mama Lina lagi. Membuat pembelaan Kak Alisia lagi-lagi terpotong.

"Mama tau kamu belum bisa menerima pernikahan ini. Tapi semuanya sudah terjadi Samuel. Mau gak mau, suka gak suka, kamu harus belajar adil terhadap istri-istri kamu. Bukan cuma perkara harta saja, tapi juga cinta dan hak. Bukan cuma satu orang saja yang kamu urusi kebahagiaannya. Sementara yang satu lagi kamu lupakan begitu saja!"

Entah sejak kapan. Aku sudah mencengkram bantal di pangkuanku. Karena ikut tegang dengan sentakan Mama Lina di sana.

"Kan dari awal Samuel udah bilang gak sanggup poligami, Mah." Suara Bang Samuel akhirnya terdengar, setelah keheningan sempat menyapa mereka beberapa saat lalu.

"Kalau begitu kenapa kamu gak berani hanya memilih Alisia saja, dan meninggalkan perusahaan Hani?" Tanya Mama Lina lagi

Degh!

Tunggu!

Itu maksudnya apa?

Hening pun kembali menyapa. Membuat aku kembali menunggu dengan harap harap cemas, akan jawaban Bang Samuel setelah ini.

Namun, sampai waktu berlalu pun, Bang Samuel ternyata tak memberikan jawaban juga.

Hingga Mama Lina pun kembali mendesaknya.

"Jawab Mama, Sam!"

"Karena Sam gak mau membuat Alisia menderita, sebagai istri Sam. Jadi Sam gak boleh kehilangan penghasilan saat itu. Karena kini, Sam harus bertanggung jawab akan hidup dan kebahagiaan Alisia." Jawab Samuel tak mau kalah.

Lalu, bagaimana dengan aku?

Ingin sekali aku berteriak seperti itu. Namun, rasanya suaraku tercekat dalam tenggorokan, dan tak bisa keluar tanpa membuatku sesak.

Tuhan, ternyata pernikahan ini benar-benar tidak sehat dari awal juga. Wajar jika Bang Samuel sejak awal tak pernah mau melirikku dan selalu menjauhiku. Karena ternyata ... aku ... hanya ... sebuah beban untuknya.

"Seharusnya kamu memikirkan hal sama terhadap Hani juga, karena--"

Klik!

Cukup. Aku tak kuat lagi mendengar kebenarannya!

Akhirnya aku pun memilih menutup panggilan itu, saat Mama Lina hendak mencoba membuat Bang Samuel mau memikirkanku.

Demi tuhan, aku tak ingin seperti ini!

Aku pun meninggalkan ponselku begitu saja di sofa, dan merayap naik ke atas tempat tidur dengan langkah tak pasti, untuk segera memejamkan mata.

"Gak papa, Hani. Besok semuanya pasti akan baik-baik saja." Aku mencoba memberi sugesti baik pada diriku sendiri. Berharap ini hanya sebuah mimpi buruk dalam hidupku. Yang akan hilang saat aku membuka mata esok hari.

Aku menolak pikiran buruk, yang terus memenuhi kepalaku, tentang Papi yang mungkin saja melakukan ancaman pada Bang Samuel, hanya untuk pernikahan ini.

Pada akhirnya aku tertidur menuju ke alam mimpinya.

_

_

_

_

_

_

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Titis KIDDO

Titis KIDDO

maaf thor, mirip cerita platform sebelah ya.... bedanya si mba dsni kuliah di Inggris, yang onooh ke Aussie... sampai bab berikutnya yg tetiba muncul di apartement juga sma.
maaaaf ya Thor.

2022-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!